Lokal Populer

Goresan Tinta Merah Isi Surat Anak Bawah Umur Korban Dugaan Rudapaksa Ayah Tiri

Saya ingin ayah tiri saya dipenjara, mati saja kalau bisa. Saya masih merasa sangat sangat sedih hingga detik ini, dunia tidak adil

Penulis: Ferryanto | Editor: Tri Pandito Wibowo
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/Ferryanto
Dewi Ari Purnawati, SH penasehat hukum korban remaja putri berusia 13 tahun yang diduga dicabuli ayah tirinya di Kota Pontianak. Selasa 1 November 2022. Tribun Pontianak Ferryanto. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Seorang dosen di Kota Pontianak diduga tega memperkosa putri tirinya yang baru berusia 13 tahun berkali - kali sejak bertahun lalu.

Perkosaan itu diduga dilakukan sang ayah sejak 2019 setelah satu bulan pelaku menikah dengan sang ibu korban hingga tahun 2022 ini.

Kasus ini sendiri terkuak saat beberapa waktu lalu Ketua Yayasan Nanda Dian Nusantara Devi Tiomana menjadi pembinaan upacara di salah satu SMP di kota Pontianak.

Setelah menjadi pembina upacara, sang anak kemudian mendatanginya dengan menangis dan menceritakan kasus pemerkosaan yang ia alami.

Satarudin Sebut Kehadiran KPAD Pontianak Urgensi Melihat Permasalahan Anak di Kota Pontianak

Kemudian, Devi Tiomana langsung berkoordinasi dengan Pengacara Dewi Ari Purnamawati sebagai penasehat hukum atas kasus yang dialami sang anak.

Sang anakpun kemudian menuliskan surat kepada Dewi Untuk meminta bantuannya.

Dalam surat yang ia tulis menggunakan tinta merah dalam secarik kertas pada tanggal 16 Oktober 2022, korban mengaku sangat sedih bahwa sang ibu yang ia harap dapat menjadi pelindung dan memberi keadilan atas apa yang ia alami malah ingin menyelesaikan kasus dengan damai.

"Saya (red bukan nama asli) sedih, dendam, marah kesal pada apa yang saya dapat, saya tidak suka dengan mama yang masih sering kerumah ayah tiri,saya sangat muak dengan hidup saya dapat,"tulis gadis kecil berusia 13 tahun dalam suratnya.

"Saya ingin ayah tiri saya dipenjara, mati saja kalau bisa. Saya masih merasa sangat sangat sedih hingga detik ini, dunia tidak adil Bu, saya iri dengan anak yang mendapatkan hidup yang bahagia," tulisnya.

"Saya ingin ini semua cepat selesai, saya butuh ketenangan, ketenangan yang saya inginkan kan sangat jauh, saya hanya ingin keadilan dan ketenangan," harap Gadis kecil itu.

"Sang anak yang menulis surat tersebut yang ingin perkaranya terus berjalan, saya sudah tanyakan, ini ayah tiri kamu, bila dia dipenjara apakah kamu tidak malu, dia mengatakan tidak Bu, dia sudah menghancurkan saya, saya yang merasakan, saya sakit,"ujar Dewi Ari Purnawati, SH menirukan apa yang disampaikan korban, Selasa 1 November 2022.

Berdasarkan hal tersebut, iapun langsung menghubungi ibu kandung korban untuk memberitahukan hal tersebut dan mengambil langkah hukum, dak mulanya sang ibu menyetujui langkah tersebut m

Dari cerita sang korban, Dewi mengatakan bahwa pelaku telah menyetubuhi korban sejak satu bulan pelaku menikah dengan ibu korban, dan hal itu dilakukan sang ayah tiri setiap ada kesempatan dimana sang ibu tidak ada di rumah.

Karena muak dengan kejahatan sang ayah tiri, korban menyampaikan bahwa dirinya berusaha terus menghindari sang ayah tiri, dengan menunggu sang ibu pulang mengajar terlebih dahulu barulah dirinya berani pulang.

Pencabulan terhadap korban pun dikatakannya berulang, hingga akhirnya pada Korban bertemu dengan Devi Tiomana saat menjadi pembina upacara, kemudian pengaduan ke Polresta Pontianak pada bulan September 2022.

