Sulitnya Medan di Perhuluan Kecamatan Ambalau, 8 Jam Susuri Sungai Lewati Riam dan Pikul Kotak Suara

Dari ibu kota Kecamatan Ambalau, butuh waktu 8 jam menggunakan loang boat bermesin 40 PK menyusuri Sungai Melawi.

Penulis: Agus Pujianto | Editor: Jamadin
TRIBUN PONTIANAK/ ISTIMEWA
Pikul Kotak Suara: Brigadir Marten Sumantri dan Brigadir Palentinus anggota Bhabinkamtibmas Polsek Ambalau memikul kotak suara berjalan kaki melewati perbukitan saat Pilgub 2018 lalu.  

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID,SINTANG - Kecamatan Serawai dan Ambalau, Kabupaten Sintang, Kalbar, menjadi wilayah dengan kategori berat dalam hal pendistribusian logistik berdasarkan kategorisasi yang dibuat oleh Polres Sintang.

Pada saat Pemilihan Gubernur (Pilgub) tahun 2018 lalu, tim penyelenggara pemilu bersama dengan tim pengawal logistik surat suara harus menempuh medan berat untuk mencapai Desa Kepala Jungai, yang berada di perhulungan sungai melawi.

Saat itu, video dua anggota Bhabinkamtibmasnya yang sedang bergantian memikul kotak suara melewati perbukitan dan jalan yang terjal  di Bukit Tambo, Desa Kepala Jungai, Kecamatan Ambalau, viral di media sosial.

Media lokal bahkan nasional turut serta mengabarkan kegigihan dua anggota pengamanan pemilu yang memikul kotak suara dengan berjalan kaki selama tiga jam mendaki Bukit Tambo. Mereka adalah Brigadir Marten Sumantri dan Brigadir Palentinus

Kedua anggota Polsek Kecamatan Ambalau ini bahkan diganjar pin emas oleh Kapolri, Jendral Pol Tito Karnavian saat itu, karena dianggap berjasa dalam mengawal dan mengamankan jalankan pilkada 27 Juni 2018 lalu.

Baca juga: Logistik Pilkada Sudah Berdatangan di KPU Sekadau, Berikut Jumlah dan Proses Pendistribusiannya

Brigadir Martin Sumantri dan Brigadir Palentinus adalah Bhabinkabtimas diberi mandat menjadi anggota pengamanan Tempat Pemungutan Suara (TPS) pada Pilgub pada 27 Juni lalu. Keduanya bertugas di desa terpisah: Palentinus di tempatkan di TPS 01 Desa Kepala Jungai. Sementara Martin ditugaskan di TPS 02 Desa Jengkarang.

Untuk bisa mencapai dua desa ini, Martin dan Palentinus bersama Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) harus melewati medan berat dan menguras tenaga, juga biaya.

Dari ibu kota Kecamatan Ambalau, butuh waktu 8 jam menggunakan loang boat bermesin 40 PK menyusuri Sungai Melawi.

Laju long boat tak semulus menyusuri Daerah Aliran Sungai (DAS) pada umumnya. Tim pengamanan dan penyelenggaran pemilu harus uji nyali melewati tiga riam sebelum sampai di dermaga Buntut Tambo.

Ada Riam Tosan, Riam Tambuk dan Riam Karepe. Riam Tosan yang paling menantang dan menguji nyali. Butuh motoris handal dan hapal alur sungai yang menyempit disesaki bebatuan.

Salah sedikit, lambung Long Boat bisa pecah terhempas batu. Mau tak mau, penumpang harus turun dan menarik perahu.

Tim penyelenggara pemilu, begitu pula Martin dan Palentinus berangkat ke lokasi TPS di Desa Kepala Jungai, dua hari sebelum hari pemungutan.

Sebab, jika mereka berangkat satu hari sebelum pemungutan suara, belum tentu mereka bisa sampai tepat pada waktunya. Apalagi, transportasi berupa Long Boat tidak ada jadwal tetap.

Setibanya di Dermaga Buntut Tambok perjalanan dilanjutkan dengan jalan kaki menuju Desa Kepala Jungai selama dua jam.

Seperti inilah medan berat menuju Desa Pahangan, salah satu desa yang berada di pedalaman Kecamatan Ambalau, Kabupaten Sintang. Para penyelenggara pemilu harus bekerja kera untuk mencapainya, demi mensukseskan pesta demokrasi.  Kecamatan Serawai dan Ambalau, Kabupaten Sintang, Kalbar, menjadi wilayah dengan kategori berat dalam hal pendistribusian logistik berdasarkan kategorisasi yang dibuat oleh Polres Sintang.  
Seperti inilah medan berat menuju Desa Pahangan, salah satu desa yang berada di pedalaman Kecamatan Ambalau, Kabupaten Sintang. Para penyelenggara pemilu harus bekerja kera untuk mencapainya, demi mensukseskan pesta demokrasi.  Kecamatan Serawai dan Ambalau, Kabupaten Sintang, Kalbar, menjadi wilayah dengan kategori berat dalam hal pendistribusian logistik berdasarkan kategorisasi yang dibuat oleh Polres Sintang.  

Durasinya bisa lebih panjang apabila membawa beban. Marten sendiri saat keberangkatan menginap di Desa Kepala Jungai.

Paginya, baru dia melanjutkan perjalanan ke Desa Jengkarang yang ditempuh 2 jam menggunakan long boat.

Tukang Pikul Pucat

Potongan vidio dua anggota polisi viral yang memikul 4 kotak suara sebenarnya bukan pada saat keberangkatan ke TPS. Melainkan pengawalan saat kembali dari Kepala Jungai ke PPK di kota Kecamatan Ambalau.

Sedianya, petugas PPS Kecamatan sudah mengupah satu orang tukang pikul untuk mengantar kotak suara ke Dermaga Buntut Tambo dari TPS di Kepala Jungai dan TPS Desa Jengkarang yang sudah disatukan.

Tukang pikul kotak kotak suara itu namanya Pak Kodem. Usianya diperkirakan 50-an tahun.

Upah pikul barang dari Dermaga Riam Tambo ke Kepala Jungai dan atau sebaliknya Rp 1000 rupiah perkilogram.

Karena momentum Pemilu, pihak penyelenggara pemilu tingkat kecamatan mengupah tukang pikul dengan harga berlipat ganda. Satu kotak suara Rp 50 ribu rupiah.

“Satu kotak suara dikasih lebih. Makanya banyak yang berebut. Tapi Pak Kodem ndak mau kasih. Dia borong semua,” kata Brigadir Palentinus.

Baca juga: Faktor Alam dan Medan Berat Jadi Hambatan Pendistribusian Logistik di Kabupaten Sintang

Empat kotak yang berisi surat suara dari dua TPS di Desa Kepala Jungai dan Desa Jengkarang itu dipikul sendiri oleh Pak Kodem.

Untuk memudahkan penganggkutan, empat kotak suara diikat seutas tali. Kemudian dipikul dari Desa Kepala Jungai menuju Dermaga Riam Tambo.

Martin, Palentinus dan Pak Kodem berjalan beriringan mengawal kotak suara agar selamat dan aman sampai tujuan.

Sementara tim dari KPPS sudah berjalan di depan. Setibanya di Bukit Tambo, Pak Kodem kelelahan. Mukanya mendadak pucat. Sementara, perjalanan masih jauh.

“Medan (Bukit Tambo) begitu panjang dan tinggi. Di kalbar, rasanya baru ketemu di Desa Kepala Jungai jalan yang seperti ini. Ini belum seberapa, ini belum separo. Ini yang dinamakan Bukit Tambo. Desa paling ujung di Sungai Melawi, Ambalau. Dan ini belum seberapa jalannya menuju kecamatan, ini baru 2 persen perjalanan,” kata Martin dalam vidio yang kemudian viral di media sosial.

Bukit Tambo menjadi medan terberat. Jalan tanah, licin dan menanjak. Kemiringan diperkirakan lebih dari 40 derajat.

Jika berjalan tanpa beban di pundak, berjalan kaki bisa tembus dua jam. Bisa lebih jika membawa beban.

“Pas tanjakan pertama, Pak Kodem mulai kelelahan, mukanya pucat. Kami kasian lihatnya. Martin berinisiatif membantu memikul kotak suara. Kami takut kalau kotak suara ndak sampai ke kecamatan. Kami pikul gantian selama mendaki bukit. Pas turunan, gantian Pak Kodem lagi,” kata Palentinus mengisahkan.

Seperti inilah medan berat menuju Desa Pahangan, salah satu desa yang berada di pedalaman Kecamatan Ambalau, Kabupaten Sintang. Para penyelenggara pemilu harus bekerja kera untuk mencapainya, demi mensukseskan pesta demokrasi.  Kecamatan Serawai dan Ambalau, Kabupaten Sintang, Kalbar, menjadi wilayah dengan kategori berat dalam hal pendistribusian logistik berdasarkan kategorisasi yang dibuat oleh Polres Sintang.  
Seperti inilah medan berat menuju Desa Pahangan, salah satu desa yang berada di pedalaman Kecamatan Ambalau, Kabupaten Sintang. Para penyelenggara pemilu harus bekerja kera untuk mencapainya, demi mensukseskan pesta demokrasi.  Kecamatan Serawai dan Ambalau, Kabupaten Sintang, Kalbar, menjadi wilayah dengan kategori berat dalam hal pendistribusian logistik berdasarkan kategorisasi yang dibuat oleh Polres Sintang.

“Dari TPS Kepala Jungai kami turun sama-sama bersama KPPS. Cuma mereka sudah duluan. Karena kami tugasnya mengawal kotak suara, kami tidak mungkin meninggalkan kotak itu. karena masih tanggungjawab kami mengawalnya,” timpal Martin.

Empat kotak suara yang dijadikan satu beratnya diperkirakan lebih dari 50 kilogram. Palentinus saja meringis ketika pertama kali memanggulnya. Jalannya sempoyongan.

Lepas dari medan berat Bukit Tambo, rombongan pengawal pemilu masih dihadapkan dengan tiga buah riam yang menantang adrenalin. Riam yang dipenuhi bebatuan berukuran jumbo harus dilalui.

Sehingga tak heran waktu tempuh dari Dermaga Buntut Tambo ke ibu kota kecamatan di Kemangai, ditempuh 7 jam. Bisa lebih jika air sungai surut.

“Tapi kalau kemarau, dangkal sekali itu dari Kemangai ke Buntut Tambok bisa dua hari. Karena sungai udah terlalu dangkal, perahu ditarik. Batu besar, motor air, diangkat. Kalau air pasang itu enak, perjalanan ke sana. Batunya tenggelam. Kalau kemarau sulit sekali,” sebut Palen.

Dua tahun berlalu, Brigadir Marten masih setia bertugas di Polsek Ambalau. Tidak menutup kemungkinan, dia akan kembali bertugas mengawal logistik. Sementara Palentinus, sudah pindah tugas ke Polsek Tempunak.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved