DPRD Kalbar Timbang Raperda Perlindungan dan Pengakuan Masyarakat Adat
Namun untuk sekarang, dikatakannya masih ada hal yang lebih prioritas dan dikejar khususnya oleh Bapemperda.
Penulis: Chris Hamonangan Pery Pardede | Editor: Hamdan Darsani
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Ketua Badan Pembuatan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Provinsi Kalbar, Thomas Alexander mengungkapkan jika rancangan peraturan daerah (raperda) perlindungan dan pengakuan masyarakat adat bisa saja nanti ditimbang untuk menjadi inisiatif DPRD.
Namun untuk sekarang, dikatakannya masih ada hal yang lebih prioritas dan dikejar khususnya oleh Bapemperda.
"Belum kita bahas, yang lagi running sekarang, kita lagi bahas Pencegahan kebakaran hutan dan lahan, kemudian masalah perladangan dengan kearifan lokal, karena oktober ini orang sudah mau berladang lagi," kata Thomas, Senin 15 Maret 2021.
Baca juga: Empat Anggota DPRD Kalbar Pergantian Antar Waktu Dilantik, Ini Orangnya
Walaupun memang diakuinya terkait perlindungan dan pengakuan masyarakat adat memang krusial.
"Masalah hutan adat inikan sebenarnya masalah yang krusial, dan kami selaku Ketua Bapemperda masih mengkaji persoalan itu karena terkait regulasi yang ada, jadi misalnya bagaimana peraturan-peraturan presiden menyangkut itu dan peraturan menteri terkait itu akan kita pelajari, jika dirasakan perlu akan jadi raperda inisiatif DPRD," jelasnya.
"Nanti kita akomodir saja. Kita pelajari, kita singkronkan antara pusat dan daerah baru kita buat draftnya," timpal politisi PDI Perjuangan ini.
Sebelumnya, Koordinator Koalisi AMA Kalbar, Maskendari meminta agar DPRD dan Pemerintah Provinsi Kalbar segera mengesahkan peraturan daerah perlindungan dan pengakuan masyarakat adat.
Menurutnya, dengan kebijakan pemerintah daerah di Kalbar itu masyarakat adat bisa menikmati hak-haknya secara utuh.
Untuk diketahui, koalisi AMA Kalbar dibentuk sebagai rencana tindak lanjut Focus Group Discussion (FGD) Mendorong Peraturan Daerah Tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Provinsi Kalimantan Barat dan Potret Kebijkan Tentang Masyarakat Adat dari Pusat Hingga Daerah yang diselenggarakan oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Kalimantan Barat di Pontianak.
Koalisi AMA Kalbar ini beranggotakan 12 CSO (Civil Society Organization) yaitu Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalbar, Badan Registrasi Wilayah Adat Kalbar (BRWA Kalbar), Institut Dayakologi, Lembaga Bela Binua Talino (LBBT), Perkumpulan Bantuan Hukum Kalimantan (PBHK), Link-Air Borneo, Sampan Kalimantan, Jari Borneo Barat, Pemuda Katolik Kalbar, Walhi Kalbar, Laman Punyung Indonesia, dan Barisan Pemuda Adat Nusantara Kalbar (BPAN Kalbar).
"Kita meminta agar DPRD dan Pemerintah Provinsi Kalbar segera mengesahkan peraturan daerah perlindungan dan pengakuan masyarakat adat," kata Maskendari.
Menurutnya, bagian penting dan utama dari advokasi kebijakan masyarakat adat adalah hadirnya Peraturan Daerah (Perda) yang akan memberikan kepastian hukum bagi pengakuan dan perlindungan masyarakat adat di suatu wilayah dan menempatkan kedudukan masyarakat adat sebagai subjek hukum.
Selain itu, Perda ini juga merupakan payung hukum kebijakan yang diambil pemda terkait masyarakat adat.
"Pengakuan dan perlindungan terhadap masyarakat adat membuat mereka memiliki wilayah masyarakat adat dan mempunyai kemandirian mengelola sumberdaya alam (hutan adat) baik untuk kepentingan ekonomi, ekologi, budaya, adat istiadat, religi serta menggunakan hukum adat dalam menyelesaikan masalah internal maupun dengan pihak lain mengenai pemanfaatan SDA," jelas Maskendari. (*)