Mengenali Ketentuan Membayar Fidyah Bagi yang Tidak Berpuasa, Berikut Kriterianya
Begitu sebaliknya, apabila dengan berpuasa dapat memberatkan atau membahayakan baginya, maka cukup mengganti dengan membayar fidyah.
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, MEMPAWAH - Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar), Susanto, memberikan tanggapannya tantangan 'Mengenali Ketentuan Membayar Fidyah Bagi yang Tidak Berpuasa'. Seperti ini bahasannya.
Menjalankan puasa Ramadan adalah hukumnya wajib, namun Allah Maha Bijaksana dengan memberikan kelonggaran bagi umatnya untuk melaksanakan kewajiban sesuai dengan kemampuannya.
Disinilah Islam agama yang sangat memperhatikan faktor kemanusiaan. Orang bisa jatuh sakit, atau alasan yang urgen sehingga memaksa melakukan perjalanan yang cukup jauh dan lain sebagainya.
Sebagaimana Firman Allah “Maka bertaqwalah kalian kepada Allah sesuai dengan kemampuanmu” (QS At-Taghabun ayat 16), dan QS Al Baqarah ayat 286 yang artinya “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya”.
• Cara Bayar Fidyah Ramadhan 2022
Begitu juga dalam menjalankan puasa Ramadan, jika ada udzur (halangan) maka diperbolehkan untuk tidak berpuasa dengan catatan mengganti atau membayar puasa di bulan selain Ramadan atau membayar fidyah.
Ketentuan ini diatur dalam firman Allah yang berbunyi "Maka barang siapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa) maka wajib mengganti sebanyak hari yang ditinggalkan pada hari-hari lain selain Ramadan, dan bagi yang berat menjalankannya wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin” (QS Al-Baqarah 184).
Pemberian ruhsoh (kemurahan) juga berlaku bagi wanita hamil atau menyusui yang dikuatirkan akan menggangu kesehatan janin yang dikandungnya atau mengganggu kesehatan bayinya.
Dalam sebuah riwayat diterangkan “Sesungguhnya Allah azza wa jalla menghilangkan pada musafir separuh shalat. Allah pun menghilangkan puasa bagi musafir, perempuan hamil dan perempuan menyusui” (HR Ahmad).
Ketentuan mengganti puasa Ramadan yang ditinggalkan dengan cara membayar fidyah tidak berlaku kepada setiap orang, namun hanya diperbolehkan kepada orang yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Orang tua lanjut usia (lansia)
Banyak pendapat yang menjelaskan kriteria seseorang termasuk kelompok umur lansia.
Namun banyak ulama juga mengambil pendapat bahwa seseorang dikategorikan lansia, saat memasuki usia 60 tahun ke atas.
Ketentuan kelompok umur ini juga tidak absolut, artinya apabila sudah umur diatas 60 tahun tetapi masih kuat dan mampu menjalankan puasa serta tidak membahayakan dirinya maka lebih baik tetap menjalankan puasa.
Begitu sebaliknya, apabila dengan berpuasa dapat memberatkan atau membahayakan baginya, maka cukup mengganti dengan membayar fidyah.
2. Orang Sakit Parah.
Penjelasan orang sakit parah ialah diidentikkan dengan kondisi seseorang yang mengalami sakit berkepanjangan dan harapan sembuh sedikit atau tidak diketahui kapan sembuhnya.
Berbeda dengan orang sakit yang memiliki harapan sembuh cukup besar atau bisa diprediksi waktu sembuhnya, maka diperbolehkan meninggalkan puasa (tidak berpuasa) di bulan Ramadan, melainkan wajib mengganti puasa di bulan-bulan lain. Dengan pengertian tidak boleh mengganti hutang puasa dengan membayar fidyah.
Hal yang sama juga berlaku untuk wanita hamil dan ibu menyusui, karena kuatir atas kesehatan janin dan bayinya, tetap diperbolehkan tidak berpuasa di bulan Ramadan. Namun ketentuan untuk membayar fidyah tidak berlaku.
Beberapa pendapat ulama menjelaskan, bagi wanita hamil atau menyusui seiring dengan perkembangan teknologi pangan dan nutrisi bisa memaksimalkan asupan gizi dan vitamin diwaktu-waktu tertentu saat akan menjalankan puasa.
Inilah yang menjadi dasar pertimbangan para sebagian ulama mengambil hujjah atau hukum agar wanita hamil dan menyusui apabila meninggalkan puasa ramadan untuk membayar puasa di bulan lain.
Adapun waktu membayar fidyah dapat diserahkan kepada orang miskin pada saat bulan Ramadan atau di luar bulan Ramadan, namun ada saran sebelum datangnya Hari Raya Idul Fitri.
Jumlah yang mesti dibayar menurut Imam Malik dan Imam Syafi’i sebesar 1 mud gandum atau sekitar 0,75 kg.
Sedangkan Imam Hanafi, fidyah yang mesti dibayarkan sebanyak 2 mud atau sekitar 1,5 kg makanan pokok dan dalam perkembangannya ada pendapat ulama yang menyatakan besar fidyah dapat dikonversikan dengan rupiah, dengan mempertimbangkan kondisi wilayah setempat. Semoga bermanfaat.