Ini Pandangan Ahli Epidemiologi untuk Pemprov Kalbar Melakukan Pencegahan Kematian Akibat Covid-19
sistem kekebalan tubuh biasanya akan membentuk antibodi yang mampu melawan penyakit tersebut.
Penulis: Faisal Ilham Muzaqi | Editor: Jamadin
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Ketika kondisi kesehatan masyarakat mengalami penurunan yang serius akibat dampak Covid-19, sehingga kegiatan pencegahan tidak lagi mampu membendung peningkatan kasus dan kematian pasien Covid-19, proporsi masyarakat yang melaksanaan protokol kesehatan tidak sebanding dengan jumlah pelanggaran.
Ahli Epidemiologi sekaligus ketua tim kajian ilmiah Covid-19 Poltekkes Kemenkes Pontianak dan Ketua Muhmamadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) Kalbar, Dr. Malik Saepudin SKM,M.Kes menyampaikan sesuai dengan hasil penelitian dari tim Kajian Covid Poltekkes Kemenkes Pontianak tahun 2020 bahwa kepatuhan masyarakat dalam protokol kesehatan hanya 25%.
Sementara dikatakannya kandidat obat, vaksin, dan suplemen herbal yang masih dalam proses penelitian demi melawan pandemi Covid-19 diperlukan inovasi dan kreatifitas sebagai ikhtiar penanganan Covid-19 di Kalbar yang lebih baik, salah satunya adalah pengobatan dengan menggunakan plasma darah atau plasma konvalesen.
"Terapi plasma atau plasma konvalesen ini menggunakan plasma darah yang mengandung antibodi dari pasien Covid-19 yang sudah sembuh dari warga masyarakat lokal atau setempat," ujar Malik Saepudin.
Kendati demikian, disampaikannya hal ini penting dilakukan untuk melawan Covid-19 dengan tipe atau strain virus corona yang sama di wilayah tersebut.
Baca juga: KPU Akan Jemput Bola Terhadap Pemilih yang Positif Covid-19
Sebagaimana diketahui bersama bahwa dinamika perkembangan mutasigenetik covid-19 terus terjadi yang mengakibatkan terjadi kesenjangan strain satu wilayah dengan wilayah lainnya.
"Oleh karenanya dibeberapa wilayah di Indonesia pada saat ini sedang giat melakukan terapi dengan plasma bekerja sama dengan PMI pada wilah setempat. Demikian pula wilayah Kalbar dapat melakukan hal yang sama, yaitu memanfaatkan plasma darah dari masyarakat yang telah dinyatakan sembuh dari Covid-19, tentu dengan prosesur, dan PMI Kalbar memiliki peralatan tersebut," ungkap Malik Saepudin.
Kemudian dijelaskannya juga bahwa prinsip dasar pada penerapan terapi itu adalah harus seseorang yang dinyatakan sembuh dari Covif-19, sistem kekebalan tubuh biasanya akan membentuk antibodi yang mampu melawan penyakit tersebut.
Sebagaimana antibodi adalah protein yang terbentuk secara spesifik dari infeksi yang pernah dialami seseorang.
Jika diproduksi dalam jumlah besar oleh sistem kekebalan tubuh manusia untuk mengikat dan melawan virus yang menginfeksi tubuh. Antibodi itu terkandung di dalam plasma darah.
"Dalam konsep vaksinasi, tubuh seseorang yang diimunisasi akan dirangsang untuk menumbuhkan antibodi. Sedangkan plasma konvalesen ini dilakukan dengan mentransfusi antibodi orang lain ke dalam tubuh pasien sehingga menawarkan perlindungan langsung pada penerimanya, namun bersifat sementara," jelasnya.
Menurutnya para tenaga analis kesehatan terlatih dapat mengambil plasma darah dari pasien sembuh Covid-19, menguji kandungannya, dan memurnikannya untuk menyaring antibodi tersebut.
Jika hal itu sudah dilakukan dikatakannya langkah selanjutnya terapi plasma bisa dilakukan dengan menyuntikkannya ke pasien Covid-19 yang sakit.
"Metode terapi plasma darah seperti ini pernah berhasil digunakan dalam menangani penyakit akibat virus Ebola. Umumnya terapi ini berjalan dengan baik, tapi salah satu efek sampingnya adalah bisa menimbulkan alergi," bebernya.
Saat ini banyak sedang dilakukan penelitian terapi plasma darah untuk penanganan pasien Covid-19 oleh RSPAD Gatot Soebroto, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, dan Biofarma Bandung.
Hasilnya cukup menggembirakan, bahkan telah diterapkan dibeberapa RS di Wilayah Indonesia," lanjutnya.
Salah satu negara yang telah berhasil dan merkomendasikan pengobatan plasma dikatakannya adalah Amerika Serikat. Terutama diberikan kepada Pasien covid-19 gejala parah.