Respons Kebijakan Jokowi, Sutarmijdi Minta Laboratorium Swasta Turunkan Harga Tes PCR
memang perlu dilakukan penyesuaian tarif pemeriksaan PCR agar jangan sampai harganya kemahalan.
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar tarif tes polymerase chain reaction (PCR) diturunkan langsung direspons oleh Gubernur Kalbar, H Sutarmidji.
Sutarmidji mengatakan dirinya sependapat dengan apa yang disampaikan Jokowi.
Ia menegaskan, tes PCR di Laboratorium Universitas Tanjungpura dan Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Kalbar selama ini tidak dipungut biaya.
Seluruh biaya ditanggung oleh pemerintah. Kabupaten-kota hanya diminta untuk mengirimkan sampel swab PCR sebanyak-banyaknya.
"Selama ini swab PCR oleh Lab Untan dan Labkesda tidak ditarik bayaran, termasuk antigen, karena untuk testing dan tracing," ucap Sutarmidji saat diwawancarai Tribun Pontianak, Minggu 15 Agustus 2021 .
Sementara biaya yang dipasang oleh laboratorium swasta untuk tes PCR, menurut Midji memang terbilang mahal. Padahal kata Midji, seharusnya lab swasta bisa memberikan harga di kisaran Rp 400 ribuan.
• Presiden Jokowi Minta Biaya Tes PCR di Kisaran Rp 450 Ribu sampai Rp 550 Ribu
Guna memberikan pelayanan pada masyarakat dan mempercepat testing untuk keperluan perorangan, Sutarmidji menegaskan akan meminta lab swasta menurunkan tarif swab PCR dengan harga Rp 400 ribuan.
Jika laboratorium swasta tidak mau mengikuti aturan dan menurunkan harga swab PCR, Sutarmidji akan menyediakan swap PCR dengan tarif lebih murah melalui perusahaan daerah (perusda).
"Kalau tak mau turun mungkin saya akan minta perusda melayani lab PCR, saya mau buat harga Rp 250 hingga 300 ribu saja," tegas Sutarmidji.
Sedangkan tes antigen, ditegaskan Midji, harga yang akan disiapkan adalah Rp 90 hingga Rp100 ribu.
"Saya yakin bisa, tapi kalau swasta mau turunkan tarif, perusda tak jadi adakan. Antigen jangan mahal lah, bisa untung kok Rp 125 ribu dan PCR Rp 400 ribuan," katanya.
Mantan Wali Kota Pontianak dua periode ini akan melihat sepekan ke depan. Apabila laboratorium swasta tidak mau menurunkan harga tes antigen dan swab PCR, maka perusda akan diminta menyiapkan layanan tersebut kepada masyarakat.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat Harisson mengatakan tarif untuk pemeriksaan tes swab antigen dan tes PCR di lab swasta telah diatur Kementerian Kesehatan.
“Tarif pemeriksaan PCR diatur dalam SE Dirjen Yankes yang dikeluarkan pada tanggal 5 Oktober 2020. Di mana besaran harga tertinggi pemeriksaan PCR termasuk pengambilan swabnya sebesar Rp 900 ribu,” katanya.
Harisson mengatakan, SE tersebut sudah hampir 1 tahun di mana tentunya sekarang komponen harga pembentuk tarif yaitu harga kit reagen, kit ekstraksi dan consumable sudah tidak semahal dahulu.
Harisson mengungkapkan, saat ini beberapa lab PCR milik swasta di Kalbar mematok tarif di bawah SE Dirjen Yankes tanggal 5 Oktober 2020. Tarifnya beragam mulai dari Rp 600 ribu hingga Rp 875 ribu.
Dengan kondisi terbaru ini, kata Harisson, memang perlu dilakukan penyesuaian tarif pemeriksaan PCR agar jangan sampai harganya kemahalan.
Harisson mengatakan, kabupaten-kota di Kalbar sejauh ini belum semuanya memiliki laboratorium PCR. Oleh karena itu, sampel swab untuk pemeriksaaan PCR dari puskesmas biasanya dikirim dulu ke diskes kabupaten-kota untuk diteruskan ke provinsi.
Hal ini tentunya membutuhkan waktu lebih dari 1-2 hari untuk sampai ke laboratorium pemeriksaan PCR di Pontianak. Sementara kabupaten-kota yang sudah memiliki laboratorium PCR, kemampuannya pun terbatas.
Sebab, ada keterbatasan kapasitas alat pemeriksaan per hari, terbatasnya kit reagen dan kurangnya tenaga ahli baik itu dokter ahli biomed, ahli mikrobiologi atau ahli patologi klinik maupun tenaga analis.
[Update Berita Seputar Kota Pontianak]
Paling Akurat
Pemerintah terus mendorong peningkatan jumlah testing corona sebagai upaya pencegahan penyebaran. Dari berbagai metode tes yang saat ini ada, swab PCR menjadi metode tes Covid-19 yang dianggap paling akurat dibandingkan rapid antigen, genose, apalagi rapid antibodi.
Karena hasilnya yang lebih akurat itu, hasil tes ini kemudian kerap dijadikan syarat aktivitas warga di masa pembatasan pandemi corona. Misalnya syarat untuk melakukan perjalanan udara antar pulau atau ke luar negeri.
Namun sayang, di Indonesia tarif tes swab PCR ini masih sangat tinggi dan cukup menguras kantong. Bahkan ada yang sampai mencapai Rp 1 juta. Padahal di negara lain harganya jauh lebih murah.
Di India misalnya, harga tes swab PCR hanya 500 Rupee atau setara Rp 96 ribu. Sementara harga tes antigen di seluruh rumah sakit di New Delhi sebesar 300 Rupee atau Rp 58 ribu.
Menanggapi banyaknya keluhan masyarakat terkait mahalnya harga tes PCR itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya memerintahkan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin untuk segera menurunkan harga tes PCR.
Jokowi meminta tarif tes PCR yang dipatok ke masyarakat maksimal Rp 550 ribu. ”Saya sudah berbicara dengan Menteri Kesehatan soal ini saya minta agar biaya tes PCR berada di kisaran antara 450.000 sampai 550.000," kata Jokowi melalui akun YouTube Setpres, Minggu 15 Agustus 2021.
Jokowi menilai, penurunan harga biaya tes PCR swab di kalangan masyarakat itu diharapkan dapat memperluas dan meningkatkan strategi tes, telusur, dan tindak lanjut (3T) sebagai upaya mengendalikan pandemi Covid-19 di Tanah Air. ”Salah satu cara untuk memperbanyak testing adalah dengan menurunkan harga tes PCR,” katanya.
• Lagi Booming Aplikasi Snack Video, Ini Cara Dapat Dana dari Snack Video dan Bisa Cair Setiap Hari
Tak hanya memerintahkan Menkes untuk menurunkan tarif tes PCR, Jokowi juga meminta agar hasil tes PCR itu bisa diketahui lebih cepat. Ia ingin hasil tes sudah bisa diketahui dalam waktu 1x24 jam.
Sebagaimana diketahui, hingga saat ini masih terdapat sejumlah laboratorium daerah yang hasil PCR swabnya baru diketahui 3-7 hari setelah pengambilan sampel. ”Saya minta agar tes PCR bisa diketahui hasilnya dalam waktu maksimal 1 x 24 jam. Kita butuh kecepatan," kata Jokowi.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sebelumnya telah menerbitkan Surat Edaran nomor HK. 02.02/I/3713/2020 tentang Batasan Tarif Tertinggi Pemeriksaan Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) pada 5 Oktober 2020 lalu.
Dalam SE tersebut tertuang bahwa batasan tarif tertinggi untuk pemeriksaan RT-PCR termasuk pengambilan swab adalah Rp 900 ribu. Batasan tarif tersebut berlaku untuk masyarakat yang melakukan pemeriksaan RT-PCR atas permintaan sendiri atau mandiri. Namun demikian pada praktiknya masih ditemukan harga tes hingga jutaan rupiah dengan iming-iming hasil tes keluar lebih cepat.
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi menjelaskan bahwa saat ini Indonesia masih terkendala karena impor. "Karena tes PCR kita masih impor ya termasuk bahan bakunya juga, sebagian besar juga impor," kata Nadia, saat dihubungi Kompas.com, Sabtu 14 Agustus 2021.
Ketika ditanya apakah Indonesia memiliki rencana untuk membuat PCR sendiri, dia menjawab bahwa produksi dalam negeri sudah ada, tapi masih ada bahan baku yang diimpor.
"Kita sudah ada produksi dalam negeri, tapi masih ada bahan baku yang tetap harus impor," ujar dia.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI), Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan, perbandingan harga tes PCR dengan India bukan hal yang baru.
Tjandra mengatakan, sejak September 2020, Pemerintah India menetapkan harga tes PCR sebesar 2.400 rupee atau Rp 480.000.
Saat itu, kata dia, harga tes PCR di Indonesia sekitar Rp 1 juta. Menurut Tjandra, murahnya harga tes PCR di India, satu di antaranya karena pemerintah setempat memberikan subsidi dan jumlah petugas laboratorium yang cukup banyak.
"Banyak juga dibicarakan tentang lebih murahnya bahan baku untuk industri dan juga mungkin ketersediaan tenaga kerja yang besar jumlahnya," ucapnya.
Tjandra mengaku, belum mengetahui secara pasti apakah Indonesia akan mencontoh India yang menurunkan harga tes PCR. Namun, ia mengatakan, jika harga tes PCR lebih murah di Tanah Air, maka lebih banyak masyarakat yang dapat memeriksakan diri sehingga kasus Covid-19 lebih cepat ditemukan.
"Kalau harga lebih murah maka lebih besar kemungkinan masyarakat memeriksakan dirinya sehingga kalau positif dapat segera ditangani dan diisolasi/karantina untuk memutus rantai penularan," kata Tjandra.