Apa Itu Kebiri Kimia yang Jadi Hukuman Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak?
Kendati demikian, berdasarkan Pasal 4, pelaku persetubuhan atau pencabulan yang masih berstatus anak tak dikenakan tindakan kebiri kimia dan pemasanga
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Presiden Joko Widodo resmi meneken Peraturan Pemerintah (PP) No 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak.
Peraturan Pemerintah itu ditandatangani Presiden Jokowi pada Senin 7 Desember 2020 lalu.
PP No 70 tahun 2020 adalah peraturan turunan dari Pasal 81A ayat 4 dan Pasal 82A ayat 3 Undang-Undang No 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
Dalam Pasal 2 ayat 1 di PP tersebut, pelaku persetubuhan terhadap anak yang telah memiliki kekuatan hukum tetap bisa dikenakan tindakan kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, dan rehabilitasi.
Sementara itu, Pasal 2 ayat 2 menyatakan pelaku perbuatan cabul terhadap anak yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dapat dikenakan tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronok dan rehabilitasi.
Kendati demikian, berdasarkan Pasal 4, pelaku persetubuhan atau pencabulan yang masih berstatus anak tak dikenakan tindakan kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.
Baca juga: Tokoh Masyarakat Sanggau Minta Pelaku Cabul Terhadap Anak Bawah Umur Dihukum Kebiri
Teknis pelaksanaan tindakan kebiri kimia diatur dalam Pasal 6.
Pasal tersebut menyatakan tindakan kebiri kimia diawali dengan tahapan penilaian klinis.
Dalam Pasal 7 ayat 2, penilaian klinis terdiri dari proses wawancara klinis dan psikiatri, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Tindakan kebiri kimia dikenakan kepada pelaku persetubuhan paling lama dua tahun dan dilakukan di rumah sakit milik pemerintah atau rumah sakit daerah yang ditunjuk.
Pelaksanaan kebiri kimia dilakukan setelah pelaku persetubuhan selesai menjalani pidana pokok berupa hukuman penjara.
Namun, berdasarkan Pasal 10 ayat 3, pelaku persetubuhan terhadap anak bisa terbebas dari tindakan kebiri kimia bila analisis kesehatan dan psikiatri menyatakan tidak memungkinkan.
Kemudian, pengaturan teknis pemasangan alat pendeteksi elektronik diatur dalam Pasal 14-17.
Baca juga: Login portal.ltmpt.ac.id Registrasi Akun LTMPT untuk Pendaftaran SNMPTN 2021
Pemasangan alat pendeteksi elektronik berlangsung saat pelaku persetubuhan atau pencabulan terhadap anak selesai menjalani pidana pokok dan berlaku paling lama dua tahun.
Lalu, beleid tersebut juga mengatur tentang tindakan rehabilitasi yang diberikan kepada pelaku persetubuhan atau pencabulan terhadap anak.
Rehabilitasi yang diberikan berupa rehabilitasi psikiatrik, sosial, dan medis.
Selain itu, PP No 70 Tahun 2020 juga mengatur pengumuman identitas pelaku kekerasan seksual terhadap anak.
Pengumuman identitas tersebut dilakukan setelah pelaku selesai menjalani pidana pokok.
Pasal 21 ayat 2 menyatakan, pengumuman identitas dilakukan lewat papan pengumuman, laman resmi kejaksaan, media cetak, media elektronik, dan media sosial.
Adapun Pasal 22 menyatakan, pengumuman identitas pelaku kekerasan seksual terhadap anak paling sedikit memuat nama pelaku, foto pelaku terbaru, NIK atau nomor paspor bagi WNA, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, dan alamat domisili terakhir.
Apa itu tindakan kebiri kimia?
Pengertian tentang tindakan kebiri kimia tersebut tercantum dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 poin 2.
Tindakan kebiri kimia dijelaskan sebagai pemberian zat kimia melalui penyuntikan atau metode lain yang dilakukan kepada pelaku yang pernah dipidana.
Hal tersebut dilakukan karena pelaku melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau orang lain.
Akibatnya adalah menimbulkan korban lebih dari satu orang, luka berat, gangguan jiwa, penyakit menular, terganggu atau hilangnya fungsi reproduksi, dan/atau korban meninggal dunia, Ini termasuk untuk menekan hasrat seksual berlebih, yang disertai rehabilitasi.
Dalam Pasal 2 poin 1, dijelaskan bahwa tindakan kebiri kimia kepada pelaku persetubuhan, dilaksanakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Begitu pula dengan tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronik dan rehabilitasi yang dikenakan terhadap pelaku perbuatan cabul.
Kemudian, dalam poin 3 disebutkan bahwa pelaksanaan putusan pengadilan tersebut, baik kebiri, pendeteksi elektronik, maupun rehabilitasi, dilaksanakan atas perintah jaksa setelah berkoordinasi dengan kementerian terkait.
Utamanya kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, hukum, dan sosial.
Dalam Pasal 3, tindakan kebiri kimia tersebut dilakukan oleh petugas yang memiliki kompetensi di bidangnya atas perintah jaksa.
Sementara dalam Pasal 4, disebutkan bahwa pelaku anak tidak dapat dikenakan tindakan-tindakan tersebut.
Adapun penerbitan PP tersebut merupakan salah satu cara untuk mengatasi kekerasan seksual terhadap anak, memberi efek jera terhadap pelaku, dan mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak.
Peraturan tersebut juga diterbitkan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 81A ayat 4 dan Pasal 82A ayat 3 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-Undang.
Kebiri Dalam Dunia Medis
Ketua Bagian Andrologi dan Seksologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar, Bali, Profesor Wimpie Pangkahila mengatakan, perlu diketahui lebih dulu bahwa pengebirian yang bisa dilakukan para dokter saat ini adalah kebiri secara kimiawi.
Kebiri ini dilakukan dengan memberikan obat antiandrogen berupa suntikan untuk menekan produksi hormon testosteron.
Penyuntikannya pun dilakukan berulang untuk mendapat hasil yang baik.
"Tergantung reaksi setiap individu, tetapi tidak mungkin hanya sekali (suntik hormon antiandrogen)," kata Wimpie saat dihubungi Kompas.com, Kamis (22/10/2015).
Jika penyuntikan hanya sekali dan dihentikan, tak tertutup kemungkinan gairah seksual akan muncul kembali.
Selain itu, bisa saja seorang pria meminta disuntik hormon laki-laki untuk mengembalikan fungsi organ reproduksinya itu.
"Kalau tidak disertai, misalnya hukuman seumur hidup, dia (pelaku kekerasan seksual) kan bisa bergentayangan. Dia bisa pergi ke dokter lain minta dikembalikan seperti semula, diberikan hormon semula yang bukan antiandrogen," kata Wimpie.
Sementara itu, kebiri fisik sudah tak lagi dilakukan dalam dunia kedokteran, kecuali ada indikasi medis.
Adapun kebiri fisik dilakukan dengan membuang testis pria yang merupakan lokasi produksi testosteron.
"Itu (kebiri fisik) sudah ditolak habis-habisan. Dokter enggak akan mungkin mau melakukan itu, memotong testis orang yang bukan karena penyakit," kata Wimpie.
Dalam dunia medis, suntik hormon antiandrogen sendiri biasanya digunakan untuk pasien kanker prostat.
Selain memberikan efek hilangnya dorongan seksual, kebiri dapat melemahkan otot-otot pria, meningkatkan lemak, hingga pengeroposan tulang.
-----------------------------
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Hukuman yang Ancam Predator Seksual terhadap Anak, Apa Itu Kebiri Kimia?"
Penulis : Deti Mega Purnamasari
Editor : Bayu Galih
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Presiden Jokowi Teken PP Kebiri Predator Seksual Anak"
Penulis : Rakhmat Nur Hakim
Editor : Rakhmat Nur Hakim
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Apakah Kebiri Hilangkan Dorongan Seks Permanen?"
Penulis : Dian Maharani