Pengaduan itupun disertai dengan bukti visum terhadap korban.

Saat pertama mengetahui nasib korban, kemudian Yayasan Nanda Dian Nusantara bersama Dewi mengajukan perlindungan khusus kepada korban dari Pemerintah Kota Pontianak agar korban menjauh dari sang ayah tiri dan mendapatkan keamanan.

Namun, beberapa waktu lalu korban ditarik kembali oleh sang ibu dari Perlindungan Khusus tersebut, dan hal tersebut yang membuat pihaknya bertanya, mengapa sang ibu menarik sang anak dari perlindungan khusus.

Sejak dilaporkan pada bulan September 2022 lalu, kasus tersebut dikatakan Dewi masih bergulir di Polresta Pontianak dan belum ada penetapan tersangka

Laporkan ke Propam

Ketua Jaringan Perlindungan Anak Kalimantan Barat Devi Tiomana melaporkan 5 orang personil Polresta Pontianak ke Propam Presisi serta Bidang Propam Polda Kalbar atas dugaan ketidakprofesionalan dalam menangani sejumlah kasus perkara anak.

Hal tersebut disampaikan Devi Tiomana kepada awak media saat ditemui di jalan Suprapto Pontianak, Selasa 1 November 2022.

Saat ini ada 3 kasus yang menjadi sorotan utama pihak JPA, pertama kasus pencabulan atas korban berinisial M (13) dimana korban merupakan siswi SMP yang diduga dicabuli oleh seorang pria dewasa yang dikenalnya melalui aplikasi media sosial Tinder di suatu hotel yang ada di jalan Gajahmada Pontianak.

Kedua, kasus pencabulan yang dialami seorang siswi SMP di Kota Pontianak berinisial NA (13), korban diduga dicabuli oleh ayah tirinya yang diduga merupakan oknum dosen di Kota Pontianak.

Kasus ketiga yakni, pencabulan yang dialami seorang siswa SMP berinisial NM yang diduga dicabuli oleh pamannya sendiri.

Ketiga kasus tersebut hingga kini masih dalam proses di Polresta Pontianak dan petugas belum menetapkan tersangka.

"Sebenarnya bila tidak ada unsur intervensi, penangan kasus anak cepat, kenapa begitu lama, saya sudah berkoordinasi dengan Jaksa, jaksa heran kenapa begitu lama berkas dikirim, padahal unsur pidana semuanya sudah terpenuhi,"ujarnya.

Saat ini ditegaskan Devi pihaknya telah melaporkan 5 nama anggota Polresta Pontianak ke Divisi Propam Polri atas dugaan ketidak profesionalan dalam menjalankan tugas.

"Kita melaporkan ke Divisi Propam melalui Aplikasi Propam Persisi, dan sampai saat ini sudah ada 5 nama yang kita laporkan karena tidak profesional dalam menjalankan tugasnya sebagai penyidik anak," ungkap Devi Tiomana.

Devi Tiomana mengatakan bahwa Negara membutuhkan Polisi, namun ia berharap oknum anggota yang tidak profesional menjalankan tugasnya dapat dibersihkan.

Terpisah, Kasat Reskrim Polresta Pontianak Kompol Indra Asrianto menyampaikan bahwa pihaknya selalu serius menangani berbagai kasus pidana yang ada, khususnya pidana anak.

"Kami disini harus profesional dalam artian, dalam menangani perkara minimal kami memiliki dua alat bukti yang cukup, untuk menetap seseorang sebagai tersangka,"ujarnya.

Terkait berbagai kasus yang sudah dilaporkan dan tengah ditangani, Kompol Indra menjelaskan seluruh proses masih berjalan, tidak ada yang berhenti / stagnan.

Penyidik masih mengumpulkan dua alat bukti yang cukup untuk meningkatkan status terlapor atau terduga pelaku ke penetapan tersangka.

"Penyidik tengah mengumpulkan alat bukti, jadi penyidik benar - benar serius dalam menangani perkara tersebut, artinya semuanya sesuai dengan tahapan atau SOP yang berlaku, sehingga dalam prosesnya tidak salah dalam penanganannya,"jelasnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved