Harga Cabai di Kalbar Makin Pedas! Rekor, di Kalbar Capai Rp 200 Ribu Per Kilogram

Daripada jual harga tinggi, untuk apa, mending tidak jualan cabai. Sudah seminggu ini tidak jualan,

Editor: Jamadin
TRIBUNPONTIANAK/MARPINA SINDIKA WULANDARI
Cabai segar yang dijual di pasaran seharga Rp.200.000,00 perkilogram. 

Edison mengatakan, saat ini harga cabai dari Desa Pakak dijual di Pasar Masuka Sintang berkisar Rp 130 ribu per kilogramnya. “Pasokan normalnya 700 sampai 1 ton per harinya. Sekarang paling tinggal 200-300 kilogram per harinya,” ujarnya.

Edison berharap, pemerintah dapat memberikan bantuan pupuk dan bimbingan PPL dari instansi terkait, termasuk perbaikan jalan dan jembatan. “Tentunya bantuan pupuk, insektisida, herbisida pestisida dan bimbingan PPL dari instasi terkait, serta perbaikan jalan dan jembatan demi akses transportasi,” harapnya.

Plt Kabid Perdagangan pada Disperindagkop dan UKM Kabupaten Sintang, Darkum, belum menjawab upaya konfirmasi Tribun Pontianak melalui pesan WhatsApp, mengenai harga cabai di Kabupaten Sintang.

Sementara Bupati Sintang, Jarot Winarno, memastikan akan memperhatikan harapan petani cabai di Desa Pakak. “Kita perhatikan,” jawabnya singkat ketika dikonfirmasi Tribun Pontianak.

Melambungnya harga cabai juga terjadi di Kabupaten Sekadau. Sejumlah warga kemudian menyikapinya dengan beralih membeli cabai olahan dalam kemasan botol. Pilihan ini dianggap lebih menguntungkan secara ekonomis, karena harganya lebih terjangkau dibanding cabai segar.

Satu di antaranya warga Desa Sungai Ringin, Ayang (27), yang lebih memilih membeli sambal botolan untuk meramaikan cita rasa makanan saat perayaan Natal. "Kalau beli cabai segar yang biasa itu Rp 20 ribu per ons, setara harga minyak goreng seliter, berat di kantong," ungkapnya.

Menurut Ayang kenaikan harga tersebut cukup menyulitkan konsumen. Mengingat, naiknya harga sudah terjadi beberapa hari menjelang Natal. Ia pun khawatir harga cabai terus melambung menjelang Tahun Baru 2022.

"Harapannya sih pemerintah bisa bantu cari solusi untuk harga cabai ini. Karena walaupun kecil, cabai juga punya pengaruh besar untuk pedagang makanan, seperti gorengan, pentol dan makanan pedas lainnya," tandasnya.

Tidak Wajar
Dalam menanggapi lonjakan harga beberapa bahan makanan di Indonesia, Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menilai, operasi pasar oleh pemerintah daerah atau Kementerian Perdagangan saja tidak cukup.

“Pandemi lagi menurun, tentu harapan kita enggak ada kenaikan kasus lagi, jadi logikanya distribusi lancar, sektor riil produktif, dan harga kebutuhan barang pokok makin terjangkau oleh konsumen,” kata Tulus.

Pemangku kebijakan lainnya, seperti kepolisian hingga Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), juga perlu terlibat mengawasi hingga menelusuri dugaan penimbunan dan kartelisasi bahan pangan. Hal ini diperkirakan dari kenaikan harga tidak wajar, khususnya di wilayah Pulau Jawa.

”Saya kira kenaikan beberapa bahan pokok di masa Natal dan Tahun Baru kali ini bukan karena momen ini sendiri. Kenaikan harga biasanya di bawah 10 persen, tapi sekarang tinggi sekali. Saya kira, momen akhir tahun kali ini hanya dijadikan kedok saja untuk menaikkan harga secara ugal-ugalan dan mendistorsi pasar dan supply chain bahan pangan,” ujarnya.

Kecurigaan adanya permainan harga di pasar menguat karena situasi pandemi yang melonggar tidak seharusnya mengganggu rantai distribusi dan permintaan barang yang bisa memengaruhi harga.
”Pandemi lagi menurun, tentu harapan kita enggak ada kenaikan kasus lagi, jadi logikanya distribusi lancar, sektor riil produktif, dan harga kebutuhan barang pokok makin terjangkau oleh konsumen,” pungkas Tulus.

[Update Berita seputar Harga Cabai]

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved