Melihat Tradisi Masyarakat Jawa dan Sunda Memperingati Malam 1 Suro atau Tahun Baru Hijriah

Melihat tradisi masyarakat Jawa dan Sunda dalam memperingati malam 1 Suro atau Tahun Baru Islam.

Editor: Rizky Zulham
Instagram
Ucapan Selamat Tahun Baru Islam - Melihat Tradisi Masyarakat Jawa dan Sunda Memperingati Malam 1 Suro atau Tahun Baru Hijriah. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Melihat tradisi masyarakat Jawa dan Sunda dalam memperingati malam 1 Suro atau Tahun Baru Islam.

Masyarakat Jawa menyebut Tahun Baru Islam atau 1 Muharram dengan istilah Malam Satu Suro.

Tahun ini, malam satu Suro atau 1 Muharram 1444 Hijriah jatuh pada 30 Juli 2022.

Tradisi Malam Satu Suro di Jawa

Masyarakat di sejumlah daerah di Jawa menggelar berbagai tradisi dalam memperingati Malam Satu Suro.

Misalnya, di Solo, perayaan satu Suro dirayakan dengan kirab atau karnaval dengan satu hewan yang dianggap keramat, yakni kebo (kerbau) bule.

Apa Hukum Merayakan Tahun Baru Islam?

Kebo bule dianggap keramat karena merupakan pusaka milik keraton. Kebo bule ini memiliki nama Kiai Selamet.

Dalam Babad Solo karya Raden Mas (RM) Said, leluhur kebo bule adalah hewan klangenan atau kesayangan Paku Buwono II sejak istananya masih berada di Kartasura.

Sementara di Yogyakarta, perayaan Malam Satu Suro diperingati dengan kirab keris dan benda pusaka.

Iring-iringan ini dilakukan pada malam hari dengan tujuan memperoleh ketentraman batin dan keselamatan.

Selama kirab berlangsung, peserta melakukan Tapa Bisu atau mengunci mulut, yakni tidak mengeluarkan sepatah kata pun selama ritual ini berlangsung.

Tapa Bisu semacam refleksi diri atas apa yang sudah dilakukan selama setahun penuh, serta persiapan menghadapi tahun baru keesokan harinya.

Pada malam satu Suro juga kerap diisi dengan ritual pembacaan doa dari semua umat yang hadir dalam perayaan itu

Tujuannya untuk mendapatkan keberkahan hidup dan menangkal datanganya marabahaya.

Kapan Libur Tahun Baru Islam 2022? Kini Serentak Muhammadiyah, Kemenag Tetapkan 1 Muharram 1444 H

Tradisi Suro masyarakat Sunda

Berbeda dengan Jawa, tradisi Sunda tidak mengenal peringatan malam satu Suro.

Budayawan Sunda yang juga anggota DPR RI Dedi Mulyadi menjelaskan, memang tradisi Tahun Baru Islam di masyarakat Sunda terpengaruhi oleh tradisi Jawa.

Hanya saja, masyarakat Sunda tidak mengenal Malam Satu Suro, melainkan 10 Muharram.

"Tapi kalau Satu Suro tidak ada tradisinya. Kalau 1 Muharram, yang kental tradisi ya pada tanggal 10 Muharram. Cerita orang Sunda mah ya tentang Imam Hasan dan Husein, putra Ali bin Abi Thalib, sahabat sekaligus menantu Nabi Muhammad SAW."

"Makanya dalam khazanah kehidupan masyarakat Islam Sunda, nama Sayydina Ali sangat melekat dalam mitologi tahun baru Islam," kata Dedi kepada Kompas.com via sambungan telepon, Jumat 29 Juli 2022.

Sementara amalan pada bulan Muharram, Dedi mengatakan hampir sama dengan masyarakat Jawa. Hanya saja tanggal pelaksanannya berbeda.

Dalam masyarakat Sunda, amalan dilaksanakan pada 10 Muharram berupa puasa dan tirakat.

"Lebih fokus 10 Muharram, sehingga orang sunda sama dengan Jawa, kalau peringatan itu selalu identik dengan tirakat," kata Dedi.

"Selain itu, masyarakat Sunda biasanya ngabubur beureum bodas (buat bubur merah dan putih). Maknanya darah dan kesucian," ujar Dedi.

Pendapat Dedi diperkuat oleh sebuah penelitian berjudul "Tradisi Bubur Suro 10 Muharam: Makna Pemeliharaan Tradisi terhadap Integrasi Sosial Masyarakat di Desa Pamulihan Kecamatan Pamulihan Kabupaten Sumedang" karya Siti Anisa Dedi tahun 2014 yang diterbitkan oleh Digital Library UIN Sunan Gunung Djati.

Menurut Siti, masyarakat Sunda memiliki tradisi Bubur Suro pada 10 Muharram.

Tradisi ini sudah turun temurun dan sebagai warisan leluhur Sunda Islam.

Hal itu sebagaimana biasa dilakukan oleh masyarakat Desa Pamulihan, Sumedang.

Waktu Jam Membaca Doa Akhir Tahun dan Doa Awal Tahun sesuai Anjuran Rasulullah SAW

Sejarah peringatan Malam Satu Suro

Raja Mataram Sultan Agung Hanyokrokusumo adalah raja pertama Islam yang memperkenalkan Malam Satu Suro.

Peringatan ini dipengaruhi oleh penanggalan Hijriyah dalam Islam.

Tahun Baru dalam Islam adalah 1 Muharram.

Sultan Agung membawa pengaruh Islam (1 Muharram) dalam penanggalan jawa (1 Suro) dengan tujuan menyatukan rakyat dalam melawan Belanda di Batavia.

Tujuan lainnya adalah untuk menyatukan Pulau Jawa agar tidak terbelah karena masalah agama.

Narasi 1 Muharram dibawa ke penanggalan Jawa atau 1 Suro ini untuk menyatukan kelompok abangan dan santri.

Pada saat itu, setiap hari Jumat legi, pemerintah kerjaaan menggelar pengajian yang salah satu tujuannya untuk melaporkan setiap perkembangan negara. Pengajian dipimpin oleh seorang penghulu kabupaten.

Tradisi tersebut terjadi pada malam 1 Muharram atau Jumat legi. Akhirnya malam itu turut dikermatkan.

Malam 1 suro atau 1 Muharram harus diisi dengan amalan-amalan yang baik, seperti mengaji, berziarah dan haul ke makam para sunan. Masyarakat jawa percaya bahwa jika malam itu tidak diisi dengan ibadah, maka akan mendapa kesialan atau sengkolo dalam bahasa Jawa.

Amalan malam satu suro biasanya dimulai setelah shalat Maghrib.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Begini Tradisi Bulan Suro atau 1 Muharram di Masyarakat Jawa dan Sunda"

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved