Kondisi Terkini Kerusuhan Pilpres AS - Muncul Seruan Tidak Mau Biden hingga Bentrokan Aparat & Massa
Polisi negara bagian Oregon bersama Garda Nasional dengan truk kamuflasenya bentrok dengan massa di sekitar Portland.
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Kondisi terkini Kerusuhan yang mewarnai Pemilihan Presiden Amerika Serikat ( Pilpres AS ).
Polisi negara bagian Oregon bersama Garda Nasional dengan truk kamuflasenya bentrok dengan massa di sekitar Portland.
Setidaknya 10 orang ditangkap dalam kerusuhan saat pemilihan presiden Amerika Serikat ( pilpres AS) ini.
Portland sebelumnya telah ditempatkan dalam siaga tinggi oleh Gubernur Kate Brown, menyusul maraknya demo di sana sejak musim panas.
Kemudian di kerusuhan terbaru ini, sekelompok pengunjuk rasa memecahkan kaca jendela toko-toko, lalu seorang pria yang diyakini melempar bom Molotov telah ditahan.
Kantor Sheriff Multnomah County melaporkan, kerusuhan meluas dan polisi dilempari botol kaca saat mendekat ke arah demonstran.
Jurnalis AFP di lokasi kejadian menyaksikan dua penangkapan di sudut jalan, dan salah satu yang ditangkap bernama Michael Ream dengan wajah berlumuran darah.
"Ini sama seperti biasanya, perlakuan kasar dari polisi dan warisan mengerikan yang mereka bawa setiap hari," ucap mahasiswa S3 itu kepada AFP saat polisi memborgolnya.
Kemudian, saat ditanya apakah dia turun ke jalan karena pilpres Amerika, dia menjawab, "Lebih kurang begitu. Saya sudah tidak lama ikut demo."
Portland menjadi tempat bentrokan beberapa bulan terakhir, antara polisi dan massa yang marah atas pembunuhan orang-orang Afro-Amerika oleh aparat keamanan.
Massa sebelumnya berunjuk rasa secara damai di taman pusat kota, dihadiri oleh koalisi kelompok sayap kiri anti-kapitalis yang berorasi disertai musik.
Pemimpin demo Evan Burchfield berkata ke AFP, kota itu memanfaatkan polisi sebagai alat penindas politik selama bertahun-tahun, dan tidak akan ada yang berubah meski Joe Biden menang pilpres Amerika.
Massa yang berkumpul di tepi sungai Portland bersumpah untuk mengawal hasil pilpres AS, dengan membentangkan spanduk bertuliskan "Hitung Setiap Suara" dan "Pemilihan Selesai. Pertarungan Berlanjut".
Di sisi lain, sejumlah demonstran membawa senjata api termasuk senapan, serta spanduk anti-rasialisme dan anti-imperialisme yang bergambar senapan dan bertuliskan "Kami Tidak Mau Biden. Kami Ingin Balas Dendam".
Amankan Demonstran dan Sita Senjata
Polisi di kota Portland melakukan penangkapan dan menyita sejumlah kembang api, palu, dan senapan setelah kerusuhan terjadi pada tengah malam, setelah pemungutan suara pilpres Amerika Serikat.
Penangkapan dilakukan ketika Gubernur Oregon, Kate Brown menerjunkan Pengawal Nasional di sana untuk merespons "kekerasan yang meluas".
Melansir Reuters pada Kamis (5/11/2020), polisi Portland mengatakan bahwa ada 10 orang yang ditangkap dalam demonstrasi setelah orasi berlangsung rusuh di daerah pusat kota pasca-pemungutan suara pilpres.
Laporan itu muncul ketika Departemen Kepolisian New York (NYPD) mengumumkan bahwa terdapat 50 orang yang ditangkap dari aksi demonstrasi di kota New York, pada Rabu malam (4/11/2020).
“Semua pertemuan yang dinyatakan kerusuhan terjadi di pusat kota. Kami telah melakukan 10 penangkapan," kata juru bicara Kepolisian Portland kepada Reuters dalam pernyataan yang dikirim melalui email.
Demonstrasi juga terlihat di beberapa kota di AS lainnya pada Rabu malam, ketika para aktivis menuntut agar penghitungan suara dilanjutkan tanpa hambatan di beberapa kota, termasuk Atlanta, Detroit, New York, dan Oakland.
Sebelumnya pada Rabu, sekitar 100 orang berkumpul untuk acara antaragama sebelum pawai unjuk rasa yang direncanakan berlangsung di pusat kota Detroit, di negara bagian Michigan, untuk menuntut penghitungan suara penuh dan apa yang mereka sebut transisi kekuasaan secara damai.
Mitra lokal dari Protect the Results,sebuah koalisi yang terdiri lebih dari 165 organisasi akar rumput, kelompok advokasi dan serikat pekerja, telah menyelenggarakan lebih dari 100 acara yang direncanakan di seluruh negeri antara Rabu dan Sabtu.
Menjelang pemilihan 3 November, Amerika Serikat telah menyaksikan protes berbulan-bulan setelah kematian George Floyd pada Mei, seorang Afrika-Amerika yang meninggal setelah seorang petugas polisi Minneapolis menindih lehernya dengan lutut selama hampir 9 menit.
Aksi protes sekali lagi terjadi setelah adanya penembakan seorang Afrika-Amerika bernama Jacob Blake oleh polisi di Kenosha, Wisconsin.
Tidak lama setelahnya, terjadi penembakan Walter Wallace Jr yang berusia 27 tahun yang ditembak mati oleh dua petugas polisi di Philadelphia.
Portland telah menyaksikan beberapa demonstrasi sejak kematian Floyd, terutama di daerah pusat kota, dengan protes yang terkadang berubah menjadi bentrokan antara demonstran dan polisi, serta antara kelompok sayap kanan dan kiri.
Protes anti-rasisme menuntut diakhirinya kebrutalan polisi dan ketidaksetaraan rasial.
Sementara, demonstrasi yang terjadi baru-baru ini adalah seputar pemungutan suara 3 November yang menuntut penghitungan penuh suara untuk pemilu yang telah berlangsung pada Selasa (3/11/2020).
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kerusuhan Pilpres AS, Polisi dan Garda Nasional Bentrok dengan Massa Anti-Trump"