Siapa Sebenarnya Meutya Hafid? 168 Jam Disandera Kelompok Bersenjata Irak, Kini Ketua Komisi I DPR
Nama lengkapnya Meutya Viada Hafid, lahir di Bandung 3 Mei 1978 adalah putri dari pasangan Anwar Hafid (Alm) dan Metty Rumaety (Almh).
Penulis: Marlen Sitinjak | Editor: Marlen Sitinjak
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Komisi I DPR RI telah mengumumkan bahwa DPR menyetujui pengangkatan Jenderal Andika Perkasa sebagai Panglima TNI, menggantikan Marsekal Hadi Tjahjanto yang akan pensiun pada November 2021.
Setelah Komisi I DPR RI menyetujui Jendral Andika Perkasa sebagai Panglima TNI, ada foto yang menjadi perbincangan publik.
Dalam foto tersebut tampak Ketua Komisi I DPR RI, Meutya Hafid dipandu Jenderal Andika Perkasa sedang menjajal motor gede (moge) milik TNI.
Foto yang diunggah oleh Meutya Hafid pada akun twitternya @meutya_hafid pada 3 November 2021 atau 3 hari sebelum DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum untuk persetujuan Jenderal Andika Perkasa sebagai Panglima TNI.
• ALASAN DPR Setuju Jenderal Andika Perkasa Jadi Panglima TNI Suksesor Marsekal Hadi Tjahjanto
Lalu siapa sebenarnya Meutya Hafid?
Nama lengkapnya Meutya Viada Hafid, lahir di Bandung 3 Mei 1978 adalah putri dari pasangan Anwar Hafid (Alm) dan Metty Rumaety (Almh).
Meutya Hafid kini seorang politikus setelah sebelumnya sebagai pembawa acara berita televisi.
Saat ini, Ia menjabat sebagai Ketua Komisi I DPR Republik Indonesia dari Partai Golkar sejak tahun 2010.
Saat menekuni profesi jurnalis, istri dari Noer Fajrieansyah melaluinya penuh liku. Bahkan Ia pernah disandera di Irak.
Pada 18 Februari 2005 silam, Meutya dan rekannya juru kamera Budiyanto diculik dan disandera oleh sekelompok pria bersenjata ketika sedang bertugas di Irak.
Kontak terakhir Metro TV dengan Meutya adalah pada 15 Februari, tiga hari sebelumnya.
Mereka akhirnya dibebaskan pada 21 Februari 2005.
Sebelum ke Irak, Meutya juga pernah meliput tragedi tsunami di Aceh.
Pada tanggal 28 September 2007, Meutya melaunching buku yang ia tulis sendiri, yaitu 168 Jam dalam Sandera: Memoar Seorang Jurnalis yang Disandera di Irak.
Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono pun turut menyumbangkan tulisan untuk bagian pengantar dari buku ini.