Citizen Reporter
Merawat Perdamaian dan Keberagaman Lewat Muatan Lokal dan Multikultur di Masa Pandemi Covid-19
Pandemi Covid-19 tak menjadi alasan untuk abai dan terhenti menjaga komitmen multipihak untuk merawat nilai-nilai perdamaian dan keberagaman.
“Di sekolah kami, anak-anak yang beragam latar belakang social budayanya, diajarkan untuk mengenal dirinya, lingkungan terdekatnya, hingga lingkungan sosial budaya lain sehingga anak-anak mengenal dan menghormati perbedaan serta nilai-nilai toleransi sejak dini,” pungkasnya dengan jaringan virtual.
Diapresiasi Para Tokoh Madura
Tokoh muda Madura Kalimantan Barat dan pengurus MISEM Kalbar, Subro, M.Ag mengatakan bahwa pengalaman MISEM berkolaborasi bersama ANPRI dan Institut Dayakologi, juga telah didiseminasikan di dalam Kongres Kebudayaan Madura di Sumenep, beberapa waktu lalu.
Ia mengatakan bahwa sambutan para tokoh intelektual Madura yang berprofesi sebagai dosen di berbagai perguruan tinggi di Jawa memberikan apresiasi yang sangat positif karena di dalam buku bahan ajar Pendidikan Mulok Budaya dan Multikultur di Kalimantan Barat yang selama itu menjadi bahan ajar di sekolah-sekolah SMP/sederajat mitra ANPRI di Kalbar terdapat materi tentang kebudayaan Madura.
Pengalaman tersebut menjadi bahan diskusi di antara para tokoh Madura itu.
“Satu pelajaran yang saya petik adalah bahwa saat mereka berdiskusi dan berdebat dalam Kongres Kebudayaan Madura itu, kita di Kalbar sudah jauh lebih dulu menerapkan pendidikan mulok budaya multikultur, terlepas dari apakah di dalam prosesnya masih ada keterbatasan-keterbatasannya,” ujar Subro, yang kerap disapa Cak Subro ini.
Institut Dayakologi bersama ANPRI dan anggota-anggotanya berusaha konsisten terus memelihara rasa peduli dan komitmen untuk merawat keberagaman di bumi Khatulistiwa ini.
Narasumber dari SMP St. Fransiskus Asisi Pontianak, yang juga seorang kolomnis yakni Drs. Priyono Pasti, membagikan pengalaman sekolah dengan pelindung spiritual yakni Santo Fransiskus dari Asisi tersebut mengatakan bahwa pihak sekolahnya menerapkan pendidikan mulok budaya multikultur.
Dalam praktiknya di sekolah, peserta didik diajarkan nilai-nilai toleransi, menjaga perdamaian dan menghormati perbedaan.
“Di SMP Asisi, sudah biasa jika dalam kepanitiaan di acara hari besar agama, juga dilibatkan peserta didik dari agama lain. Di sini mereka punya kesempatan langsung bekerja sama, mengenal perbedaan dan sikap toleransi satu sama lain,” kata Pak Pri, yang juga Kepsek SMP St. Fransiskus Asisi itu.
Inisiatif pendidikan muatan local budaya dan multikultur masih sangat relevan di Kalimantan Barat terlepas akan didukung atau tidak.
Hal ini bahkan telah dimulai sejak 2007-2008, oleh Institut Dayakologi dan ANPRI bersama anggotanya yang memiliki visi yang sama mengenai nilai perdamaian dan kehidupan multikultur di Kalimantan Barat.
Di dalam Kurikulum 2013 (revisi), pendidikan muatan local budaya dan multikultur dapat diintegrasikan di dalam setiap mata pelajaran yang ada sehingga nantinya bisa segera diupayakan strategi dan langkah inovatif dalam penerapannya. (*)