Apa Dampak SFH Ketika Pandemi Usai? Berikut Ulasan Pegiat Pendidikan Kalbar

Satu dampak yang dihasilkan dari penutupan sekolah secara sementara ini adalah meningkatnya angka putus sekolah,

Penulis: Anggita Putri | Editor: Jamadin
TRIBUN PONTIANAK/ ISTIMEWA
Pegiat Pendidikan Kalbar, Indra Dwi Prasetyo .  

Penutupan sekolah selama setidaknya 7 bulan ini akan berdampak signifikan karena tidak semua siswa memiliki perangkat belajar yang memadai untuk belajar mandiri seperti jaringan internet maupun gawai. 

Hal ini secara tidak langsung akan berdampak secara linear dengan hasil akademik mereka ketika sekolah kembali dibuka nantinya. 

Dirinya juga telah membaca hasil studi simulasi yang dilakukan oleh World Bank Group menunjukkan terjadinya penurunan kualitas umur pendidikan siswa yang awalnya berusia rata-rata 7.9 tahun sekolah menjadi 7 tahun sekolah jika penutupan sekolah dilakukan hingga 7 bulan. 

 “Angka umur sekolah ini tentu akan terus menurun jika penutupan sekolah terjadi lebih dari 7 bulan lamanya,” ucap.

Tidak hanya itu, turunnya kualitas pendidikan tidak hanya dirasakan seketika saat siswa kembali sekolah nantinya, namun juga hingga beberapa waktu setelahnya. 

 Sebuah studi yang berbeda yang dilakukan pada tahun 2020 berjudul “Human Capital Accumulation and Disasters: Evidence from the Pakistan Earthquake of 2015” misalnya, memaparkan bagaimana siswa-siswi yang terdampak oleh bencana gempa bumi di Pakistan pada akhirnya mengalami menurunan kualitas akademik di sekolah bahkan hingga empat tahun setelahnya.

Hal itu terjadi bukan hanya semata-mata diakibatkan karena penutupan sekolah, namun pada saat yang sama, kurikulum yang berlaku tidak disesuaikan dengan kondisi darurat sehingga sulit bagi siswa untuk mengejar ketertinggalan pembelajaran ketika ajaran baru berlangsung. 

“Pemerintah harus berpikir keras agar output pendidikan yang dihasilkan paska COVID-19 ini usai dapat terjaga, setidaknya melalui beberapa regulasi,” tegasnya.

Misalnya, menurunkan biaya-biaya pendidikan paska pandemi agar masyarakat masih dapat mengakses pendidikan yang berkualitas saat ekonomi mereka baru akan bertumbuh dan bangkit. Dengan demikian, angka putus sekolah yang dihasilkan akibat dampak pandemi ini dapat ditekan.

 Beasiswa pendidikan pada berbagai level juga merupakan sebuah upaya konsolidatif yang bisa dilakukan pemerintah untuk memastikan masyarakat yang terdampak secara ekonomi akibat Covid-19 dapat melanjutkan pendidikan mereka.

 Kedua, perlu adanya penyesuaian kurikulum yang disesuaikan dengan keadaan darurat pandemi seperti saat ini. 

Penyesuaian kurikulum menggunakan “kurikulum darurat” perlu dilakukan agar gap akademik yang dialami siswa selama masa pandemi dan saat pandemi berakhir tidak begitu jauh.

Kurikulum darurat ini digunakan setidaknya selama beberapa tahun ajar kedepan hingga pemerintah benar-benar bisa memastikan bahwa efek penurunan kualitas yang dihasilkan oleh pandemi ini benar-benar dapat dikejar dengan optimal.

Beberapa contoh kasus dan upaya mitigasi pendidikan di atas tentu saja merupakan sekelumit tantangan yang harus dihadapi pemerintah beberapa waktu ke depan. 

“Dengan tantangan yang jauh lebih kompleks serta multidimensi, tidak ada upaya lain untuk mengatasinya kecuali dengan partisipasi berbagai pihak,” tegasnya.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved