Penyandang Tunarungu Berharap Pemerintah Menyediakan Penerjemah Bahasa Isyarat Pada Layanan Umum.
Willy Halim mulai menceritakan pengalamannya saat mengurus penggantian kartu KTP yang baru dikarenakan KTP yang lama sudah rusak.
Penulis: Ferlianus Tedi Yahya | Editor: Jamadin
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Diketahui tidak semua Tunarungu mengerti dan paham berbahasa Indonesia. Pada kesempatan ini Tribun Pontianak melakukan survei terhadap warga penyandang Tunarungu yang berada di kota Pontianak, Kamis 25 Agustus 2022 malam.
Setelah menemukan kontak warga penyandang Tunarungu tribun pontianak diajak bertemu di warung kopi milik salah satu narasumber, dan bersedia menceritakan pengalamannya
Pada pertemuan itu turut hadir juga Irfan Fahmi sebagai penerjemah bahasa isyarat. Narasumber saat itu bernama Willy Halim dan Figo Auril Zaki.
Willy Halim mulai menceritakan pengalamannya saat mengurus penggantian kartu KTP yang baru dikarenakan KTP yang lama sudah rusak.
"Dulu pernah saya ngurus KTP baru, karena yang lama itu sudah rusak, saya berkomunikasi via tulisan di handphone dan saya tunjukan ke petugas, " tutur willy yang diterjemahkan oleh Irfan Fahmi menggunakan bahasa isyarat.
• Ajak Penyandang Tunarungu Bicara, Aksi Tri Rismaharini Dikritik: Jangan Membuat Mereka Tertekan
Sebelum berangkat ia menayangkan kepada orang tuanya terlebih dahulu langkah-langkah apa saja yang akan ia lakukan sesampainya di kantor capil.
"Mama bilang ke saya, harus isi formulir, bawa Kartu Keluarga, dan lain sebagainya, dan itu saya lakukan, " tuturnya.
Dengan adanya pengetahuan tentang berbahasa Indonesia, ia juga mengatakan tak menemukan kesulitan dalam keseharian, seperti saat membeli obat di warung.
"Kalau saya, langsung beli sendiri kalau cuma sakit flu, saya pergi ke warung dan berkomunikasi dengan tulisan dan bahasa tubuh saja mereka sudah mengeri," tuturnya.
Berbeda jika harus menemui dokter khusus, misalnya pada saat di rumah sakit, ia selalu ditemani oleh orangtuanya.
Di bidang pendidikan ia juga menceritakan pengalamannya, pada saat TK ia belum mengetahui bahasa Indonesia dengan baik, setelah masuk Pendidikan Dasar ia belajar berbahasa, dan mulai mengerti.
"Saat SD saya baru bisa berbahasa Indonesia dengan baik hingga SMP, dan setelah itu tidak melanjutkan pendidikan lagi, karena fokus untuk buka usaha juga sebagai fotografer, " tuturnya.
Ia juga menjelaskan bahwa tidak semua teman-teman tunarungu itu bersekolah di sekolah khusus SLB, tapi ada juga yang bersekolah di sekolah umum, tergantung dari anak itu sendiri.
Namun kebanyakan diantaranya banyak teman-temannya dari sekolah umum tidak bertahan lama dan pindah ke sekolah SLB.
"Ada juga teman-teman tunarungu yang sekolah umum, tapi kebanyakan mereka mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran, menulis, dan akhirnya memilih untuk pindah, " tuturnya.
Untuk sekolah SLB sendiri ia mengaku kurang puas, karena masih terdapat beberapa guru yang menurutnya masih kurang dalam menjelaskan.
Tak sampai disitu, ia juga menceritakan pengalaman pahit yang dialami saat masih TK, dirinya pernah mendapatkan perkataan bodoh oleh gurunya dan dengan sedikit menyentuh kepalanya.
"Dulu waktu TK pernah saya rasakan pengalaman yang tidak terlupakan, saat itu saya dikatain bodoh sama guru saya, dengan tangan yang sedikit menyentuh kepala saya, itu sedih sih," tuturnya.
Dan pengalamannya dalam pertemanan, ia juga sempat merasakan hal tak terlupakan, mendapatkan bullying dari teman-temannya.
"Dulu teman-teman sering buli saya, dan mengejek saya, " tuturnya.
Hal senada juga diceritakan Figo Auril Zaki dimana pada saat masih kecil selalu mendapatkan bullying dan dijauhi oleh teman-temannya.
"Waktu kecil saya juga pernah di buli dan dijauhi oleh teman-teman saya, bahkan teman-teman tunarungu yang senior juga menjauhi saya, " tutur Figo kepada Irfan Fahmi.
Begitu pula saat ia mencoba untuk berbaur dengan teman-teman lain yang bisa mendengar, teman-temannya justru menjauhinya dikarenakan takut ketularan tuli.
"Pernah juga dulu mencoba untuk berbaur bersama teman-teman dengar, mereka malah menjauhi saya karena takut ketularan tuli kata mereka, " tuturnya.
Kendati demikian ia juga selalu berfikir positif dan terus melangkah maju tanpa memperdulikan ejekan dari teman-temannya, dengan cara meninggalkan lingkungan pertemanan yang menurutnya bisa menjatuhkan mental dan semangatnya.
Mereka juga menyampaikan harapannya kepada pemerintah untuk menyediakan akses seperti penterjemah kepada warga yang mempunyai keterbatasan dalam menyampaikan pesan di setiap layanan publik.
"Harapan saya kedepannya, pemerintah bisa memberikan pelatihan khusus terhadap petugas layanan publik, agar terwujudnya akses di layanan umum, dan terciptanya juru bahasa isyarat di layanan publik, " tuturnya.
"Saya harap pemerintah bisa memberikan layanan bahasa isyarat dan pendidikan yang setara sama seperti masyarakat pada umumnya, kemudian masyarakat dan pemerintah bisa ramah kepada teman-teman tuli, dan tidak mendiskriminasi, " tambahnya.