Ramadhan Kareem
Asal Usul Solat Tarawih 23 Rakaat Termasuk Witir Dilaksanakan di Masa Khalifah Umar bin Khattab
Oleh karena itu Ustadz Adi Hidayat mengingatkan agar tidak mempermasalah jika ada yang solat tarawih 23 rakaat beserta witir, atau 11 rakaat termasuk
Penulis: Nasaruddin | Editor: Nasaruddin
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Solat Tarawih adalah solat sunnah di malam hari yang populer dilaksanakan selama bulan Ramadhan.
Menurut Ustadz Adi Hidayat, pada prinsipnya tidak ada batasan jumlah rakaat solat tarawih.
Seperti yang disampaikan dalam hadits, Rasulullah SAW melaksanakn Salat Tarawih dua rakaat, dua rakaat.
Oleh karena itu Ustadz Adi Hidayat mengingatkan agar tidak mempermasalah jika ada yang solat tarawih 23 rakaat beserta witir, atau 11 rakaat termasuk witir.
Atau bahkan yang melaksanakan lebih dari itu.
• Hukum Sholat Tarawih 11 Rakaat dan 23 Rakaat, Mana yang Lebih Baik Dikerjakan?
Lalu berapa jumlah rakaat yang sering dilakukan Rasulullah SAW?
Ustadz Adi Hidayat mengatakan, Rasulullah SAW, terekam dalam berbagai hadits, seringkali mempraktekkan solat malamnya dengan 11 rakaat.
Ada yang 11 rakaat termasuk witir satu rakaat.
Teknisnya dua, dua, dua, dua, dua kemudian plus satu witir
Hadits terkait itu paling populer di Abu Dawud: 1336, kemudian Al Muwattha nomor hadits 258.
Rasulullah SAW juga pernah mencontohkan 11 rakaat dengan 3 witir.
Cara pelaksanaannya dengan 4 rakaat salam + 4 rakaat salam + 3 solat witir.
Atau bisa juga dengan 2,2,2,2, 2+3.
Bahkan Rasulullah SAW pernah melaksanakan 11 rakaat, dimana lima di antaranya solat witir.
• Hukum Mendahulukan Buka Puasa Ramadhan atau Sholat Maghrib, Mana yang Lebih Baik?
Sejarah Solat Tarawih 23 Rakaat Termasuk Witir
Terkait Solat Tarawih dengan jumlah 20 rakaat, itu dilaksanakan di masa Umar bin Khattab.
Pada zaman Umar bin Khattab menjadi khalifah, terlihat orang mengambil kesimpulan beda-beda.
Saat itu ada sahabat yang melaksanakan tarawih secara berjamaah.
Namun pada sisi lain masjid ada juga yang melaksanakannya sendiri-sendiri.
"Jadi nggak beraturan. Ada yang berjamaah di pojok kanan, pojok kiri. Di belakang sendirian masing-masing," kata UAH.
"Umar tidak nyaman melihat itu. Kemudian Umar berinisiatif berijtihad. Dikembalikan pada ketentuan yang pertama, yang tiga hari nabi di masjid itu.
Masya Allah dihimpun jadi satu semua mesti di masjid berjamaah, yang sanggup di masjid.
Ditunjuklah kemudian Ubay bin Kaab untuk mengimami.
Disitulah mulai pertama kali kembali orang-orang ke masjid.
Ubay, karena beliau sangat disukai bacaannya oleh Nabi SAW, tahu sifat solat Nabi SAW, diimami 11 rakaat dan persis sifat solat nabi.
Dimana satu rakaat tarawihnya Nabi SAW minimal membaca 5 juz 4 halaman AlQuran.
Besoknya, jumlah jamaah mulai menurun karena nggak kuat berdiri.
Akhirnya diliat oleh Umar kenapa begini.
Ternyata nggak kaut berdiri terlalu lama berdirinya.
Umar melihat lagi bagaimana caranya supaya mereka tetap berjamaah ke masjid.
Suratnya tetap sama jumlahnya. Misal 30 juz juga tapi kuat berdiri.
Maka umar mendalami hadits yang di Muslim nomor hadits 749.
"Yang saat Nabi SAW menyampaikan solatul laily matsna matsna. Solat malam minimal dua-dua. Tidak ada batas tapi kalau fajar mau datang segera witir satu rakaat," jelas Ustadz Adi Hidayat.
Maka Umar menempuh cara, misal kalau 5 juz 4 halaman, dibaca dalam satu rakaat, orang kecapean berdiri, maka dibagi dua menjadi dua rakaat.
Dari situlah kemudian jumlah rakaat ditambah menjadi 20, tapi bacaannya tetap sama.
"Itu ijtihadnya Umar bin Khattab," kata UAH.
Jadilah kemudian dari situ 20 rakaat plus witir kadang 1 kadang 3.
Sampai sekarang itu diabadikan di Makkah dengan 23 rakaat.
"Karena khalifah yang minta, semua sahabat ikut. Tapi tidak menafikan yang 11 itu karena nanti ada yang kembali juga ke 11," jelasnya.
Karena itu, kalau ada orang yang menunaikan 20 rakaat, sebetulnya misi pertamanya bukan untuk memperbanyak jumlah rakaat.
"Awalnya supaya kuat berdiri dengan jumlah bacaan yang sama dengan yang dibaca Nabi SAW," kata UAH.
"Jadi kalau nabi baca 30 juz, misalnya, 20 rakaatpun 30 juz juga. Cuma supaya berdiri nggak kelamaan dibagi dua," jelasnya.
"Yang di Madinah, lama juga berdirinya. Imam Malik mengusulkan tambah lagi 36. Masya Allah ada yang kurang juga, 40," jelas UAH.
Jadi inilah asalnya di zaman umar mengapa 11 bisa menjadi 20 dan seterusnya.
Sementara di Madinah sekarang 36.
"Kita mempertahankan yang 11 karena itu bagian dari sifat solat Nabi. Jadi jumlah rakaat tidak ada persoalan di sini," jelasnya.
"Yang 11, yang 20, yang 36 bahkan 40 silakan. Tapi poin utamanya, tunaikan dengan tarawih," pesannya.
"Jadi aneh kalau yang 11 rakaat selesainya jam setengah sembilan, yang 20 rakaat jam 8 sudah selesai. Itu aneh namanya," ungkap UAH.