Daftar Sanksi Untuk Apotek yang Masih Menjual Obat Sirup

Dalam hal ini, BPOM mengaku telah menetapkan batas maksimal EG dan DEG pada kedua bahan tambahan tersebut sesuai standar internasional.

TRIBUNPONTIANAK/Muhammad Rokib
Sejumlah warga tanpak antre di apotek Agung Jalan Jl. Khw. Hasyim, Kelurahan Sungai Jawi Dalam, Kecamatan Pontianak Kota, Kota Pontianak, Kalimantan Barat. Kemenkes mengeluarkan intruksi baru soal obat sirup 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Kementerian Kesehatan menginstruksikan semua apotek agar tidak menjual obat bebas ataupun obat bebas terbatas dalam bentuk cair untuk sementara waktu atau lebih dikenal obat sirup.

Instruksi ini menyusul merebaknya kasus gangguan ginjal akut misterius atau gangguan ginjal akut progresif atipikal yang menyerang anak-anak, umumnya balita.

Instruksi itu tertuang dalam Surat Edaran (SE) Nomor SR.01.05/III/3461/2022 tentang Kewajiban Penyelidikan Epidemiologi dan Pelaporan Kasus Gangguan Ginjal Akut Atipikal (Atypical Progressive Acute Kidney Injury) pada Anak.

Instruksi yang ditandatangani oleh Plt Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Murti Utami itu juga meminta agar para nakes tidak meresepkan obat dalam bentuk cair untuk sementara waktu.

"Tenaga Kesehatan pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan untuk sementara tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk sediaan cair/syrup sampai dilakukan pengumuman resmi dari Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," sebutnya.

Sementara itu, apabila sudah ditemukan gangguan ginjal akut pada anak, fasyankes harus merujuk pasien tersebut ke rumah sakit yang memiliki dokter spesialis ginjal anak dan fasilitas hemodialisis atau cuci darah anak.

Kasus Gagal Ginjal Akut, Dinkes Sambas Konsultasikan Instruksi Penyetopan Penjualan Sirup di Apotek

Rujukan perlu dilakukan bila fasyankes tidak memiliki fasilitas ruangan intensif berupa High Care Unit (HCU) dan Pediatric Intensive Care Unit (PICU).

"Penatalaksanaan pasien oleh rumah sakit mengacu pada Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02/I/3305/2022 tentang Tata Laksana dan Manajemen Klinis Gangguan Ginjal Akut Atipikal Pada Anak di Fasilitas Pelayanan Kesehatan," tulis instruksi.

Di sisi lain, fasyankes bersama dinas kesehatan (dinkes) setempat perlu memberikan edukasi agar orangtua lebih waspada, utamanya jika memiliki anak dengan usia di bawah 6 tahun yang memiliki gejala gangguan ginjal.

Gejala yang perlu diwaspadai adalah penurunan volume atau frekuensi urine maupun tidak ada urine, dengan atau tanpa demam/gejala prodromal lain.

Jika ditemukan gejala tersebut, segera menuju ke klinik, rumah sakit, ataupun fasilitas kesehatan lain terdekat.

Selain itu, untuk pencegahan, orangtua yang memiliki anak terutama usia balita untuk sementara tidak mengonsumsi obat-obatan yang didapatkan secara bebas tanpa anjuran dari tenaga kesehatan yang kompeten sampai dilakukan pengumuman resmi dari pemerintah.

"Perawatan anak sakit yang menderita demam di rumah lebih mengedepankan tata laksana non farmakologis seperti mencukupi kebutuhan cairan, kompres air hangat, dan menggunakan pakaian tipis," jelas instruksi.

Kadiskes Kota Pontianak Pastikan Sudah Sampaikan Intruksi Kemenkes Kepada Apotek dan Faskes

Anggotanya untuk melaksanakan pengecekan ke Apotik dan Toko Obat yang ada di Kota Singkawang, Senin 6 September 2021. Kemenkes mengeluarkan intruksi agar Apotek tak menjual obat berbentuk cair atau sirup
Anggotanya untuk melaksanakan pengecekan ke Apotik dan Toko Obat yang ada di Kota Singkawang, Senin 6 September 2021. Kemenkes mengeluarkan intruksi agar Apotek tak menjual obat berbentuk cair atau sirup (Dok. Polres Singkawang)

Daftar sanksi untuk Apotek

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pun bakal memberikan sanksi kepada produsen obat sirop yang masih mengandung cemaran dietilen glikol (DEG) dan etilen glikol (EG) dalam produknya.

BPOM menegaskan sesuai dengan peraturan dan persyaratan registrasi produk obat, BPOM telah menetapkan persyaratan bahwa semua produk obat sirup untuk anak maupun dewasa, tidak diperbolehkan menggunakan EG dan DEG.

Namun demikian EG dan DEG dapat ditemukan sebagai cemaran pada gliserin atau propilen glikol yang digunakan sebagai zat pelarut tambahan.

Dalam hal ini, BPOM mengaku telah menetapkan batas maksimal EG dan DEG pada kedua bahan tambahan tersebut sesuai standar internasional.

"Untuk produk yang melebihi ambang batas aman akan segera diberikan sanksi administratif berupa peringatan, peringatan keras, penghentian sementara kegiatan pembuatan obat, pembekuan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), pencabutan sertifikat CPOB, dan penghentian sementara kegiatan iklan, serta pembekuan izin edar dan atau pencabutan izin edar," demikian kata BPOM dikutip dari laman resmi, Rabu 19 Oktober 2022

Sebagai informasi, berdasarkan data IDAI, terdapat 192 kasus gangguan ginjal akut misterius di 20 provinsi hingga Selasa 18 Oktober 2022.

Data ini berasal dari cabang IDAI yang dia terima dan merupakan kasus kumulatif sejak Januari 2022.

Perinciannya, 2 kasus pada Januari, 2 kasus di bulan Maret, 6 kasus pada bulan Mei, 3 kasus pada Juni, 9 kasus di bulan Juli, 37 kasus di bulan Agustus, dan 81 kasus di bulan September.

Menurut sebarannya, kasus gangguan ginjal akut (acute kidney injury/AKI) paling banyak tersebar di DKI Jakarta dengan total mencapai 50 kasus.

Diikuti Jawa Barat sebanyak 24 kasus, Jawa Timur 24 kasus, Sumatera Barat 21 kasus, Aceh 18 kasus, dan Bali 17 kasus, sedangkan provinsi lainnya berkisar antara 1-2 kasus.

Penderita masih didominasi oleh bayi di bawah usia lima tahun (balita). (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Gangguan Ginjal Akut Merebak, Kemenkes Instruksikan Apotek Setop Jual Obat Sirup

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved