Lokal Populer

Cabut Izin Apotek yang Melanggar Aturan Terkait Penjualan Antibiotik Sembarangan Tanpa Resep Dokter

Gubernur Kalbar sudah mengeluarkan Surat Edaran (SE) terkait pencegahan resistensi Antibiotik di Kalbar

Penulis: Anggita Putri | Editor: Tri Pandito Wibowo
TRIBUNPONTIANAK/TRI PANDITO WIBOWO
Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji turut hadir pada acara yang bertajuk Pekan Peduli Resistensi Antimikroba se Dunia, di Pendopo Gubernur Kalimantan Barat, Pontianak, Rabu 30 November 2022. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji mengatakan tak akan segan mencabut izin bagi Apotek yang masih berani melanggar aturan yang telah dikeluarkan terkait pembelian atau pemberian antibiotik sembarangan tanpa resep dokter.

Seperti diketahui bahwa Gubernur Kalbar sudah mengeluarkan Surat Edaran (SE) terkait pencegahan resistensi Antibiotik di Kalbar yang tertuang dalam SE Gubernur Kalbar 442/245/SDK-A/DINKES yang dikelarkan sejak 27 Februari 2019.

“Mengenai SE ini sudah kita keluarkan sejak Februari 2019. Dimana ditegaskan tidak boleh menjual obat salah satunya misalnya antibiotik sembarangan, karena antibiotik itu harus dengan resep dokter dan penggunaannya kalau dokter bilang tiga hari maka tiga hari itu harus dihabiskan, dilihat juga dari sisi pemakaiannya, dan dari sisi peredarannya,”tegas Sutarmidji.

Hal itu disampaikannya usai menghadiri acara Pekan Peduli Resistensi Antimikroba se- Dunia, (World Antimicrobial Awareness Week / WAAW) Tahun 2022, di Pendopo Gubernur Kalbar, Rabu 30 November 2022.

Harap Festival Danau Sentarum Berjalan Lancar dan Diberikan Keselamatan

Ia mengatakan juga sering mendengarkan pengalaman terkait beberapa operasi kelainan jantung di Amerika. Kemudian ia bertanya, yang mana salah satu penyebabnya itu, karena akibat mengonsumsi obat antibiotik yang sembarangan.

“Sehingga dengan kasus-kasus yang timbul seperti misalnya kasus gagal ginjal kemarin itu, kedepan Balai POM yang harus berperan penting. Kalau saya sekalipun herbal, seperti herbal Cina itu masih dibolehkan beredar, padahal ada kandungan zat kimia obat,”ujarnya

Menurut pemahamannya, setiap obat apapun yang mengandung zat kimia. Maka obat itu menjadi ranahnya apoteker, baik penggunaannya dan sebagainya.

“Jadi ini tidak tergantung sedikit besarnya kandungan kimia obatnya, tetapi asal ada kandungan kimia obat itu ranahnya apoteker supaya konsumsi obat dan peredaran obat itu terkendali,”jelasnya.

Maka dengan adanya SE tersebut untuk dilapangan dilakukannya pengawasan.

“Maka jangan coba-coba kalau masih melanggar. maka izin-izin mereka bisa kita cabut. Mereka sudah tau kalau saya mengeluarkan surat edaran itu pasti serius,” tutupnya.

Pada acar tersebut juga diserahkan, Penghargaan sebagai Apresiasi dari Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia Kepada Gubernur Kalimantan Barat, karena berhasil dalam mengendalikan dan mencegah resistensi antimikroba di Kalbar.

Pemberian penghargaan dari Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia kepada Pengurus Daerah Ikatan Apoteker Indonesia Kalbar, karena komitmen dan bekerja sama dengan Pemprov Kalbar dalam upaya pencegahan resistensi antimikroba di Kalbar.

Setelah itu sekaligus melakukan Penandatanganan Komitmen Indonesia Bebas Resistensi Antibiotika (Bersama kendalikan resistensi antimikroba melalui penyaluran, penyerahan dan pengunaan Antibiotika yang Baik dan Benar).

Dukungan Potensi SAR Dibutuhkan Dalam Kondisi Tanggap Darurat

Surat Edaran

Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji menjadi Gubernur pertama di Indonesia yang mengeluarkan Surat Edaran (SE) terkait pencegahan resistensi Antibiotik di Kalbar yang tertuang dalam SE Gubernur Kalbar 442/245/SDK-A/DINKES yang dikelarkan sejak 27 Februari 2019.

Hal itu disampaikan oleh Ketua Umum PP IAI, apt. Noffendri, usai menghadiri acara Pekan Peduli Resistensi Antimikroba se- Dunia, (World Antimicrobial Awareness Week / WAAW) Tahun 2022, di Pendopo Gubernur Kalbar, Rabu 30 November 2022.

Adapun tema yang diangkat yakni “Preventing Antimicrobial Resistance Together”, yang digelar oleh Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia Pusat berkolaborasi dengan Pengurus Daerah IAI Kalbar, dengan kegiatan Puncak WAAW yang dipusatkan di Kota Pontianak, sekaligus pemberian perhargaan kepada Daerah yang berprestasi dalam mengkampanyekan kesadaran resistensi antimikroba.

Selain itu, dirangkaikan dengan Talkshow dengan menghadirkan pembicara dari berbagai stakeholder yaitu apt Dina Sintia Pamela selaku Direktur Pengelolaan dan Pelayanan Kefarmasian Kemenkes Ri, dari BPOM RI apt Ferry Tri Aryati selaku Koordinator Pengawas Pemasukan Obat Jalur Khusus, Bahan Obat dan NPP.

Selanjutnya dari WHO Indonesia yakni Nora Nindi Arista National Proffesional Officer AMR Unit WHO, drh Gunawan Budi Utomo Senior Technical Advisor for Value Chain and AMR FAO Ectad Indonesia, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat drg Hary Agung Tjahyadi , dan Ketua Umum PP IAI, apt. Noffendri.

Talkshow berlangsung dipandu oleh apt Sukir Satrija Djati, sebagai anggota Bidang Pengabdian Masyarakat PP IAI.

Noffendri menyampaikan sangat mendukungan dengan adanya SE dari Gubernur Kalbar ini, karena ini satu-satunya surat edaran dari gubernur yang ada di Indonesia terkait larangan penyerahan antibiotik tanpa resep dokter.

Dikatakannya, seperti yang disampaikan oleh Ketua PD IAI Kalbar, Yanieta Arbiastutie di dalam kata sambutannya kasu yang terjadi se-Indonesia mencapai 700 ribu per tahun akibat fatal penggunaan antibiotik tanpa resep dokter, karena resistensi antibiotik.

“Sehingga dengan adanya kebijakan Pak Gubernur Kalbar ini sangat strategis. Karena dengan SE ini, kemudian di support oleh Diskes, Balai POM di Pontianak,”ujarnya.

Kemudian dengan adanya SE tersebut, regulasi ini bisa ditegakkan, yang menhadikan kebijakan ini luar biasa.

“Tujuan ini juga untuk menyelamatkan masyarakat Indonesia, berarti Pak Gubernur tujuannya adalah untuk menyelamatkan masyarakatnya di Kalbar,”ujarnya.

Sehingga dikatakannya, Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) sangat mensupport apa yang sudah ditugaskan oleh Gubernur Kalbar.

“Jadi di Kalbar tidak boleh ada lagi apotek menyerahkan antibiotik tanpa resep dokter. Kemudian dari hasil riset BPOM di pusat itu menyatakan penurunan yang sangat signifikan penyerahan antibiotik tanpa resep di Provinsi Kalimantan Barat. Ini tentunya demi kepentingan masyarakat Kalbar,”ungkapnya.

Ia megatakan walaulun bentuknya hanya surat edaran tetapi ini sudah sukses, tidak perlu peraturan yang lebih tinggi.

Artinya masyarakat juga paham bahwasanya ini untuk kepentingan bersama, kemudian support sistemnya dari Diskes, Balai POM, PD IAI Kalbar yang turut bekerjasama mensupport edaran dari Gubernur Kalbar.

“Pak Gubenur juga akan melangkah ke tahapan berikutnya terkait peredaran-peredaran obat yang di luar sistem, karena beliau sangat mendukung semestinya obat itu hanya beredar di masyarakat itu hanya melalui dua, yaitu antara apotek atau toko obat. Ini kita bicara diluar obat yang ada dirumah sakit atau klinik dan di puskesmas,”ujarnya.

Surat Edaran (SE) terkait pencegahan resistensi Antibiotik di Kalbar yang tertuang dalam SE Gubernur Kalbar 442/245/SDK-A/DINKES yang dikelarkan sejak 27 Februari 2019 merupakan wujud Diskes Provinsi menindaklanjuti kesepakatan dalam pertemuan evaluasi pelayanan kefarmasian pada Oktober 2018.

Yang mana dihadiri Diskes Kabupaten Kota, IAI, GP Farmasi, Balai POM yang berkomitmen untuk menertibkan penjualan antibiotik di apotek, dan dengan keseriusan semua pihak mengimplementasikan SE tersebut.

Ditempat yang sama, Ketua PD IAI Kalbar, Yanieta Arbiastutie mengatakan Kalbar menjadi contoh bagi provinsi lain yang berhasil menerapkan SE Gubernur yang bisa menurunkan penggunaan antibiotik secara bebas tanpa resep dokter.

“Hal ini kita lihat dari data yang disampaikan Menkes bahwa terjadi penurunan signifikan dengan telah keluarnya SE tersebut dengan pembelian antibiotik secara bebas di apotek khususnya,”ungkap Yanieta.

Selain itu, PD IAI Provinsi juga selalu mengadakan edukasi kepada masyarakat khususnya, untuk mencegah resistensi anti microba di Kalbar.

Pertama mereka harus membeli ditempat pelayanan farmasi yang memiliki izin seperti apotek dan rumah sakit, kedua penggunaan antibiotik tidak boleh berulang tanpa resep dokter.

Ketiga, penggunaan antibiotik harus dihabiskan kalau tidak dihabiskan maka ketepatan sasaran penggunaan obatnya bisa tidak tepat.

“Itulah salah satu satu cara mencegah resistensi anti microba di Kalbar,” pungkasnya.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved