Sistem Penanganan Pandemi Masih Kacau, Gubernur Sutarmidji Minta Evaluasi Nasional
Ini menyebabkan penanganan yang tidak tersistem. Ia menjelaskan unsur utama yang perlu di perhatikan adalah mobilitas masyarakat.
Penulis: Viqri Rahmad Satria | Editor: Try Juliansyah
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Sutarmidji menyampaikan bahwa pandemi memberikan kita pelajaran dalam hal kesehatan. Terutama sistem kesehatan di Indonesia yang akan penuh dengan perbaikan.
"Harus ada evaluasi sistem secara nasional. Terutama manajemen rumah sakit (RS), kebijakan BPOM, dan manajemen distribusi oksigen," ungkapnya, Sabtu 31 Juli 2021.
Ia menyampaikan bahwa Covid-19 di Indonesia masih ditangani setengah panik.
Ini menyebabkan penanganan yang tidak tersistem. Ia menjelaskan unsur utama yang perlu di perhatikan adalah mobilitas masyarakat.
• HUT ke-13 Tribun Pontianak, Gubernur Sutarmidji Harap Terus Berinovasi Dalam Menyajikan Informasi
"Yang paling parah adalah kementerian perhubungan. Sumber penyebaran adalah mobilitas masyarakat. Harusnya dari awal tidak ada gunakan alat uji apapun selain PCR. Makanya saya dari awal orang masuk kalbar pake PCR. Tapi banyak pemalsuan, kemudian dari kapal. Akhirnya saya tutup pelabuhan tidak boleh masuk. Sampai 31 Juli kapal tidak boleh berlabuh," jelasnya.
Dirinya mengaku bahwa dengan mobilitas yang baik penanganan Covid-19 akan lebih mudah dilakukan.
"Sekarang Pontianak sudah keluar dari zona merah. Bahkan sekarang hampir seluruh wilayah Pontianak sudah kuning. Oranye hanya 2 kelurahan saja. Turun drastis," ungkapnya.
Di tengah situasi seperti sekarang, vaksin dan obat-obatan juga harus diperhatikan dan terus dimonitor. Ia meminta stok obat-obatan harus tersedia di setiap rumah.
"Covid-19 ini memang belum ada obat yang spesifik. Dibutuhkan inovasi dan eksperimen dari para ahli. Namun kan ada obat-obatan untuk pencegahan dan menjaga imunitas. Setiap rumah kalau perlu harus menyediakan," terangnya.
Selain itu ia menyampaikan, karena terlalu mengikuti tekanan sebagian publik, kasus Covid-19 di Kalbar yang awal mulanya landai akhirnya melonjak.
"Saat itu banyak santri mau pulang minta dengan Antigen karena PCR mahal, saya izinkan. Ternyata lebih 150 orang positif setelah di PCR di bandara. Selain itu, 20 ribu WNI dari Kuching masuk ke Kalbar, 41 persen orang Kalbar, 59 persen lainnya bukan. Di kalbar dikarantina selama 5 hari. Kenapa tidak dari kuching langsung terbangkan ke asalnya," mintanya.
Kemudian manajemen RS juga harus dibenahi, Ia meminta kepada semua RS untuk tidak stok ulang saat suplai oksigen sudah habis.
"Jangan sampai oksigen sudah habis baru bilang. Kalau stok sudah tinggal 1.20 persen sudah harus stok ulang," harapnya.
Pasien Covid-19 membutuhkan suplai oksigen yang besar. Ia menjelaskan bahwa satu malam amannya seorang pasien perlu 5-6 tabung.
"Tidak boleh putus. Kalau putus bisa jadi masalah. Ini menunjukkan bahwa kita juga tidak siap, wilayah kita luas. Orang butuh dalam waktu detik lagi bukan menit," jelasnya.
Demikian pula, Kalbar membeli oksigen dari Malaysia. Namun begitu Sutarmidji mengeluhkan prosedur administrasi, ia mengaku bahwa administrasi masih terkesan panjang dan memperumit keadaan mendesak seperti stok ulang oksigen.
"Kok ribet harus izin dari BNPB, setiap isotank masuk harus ada rekomendasi dari BNPB. Kenapa tidak dibuat satu surat untuk berapa ton, jadi tidak setiap masuk harus ada surat. Ini masalah nyawa. Akhirnya setiap oksigen yang masuk perbatasan saya suruh jalan terus, administrasinya biar saya yang jamin," terangnya.
Sementara itu, dirinya mengaku bahwa kondisi gedung isolasi terpusat di Kalbar cukup baik.
"Ada 1000-1500 bed untuk karantina pmi yang baru pulang dari Malaysia. LPMP ada 750 bed, setara hotel bintang 2. Hanya 60 lebih terisi. Bisa berjemur dan olahraga. Selain itu ada RS Upelkes lapangan Covid-19. Makan mereka semua diperhatikan, jangan sampai selera makan mereka turun. Kami pesankan makanan dari restoran. Menunya juga harus ganti-ganti. Saya jamin isolasi akan nyaman," pungkasnya.
Pandemi juga mengajarkan untuk memperbaiki data. Ia mengaku, anggaran 8 persen dari DAU, namun hanya ditransfer 1/12 perbulan.
"Ini kan memperumit. Harusnya dibuatkan pengeluaran yang lebih fleksibel. situasi emergency tapi tidak dilakukan dengan pola emergency," keluhnya. (*)
(Simak berita terbaru dari Pontianak)