Update Terbaru, Ketum MPR Minta Kemnaker Kaji Ulang Aturan JHT BPJS Ketenagakerjaan

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo pun meminta agar Menaker Ida Fauziyah mengkaji ulang keputusan tersebut.

Editor: Zulkifli
Tribunnews/JEPRIMA
Massa aksi buruh dan Mahasiswa saat menggelar aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law di Patung Kuda, Jakarta Pusat beberapa waktu lalu. Buruh kali ini menolak kebijakan Kemnaker terkait pencairan JHT. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Berbgai stakeholder mulai menanggapi kebijakan aturan pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan yang dikeluarkan pemerintah melalului Kemenaker.

Berbagai elemen Serikat Pekerja, anggota DPR hingga ketua MPR menyoroti kebijakan Kemnaker yang dinilai merugikan buruh.

Mereka sepakat agar Kemnaker atau Menteri Tenaga kerja meninjau kembali kebijakan tersebut.

Seperti diketahui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan atau Permenaker Nomor 2/2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua tentu mendapat penolakan dari para buruh karena sangat memberatkan mereka.

Pro-kontra Permenaker 2/2022, Klaim JHT Usia 56 Kebiri Hak Buruh

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo pun meminta agar Menaker Ida Fauziyah mengkaji ulang keputusan tersebut.

Dengan memperhatikan UU No. 15 tahun 2019 tentang Perubahan UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Mengingat keputusan tersebut dibuat untuk dapat dilaksanakan.

"Meminta Kemenaker, melakukan dialog dengan para akademisi dan counterpart terkait penjelasan mengenai bagaimana implementasi dari putusan tersebut kepada masyarakat, khususnya pekerja yang memang sedang mengalami kesulitan dan membutuhkan bantuan uang tersebut, dikarenakan berdasarkan aturan yang ditetapkan tersebut, JHT sebagai jaminan untuk kepastian finansial di hari tua," kata Bambang Soesatyo dalam keterangan persnya, Senin 14 Februari 2022.

Selain itu ketua MPR juga meminta Kemenaker, menyosialisasikan keputusan tersebut disamping juga menerima masukan terkait manfaatnya bagi pekerja, dan keberlangsungan program JHT ke depannya.

MPR meminta Kemenaker secara mendalam memperhatikan dampak-dampak yang diterima masyarakat, seperti pekerja yang saat ini kesulitan atau bahkan yang baru kehilangan pekerjaan imbas pandemi covid, agar keputusan tersebut dapat direvisi kembali disesuaikan dengan situasi dan kondisi saat ini.

Bamsoet juga meminta Kemenaker, menjelaskan mengenai maksud dan tujuan terobosan Jaminan Kehilangan Pekerjaan/JKP sebagai dana yang bisa dicairkan oleh masyarakat yang mengalami kesulitan atau diberhentikan imbas pandemi, termasuk persyaratan dan tata cara pengajuannya.

"MPR menilai, JKP belum cukup mengakomodir kebutuhan pekerja yang terdampak pemutusan hubungan kerja/PHK," ujarnya.

Aturan Klaim JHT Cair di Usai 56 Tahun Terbit, IG Kemnaker-BPJS Ketenagakerjaan Tutup Kolom Komentar

Pernyataan Kemenaker

JHT kini jadi polemik setelah Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menerbitkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.

Aturan baru Menaker tersebut menyebutkan bahwa pekerja/buruh baru bisa mencairkan Jaminan Hari Tua (JHT) pada saat berusia 56 tahun.

Hal ini membuat para buruh menolak, karena dalam permenaker sebelumnya JHT bisa diklaim setelah satu bulan usai pekerja tersebut mengundurkan diri dari tempat bekerja.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved