Alasan Kuat Harga BBM Subsidi Pertalite dan Solar di SPBU Pertamina Wajib Diturunkan

APBN bisa jadi tidak terdesak seperti tahun lalu. Namun, revisi Perpres No 191/2014 dinilai tetap diperlukan.

Editor: Rizky Zulham
Dok. Pertamina
Ilustrasi SPBU Pertamina. Alasan Kuat Harga BBM Subsidi Pertalite dan Solar di SPBU Pertamina Wajib Diturunkan. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Sejumlah alasan kuat mengapa harga BBM Subsidi seperti Solar dan Pertalite wajib turun di semua SPBU Pertamina.

Revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak masih belum jelas.

Padahal revisi aturan tersebut diperlukan agar subsidi bahan bakar minyak bisa lebih tepat sasaran.

Saat harga minyak mentah melambung hingga lebih dari 100 dollar AS per barel tahun lalu, negara ”kerepotan” karena subsidi energi yang bersumber dari APBN membengkak.

Salah satu langkah yang diambil saat itu adalah menaikkan harga Pertalite dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter.

Di sisi lain, diungkapkan juga bahwa penyaluran subsidi BBM selama ini belum tepat sasaran.

Harga BBM Resmi Turun Hari Ini, Bandingkan Harga Minyak Subsidi di SPBU Pertamina, BP AKR dan Shell

Sementara saat ini, harga minyak mentah, jenis Brent, misalnya, relatif stabil berkisar 75-85 dollar AS per barel sejak awal 2023.

APBN bisa jadi tidak terdesak seperti tahun lalu. Namun, revisi Perpres No 191/2014 dinilai tetap diperlukan.

Sebab, jika tidak, sampai kapan pun subsidi energi di Indonesia berpotensi tidak tepat sasaran.

Peneliti Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep) Akmaluddin Rachim mengatakan, perubahan diperlukan agar lebih rinci siapa yang berhak menerima BBM subsidi atau kompensasi.

Oleh karena itu, landasan hukum, berupa revisi perpres, diperlukan.

Akmaluddin pun berharap pemerintah tidak menunggu momentum, baik menunggu harga minyak mentah naik kembali maupun terkait aspek tahun politik.

”Jangan sampai menunggu momentum demi kebijakan populis. Diperlukan kebijakan yang substansial bagi masyarakat,” ujarnya saat dihubungi di Jakarta, Minggu 7 Mei 2023.

Di sisi lain, imbuh Akmaluddin, kajian regulasi juga harus benar-benar matang.

Setelah itu, kementerian/lembaga atau pihak yang memprakarsai revisi perpres itu harus benar-benar aktif menanyakan perkembangan kemajuannya. Jika tak terlaksana, problem hanya akan berulang saat harga energi berfluktuasi.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved