IDUL FITRI
Tangisan Anak Pengemis saat Lebaran! Tasjem dan Suami Ngemis di Kompleks Rumah Orangtua Sandiaga Uno
Pada 1984, dia memutuskan dunia pendidikannya dan mencoba mengadu nasib dengan bekerja sebagai pembantu di Jakarta.
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, JAKARTA - Seorang anak usia SD menangis memohon ibu dan ayahnya pulang kampung halaman untuk merayakan Lebaran bersama.
Anak tersebut bersama tiga saudaranya ditinggal kedua orangtua mereka di Indramayu, Jawa Barat yang pergi mengemis ke Ibu Kota, Jakarta.
Ketika Idul Fitri tiba, sang anak pun ingin berkumpul bersama dan menghubungi ibu dan ayah tercinta.
Tetesan air mata pun tak tertahankan dalam percakapan via telepon genggam.
• Akhir Kisah Karyawan Dipecat Setelah Tanya THR, Seperti Apa Fakta Sebenarnya?
Berikut kisah selengkapnya;
Seorang pemulung bernama Tasjem (45) sengaja mendatangi Jalan Galuh II Nomor 18, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin 2 Mei 2022 saat Hari Raya Idul Fitri 1443H.
Dia datang dari sebelum salat Ied di Masjid At-Taqwa tepatnya di depan rumah orangtua Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Uno.
Memanggul karung berisikan sampah plastik, Tasjem bersama suaminya duduk sambil menunggu orang memberikan uang.
Wanita asal Indramayu, Jawa Barat ini mengaku mengemis agar bisa pulang kampung untuk menemui empat anaknya yang masih sekolah.
"Nyari rezeki, buat saya pulang kampung. Siapa tau ada rezekinya, buat nambah-nambah pulang ke kampung," kata Tasjem kepada Tribunnews.com, Senin 1 Mei 2022.
Keinginannya untuk pulang kampung pada musim Lebaran tahun ini muncul setelah ia mendengar tangisan anak terakhirnya yang masih duduk di bangku sekolah dasar (SD).
• Viral! Pria yang Ngemis Jadi Manusia Silver Ternyata Pensiunan Polisi, Dulu Dinas di Poslantas
"Kemaren dapet duit dari hasil ini (mulung) Rp700 ribu saya kirim ke kampung terus anak anak telepon pas malam takbiran, katanya 'mah enggak pulang? Sambil menangis. Saya nangis disitu," ungkapnya.
Dia menceritakan keputusan pergi ke DKI Jakarta setelah kedua orangtuanya meninggal dunia saat dirinya masih duduk di kelas 2 SD.
Pada 1984, dia memutuskan dunia pendidikannya dan mencoba mengadu nasib dengan bekerja sebagai pembantu di Jakarta.
"Kerja jadi pembantu gaji saya sebulan dulu Rp250.000," ungkapnya.