Pemberian Pakan Sisa pada Babi, Jadi Sumber Penyebaran Virus ASF di Kabupaten Sintang
Virus Flu Babi Afrika atau African Swine Fever (ASF) mulai mengancam peternak di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Data Dinas Dinas Pertanian dan P
Penulis: Agus Pujianto | Editor: Hamdan Darsani
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID,SINTANG - Virus Flu Babi Afrika atau African Swine Fever (ASF) mulai mengancam peternak di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Data Dinas Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Sintang, mencatat 151 ekor babi milik peternak mati dan 67.555 populasinya terancam.
Sementara di Kabupaten Kapuas Hulu, 462 ekor babi mati di Kabupaten Kapuas Hulu, dalam sebulan terakhir di lima kecamatan. Dampak paling besar virus flu babi ini mengancam 500 ribu populasi Babi di Kalimantan Barat, yang saat ini menempat urutan nomor 5 terbesar di Indonesia, yang dikhawatirkan berdampak pada ekonomi masyarakat akibat kematian babi secara perlahan.
Di Kabupaten Sintang, populasi Babi mencapai 67.555 yang tersebar di 14 kecamatan. Namun, saat ini yang sudah terdampak dan terancam di 3 kecamatan sebanyak 15 ribu ekor.
• Virus ASF Masuk Sintang, Ratusan Ekor Babi Mati, Puluhan Ribu Populasi Terancam
Jumlah populasi babi untuk di Kecamatan Sintang sekitar 4 ribu ekor. Di Kecamatan Sungai Tebelian 7 ribu ekor.
“Kecamatan Binjai agak sedikit, banyak liar. Yang sangat berpotensi tertular dan merugikan ekonomi sangat besar sekitar 15 ribu di 3 kecamatan tersebut,” kata Kepala Bidang Peternakan pada Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Sintang, Drh. Sriyanto, Jumat 22 Oktober 2021.
Virus ASF dinilai sangat berdampak pada perekonomian peternak babi. Apalagi, dalam sehari babi yang dijual di pasaran Sintang, 15-20 ekor per harinya untuk di Kota Sintang. “Satu ekor beratnya 150 kilogram. Ini benar-benar menggangu ekonomi,” kata Sriyanto.
Desa yang sudah terdapat kasus ASF antara lain Desa Rawa Mambok, Marti Guna, Jerora Satu, Kelurahan Akcaya dan Kapuas Kanan Hulu, hal ini sudah berdasarkan uji laboratorium babi yang mati positif ASF.
“Tingkat kematian 100 persen. Kalau satu babi di kandang kena, saya yakin babi satu kandang akan habis, hanya saja kematiannya tidak serentak, perlu waktu satu sampai 3 hari terus tapi sampai habis. Kalau yang tercatat sekarang sekitar 180-an, dan terus berlanjut,” jelasnya.
Virus ASF, dapat menyebar melalui kontak langsung, serangga, pakaian, peralatan, kendaraan hingga pakan yang terkontaminasi. Khusus di Kabupaten Sintang, Sriyanto menduga banyak kasus ASF disebabkan pakan yang terkontaminasi dan juga kontak langsung.
Sriyanto melihat, warga di Kabupaten Sintang, banyak memberikan pakan sisa kepada babi peliharannya dari rumah makan.
“Penularan ASF ini sebenarnya terjadi pada proses peternak kita sendiri. Di Sintang ini kenapa lebih cepat penyebarannya karena pemberian pakan babi ini kita menggunakan sisa dari rumah makan, ampas tahu, bekas roti itu," ujarnya.
"Warga dari kandang sama-sama dengan karung yang mereka bawa dari rumah tinggalkan di situ, besok siapa yang ambil, penularnanya sebenarnya lebih cepat dari babi ke babi, tapi di sintang terjadi penularan dari karung atau makanan. Jadi permasalahan di Sintang agak sulit. Lalu kenapa (peternak) yang lain aman, karena mereka membeli pakan jadi, dan mereka tidak mengambil dari tempat tadi,” beber Sriyanto.
Sriyanto menegaskan, virus ASF tidak menyebar kepada manusia. Namun yang pasti, virus ini akan berdampak parah pada ekonomi masyarakat.
“Kesehatan manusia tidak berdampak, tapi bisa lebih parah, stress ekonominya lebih berbahya. Kalau dampak ke penyakit tidak. ASF ini tidak menular ke manusia, tapi kalau kita membawa daging babi yang sudah mati tertular oleh ASF, di dalam daging kalau kita simpan di kulkas itu bias bertahan lama. Air cucian bias menulari, bukan berbahaya di manusianya tapi penyebarannya. ASF hanya sensitive pada babi, tidak pada ternak lain, segala umur dan jenis babi,” jelasnya. (*)
Update Informasi Seputar Kabupaten Sintang
