Ribuan Warga Kalbar Kerja Tak Resmi di Luar Negeri, Sutarmidji Minta Daerah Lakukan Pendataan

Para pekerja migran tersebut diperkirakan sebagian besar bekerja secara non-prosedural.

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/FERRYANTO
Gubernur Kalbar Sutarmidji saat memberikan keterangan setelah mengikuti Rakortas BP2MI di kantor Gubernur Kalbar, rabu 24 Mei 2023. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji memperkirakan ada lebih 100 ribu warga Kalbar yang saat ini berada di Luar Negeri.

Para pekerja migran tersebut diperkirakan sebagian besar bekerja secara non-prosedural.

Sutarmidji menyampaikan, data saat ini warga Kalbar yang bekerja ke Luar Negeri secara resmi berjumlah 3.771 orang.

Ia memperkirakan jumlah warga yang bekerja secara tidak resmi dapat 20 kali lipat dari jumlah yang resmi tersebut.

Untuk mencegah banyaknya warga yang bekerja secara non-prosedural, Midji meminta kepala daerah, serta berbagai dinas di daerah untuk mendata secara baik warga yang bekerja di luar negeri.

"Saya maunya itu yang ke luar negeri itu, desa harus tahu. Pastinya tahu, apa yang harus kita lakukan agar warga yang ke Luar Negeri ini menjadi tenaga kerja yang legal, data itu harus jelas," ujarnya, Rabu 24 Mei 2023.

Ia mengharapkan seluruh desa di Kalbar dapat menjadi Desa Mandiri.

Sebab, dengan status Desa Mandiri maka desa tersebut pasti memiliki basis data yang baik.

"Saya akan surati Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi untuk dimasukkan lagi variabel indikatornya, tentang status pekerjaan penduduknya," jelasnya.

Kepala BP2MI Ajak Mahasiswa dan Civitas Kampus di Pontianak Cegah PMI Ilegal

4,4 Juta WNI Kerja Ilegal

Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menggelar rapat koordinasi terbatas bersama Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dan Kabupaten/Kota, Rabu 24 Mei 2023.

Rakortas membahas pencegahan Pekerja Migran Indonesia (PMI) Non Prosedural itu dihadiri langsung Gubernur Kalbar Sutarmidji, Kepala BP2MI Benny Rhamdani, perwakilan Kejaksaan Tinggi, Perwakilan Polda Kalbar, serta berbagai stakeholder terkait.

Kepala BP2MI Benny Rhamdani mengungkapkan bahwa diperkirakan lebih dari 9 juta warga Indonesia bekerja di Luar negeri. Dari jumlah itu setengahnya merupakan pekerja non prosedural atau ilegal.

"World Bank merilis data ada 9 juta warga Indonesia yang bekerja ke luar negeri, dan 4,6 juta yang resmi, asumsinya ada 4,4 juta orang yang bekerja non-prosedural," ungkapnya.

Dengan banyaknya PMI Non Prosedural hingga kini, Benny mengatakan penyelesaian dapat dimulai dari hulu terlebih dahulu yakni mulai dari Desa atau kelurahan.

"Desa harus tahu bila ada warganya yang ingin keluar negeri. Kepala desa saat memberi keterangan warganya akan keluar negeri harus dipastikan untuk kebutuhan apa. Modus operandi ilegal pasti menggunakan visa turis atau ziarah, tidak mungkin visa kerja. Sebab, semua itu dimulai dari surat keterangan desa," ungkapnya.

Dalam Undang-undang Nomor 18 tahun 2017 tentang Pekerja Migran, ia menjelaskan ada kewajiban dari Pemda untuk mencegah PMI Non Prosedural.

"Pasal 40 ada 9 kewenangan Pemerintah Provinsi Kalbar, lalu pada pasal 41, ada kewenangan Pemerintah Kabupaten Kota, pasal 42 ada 5 kewenangan pemerintah desa, bila ini dilakukan mulai dari hulu saya yakin ini akan mengurangi mereka yang akan berangkat ke luar negeri menjadi PMI Non Prosedural," jelasnya.

Gagalkan Pengiriman 17 Calon PMI Ilegal Ke Malaysia, Polda Kalbar Tetapkan 2 Tersangka

Pada kesempatan ini, ia pun tidak menampik ada keterlibatan oknum dari berbagai stakeholder yang ikut terlibat dalam penempatan PMI Non Prosedural.

"Oknum ini sudah masuk ke dalam kementerian lembaga, termasuk ada oknum dalam BP2MI, kita harus fair mengakui ini, jadi mari kita bersih - bersih," ujarnya.

Mencegah semakin banyaknya PMI Non Prosedural, ia menawarkan ada 4 langkah yang harus dilakukan, pertama sosialisasi aktif, dua diseminasi Informasi yang aktif.

Tiga pencegahan yang progresif, dan terakhir penegakan hukum yang revolutif.

"Nah penegakan hukum juga masih masalah, yang dipenjarakan masih yang ikan teri, padahal bandar - bandarnya sudah kita ketahui, saya sudah sampaikan ini ke Menkopolhukam, bandar - bandarnya, modusnya, pintunya, dan tantangannya penegak hukum, mudah - mudahan penegakan hukum harus adil, negara harus adil," jelasnya.

Keterlibatan Oknum

Benny Rhamdani menyebut banyak oknum institusi/kelembagaan yang terlibat dalam sindikat mafia penempatan pekerja migran Indonesia secara ilegal.

Karena hal tersebut hingga saat ini, ia menilai penegakan hukum terhadap aktor intelektual terkait sindikat Pekerja Ilegal masih sangat lemah.

Undang-undang TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang) Nomor 21 tahun 2007 dengan sanksi penjara hingga 15 tahun denda Rp15 miliar, kemudian gugus tugas TPPO yang melibatkan 24 kementerian lembaga dinilainya masih belum mampu menuntaskan kasus ini.

Selama ini, penindakan hukum baru sebatas kecil dari kasus ini.

Hal tersebut karena menurutnya ada keterlibatan oknum - oknum tidak bertanggung jawab di kementerian dan lembaga.

"Saya sempat katakan kepada Pak Mahfud Menkopolhukam, mandul pak, kalau semua Kementrian Lembaga memiliki komitmen yang kuat pada merah putih, dan anak-anak bangsa, saya yakin ini hal mudah, kita sudah tau modusnya seperti apa, pintu keluarnya lewat mana," katanya.

"Bila ada tertangkap, kita cari calo nya siapa, kalau calo yang tertangkap, kita cari tau dia dapat uang dari bandar siapa, ini hal yang tidak sulit dilakukan oleh penegak hukum, tetapi saya sampaikan tadi, bila institusi berkomitmen merah putih, tetapi bila bicara oknum, yang brengsek berkeliaran ada dimana-mana dan bahkan mereka bersekongkol dengan penjahat, ini butuh komitmen saja," lanjutnya.

Pihaknya sendiri sudah menyerahkan sejumlah nama yang merupakan bandar PMI Ilegal di Batam, dan berharap aparat penegak hukum dapat segera mengambil tindakan.

Kepala BP2MI Sebut Ada Oknum di Kelembagaan yang Terlibat dalam Sindikat Penempatan PMI Ilegal

Terpisah Ketua Serikat Buruh Migran Kabupaten Sambas Sunardi mengungkapkan perlindungan pekerja migran di Kabupaten Sambas masih lemah.

Hal itu terjadi karena masih maraknya sistem calok dalam merekrut pekerja dari Indonesia khususnya Kabupaten Sambas untuk dibawa ke luar Negeri, misal negara tetangga Malaysia.

"Masih marak calok ketika perusahaan dari Malaysia hendak merekrut pekerja dari Indonesia. Mereka berkongkalikong mencari keutungan untuk memperkejakan pekerja dari Indonesia. Misal dari Sambas," jelas Sunardi kepada Tribun Pontianak.

Sehingga lanjut dia, tidak sedikit pekerja migran dari Kabupaten Sambas ketika baru datang di tempat bekerja sudah menanggung hutang kepada bosnya.

"Jadi mereka ini sebenarnya sudah membayar passport sendiri, perjalanan ke Malaysia berangkat dengan uang sendiri tetapi ketika sampai di tempat bekerja sudah menanggung hutang di Malaysia," jelasnya.

Dia mengatakan banyak pekerja migran yang mengeluh dan hilang semangat ketika realita itu terjadi.

"Jadi ini disebabkan lantaran masih banyaknya calok yang menjadi agen agen perekrut pekerja untuk di bawa ke Malaysia tetapi mereka mencari keuntungan lebih," katanya.

Di sisi lain, menurut Sunardi pihak Pemerintah Malaysia harus tegas dalam menerapkan regulasi terkait pekerja migran dari Indonesia sehingga para pekerja migran Indonesia tidak dirugikan.

"Pemerintah Malaysia juga harus tegas menerapkan regulasi dan pengawasan, sisi Pemkab Indonesia juga sama harus tegas dalam menjalankan aturan, jangan sampai masih banyak PMI yang ilegal," jelasnya.

Ikuti Terus Berita Terupdate Seputar Kota Pontianak Hari Ini Di sini 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved