Kabar Gembira! Upah di Pontianak Naik Rp 235 Ribu, Daerah Lain Masih Tunggu SK Gubernur

IPM kita meningkat yang dibuktikan dengan IPM yang mulanya 79,4 sekarang 79,93. Harapan kita tertinggi secara regional.

Editor: Jamadin
TRIBUNPONTIANAK/ISTIMEWA
Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono 

Menurutnya, pemerintah mempermalukan dirinya sendiri karena membuat aturan turunan berupa PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, yang justru bertentangan dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Dalam UU Cipta Kerja kenaikan upah minimum dihitung hanya berdasar variabel pertumbuhan ekonomi atau inflasi (bukan akumulasi).

Namun dalam PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, ada tambahan formula baru yang ditetapkan sepihak oleh pemerintah, yang tidak diatur dalam UU Cipta Kerja, yaitu penyesuaian nilai upah minimum ditetapkan dalam rentang nilai batas atas dan batas bawah.

Nilai batas atas upah minimum dihitung berdasarkan rata-rata konsumsi per kapita, rata-rata banyaknya anggota rumah tangga, dan rata-rata banyaknya anggota rumah tangga yang bekerja pada setiap rumah tangga.

Nilai batas bawah upah minimum dihitung dari batas atas upah minimum dikalikan 50 persen. Formula baru rentang nilai batas atas dan batas bawah dalam PP Nomor 36 Tahun 2021 inilah yang membuat kenaikan upah minimum 2022 hasilnya justru di bawah inflasi ataupun pertumbuhan ekonomi.

Padahal berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi tertinggi didapat oleh Maluku Utara dengan kenaikan 12,76 persen, inflasi tertinggi Bangka Belitung 3,29 persen.

Sangat Rendah
Anggota DPR RI Obon Tabroni mengatakan, kenaikan upah minimum tahun 2022 sangat rendah. Menurutnya, kenaikan upah lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai inflasi.

"Dengan kenaikan upah minimum yang nilainya lebih kecil jika dibandingkan dengan inflasi, maka kenaikan upah tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup," ujar Obon.

Obon menyoroti proses penetapan upah minimum yang mengabaikan prinsip perundingan bersama. Di mana selama ini upah minimum adalah hasil rekomendasi dari unsur tripartit yang melibatkan pekerja/buruh, pengusaha, dan pemerintah.

"Terlihat dengan jelas bagaimana pemerintah melakukan intervensi dalam penetapan upah minimum 2022, yang semestinya adalah kewenangan Gubernur berdasarkan rekomendasi Dewan Pengupahan yang bersifat tripartit," tegasnya.

Ia menilai, tidak semua wilayah dan sektor industri terdampak akibat Covid-19. Sehingga alasan bahwa banyak perusahaan tidak mampu membayar upah akibat pandemi tidak sepenuhnya benar.

Dengan kebijakan upah murah, perusahaan yang sebenarnya mampu membayar upah buruh lebih tinggi justru akan membayar sesuai dengan upah minimum. Ia menegaskan upah rendah juga tidak menjamin pertumbuhan ekonomi dan investasi menjadi semakin baik.

"Jangan salah mengobati yang sakit di mana yang diobati dimana. Berdasarkan kajian World Economic Forum, maraknya korupsi justru merupakan penghambat utama investasi di Indonesia," tuturnya.

"Praktik korupsi mengakibatkan beberapa dampak buruk terhadap investor. Dampak tersebut antara lain dapat memunculkan persaingan tidak sehat, distribusi ekonomi yang tidak merata, tingginya biaya ekonomi, memunculkan ekonomi bayangan, menciptakan ketidakpastian hukum, dan tidak efisiennya alokasi sumber daya perusahaan," tambah Odon.

Menurutnya, upah yang rendah justru akan membuat daya beli buruh merosot jatuh. Karena buruh tidak memiliki daya beli, maka tingkat konsumsi juga akan turun. Imbasnya, pertumbuhan ekonomi akan terhambat. 

[Update Berita seputar Upah Minimum Pontianak]

Halaman 2 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved