Produksi Gabah Petani Tidak Surplus dan Mahal, Bulog Sintang Pilih Datangkan dari Pontianak

Selama ini, hasil pertanian padi habis untuk dikonsumsi para petani, tidak ada surplus untuk bisa dibeli Bulog sebagai beras cadangan pemerintah.

Penulis: Agus Pujianto | Editor: Try Juliansyah
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/Istimewa
Panen padi sawah varietas INPARI 32 milik Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Tani Maju di Desa Paribang Baru, Kecamatan Tempunak, melimpah. Dari 25 hektare sawah, per hektarenya mampu menghasilkan sekitar 6 ton gabah padi kering. Meski hasil padi melimpah, petani masih kesulitan untuk memasarkan ke luar. Selain karena akses transportasi yang sulit, para petani juga memerlukan bantuan pemerintah untuk pengemasan dan pemasaran produk beras. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SINTANG - Bulog Sub Divisi Regional Wilayah II Sintang, hingga saat ini masih kesulitan menyerap gabah dan beras petani akibat rendahnya produktivitas dan kurangnya lahan pertanian di Kabupaten Sintang.

Selama ini, hasil pertanian padi habis untuk dikonsumsi para petani, tidak ada surplus untuk bisa dibeli Bulog sebagai beras cadangan pemerintah.

“Belum ada serapan gabah di Sintang. Produksinya habis dimakan untuk sintang sendiri, tidak ada surplus untuk bisa dibeli. Memang ada yang surplus yang tidak habis dikonsumsi, tapi tidak banyak,” kata Kepala Perum Bulog Sub Drive SIntang, Fendi Kurniawan.

Menuru Fendi, kebutuhan beras untuk masyarakat di Kabupaten Sintang, mencapai 20 ribu ton perbulan.

Baca juga: Sempat Dirawat Karena Alami Luka Bakar, Kakek Korban Kebakaran di Sintang Akhirnya Meninggal Dunia

Sementara, hasil panen masyarakat dalam sekali panen, kalau pun ada surplus paling banyak 40 ton.

“Sementara kita butuhnya puluhan ton untuk stok,” ungkapnya.

Fendi menilai, program serapan gabah bisa berjalan apabila lahan pertanian luas ditambah dengan insentif untuk petani yang besar agar dapat menambah tingkat produktivitas lahan, supaya hasil pertaniannya melimpah.

Persoalan lainnya, harga gabah petani perkilo lebih tinggi dari Harga Pembelian Pemerintah (HPP).

“Di sini agak susah beli gabah. Harga perkilo tingkat petani Rp 11 ribu, sementara HPP 8,300. Mahal. Kalau harga HPP itu segitu. Selama ini, biasa kita ambil kebutuhan untuk program sembako ambil dari Pontianak, Pontianak pun didatangkan dari jawa atau Sulawesi,” jelasnya. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved