Citizen Reporter
Membumikan Pancasila dengan Aparatur Pemerintahan Sengah Temila, Jadi Ajang Reuni Guru Murid
Menurut Maria Goreti, senator senior tiada bosan dan selalu gigih membumikan Pancasila di hampir seluruh lapisan masyarakat.
Citizen Reporter
Thomas Diman, Staf DPD RI
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Kali ini giliran para aparatur pemerintah di lingkungan Kecamatan Sengah Temila Kabupaten Landak yang menjadi ‘sasaran tembak’ kegiatan Pembumian Pancasila.
Menurut hasil survei UIN tahun 2017 yang dimuat dalam Harian KOMPAS lebih separo pelajar dan mahasiswa intoleran terhadap satu sama lainnya. Dalam kurun waktu 2018-2019 sedikitnya terjadi 31 kasus intoleransi di Indonesia.
Ada 12 kasus pelarangan atau pembubaran atas ritual, acara, ceramah dan sebagainya terhadap pelaksanaan agama di Indonesia.
Tindakan ini yang terbanyak’ kata koordinator program imparsial Ardimanto Adiputro di Jakarta Minggu 17 November 2019 silam.
Terjadi juga 11 kali kasus pelarangan mendirikan rumah ibadah.
Tiga kali (3) perusakan tempat ibadah mencakup gedung hingga property, ada dua kasus pelarangan perayaan budaya etnis minoritas, Cap Go Meh.
Bahkan terdapat pula temuan kasus larangan atribut pakaian aliran keagamaan hingga pengusiran terhadap warga yang beda agama.
Nah, menurut penelitian pelaku tindakan tersebut adalah warga sipil serta aparat pemerintah.
Hal ini menandakan pemerintah turut serta menumbuhkan tindakan intoleransi.
Situasi seperti ini mesti diantisipasi dengan mengingatkan kembali seluruh komponen masyarakat dari Sabang Sampai Merauke, dari Miangas sampai ke Pulau Rote dengan Dasar atau landasan Bangsa Indonesia berdiri, yakni Pancasila.
Di sana terjamin dan dijamin kehidupan bersama secara damai karena Bangsa Indonesia merupakan Keluarga Besar yang sebagian besar masyarakat sebut sebagai Rumah Bersama.
Ini juga yang terus didegungkan oleh Ibu Maria Goreti, di Kalimantan Barat, provinsi yang masih memiliki Indeks Kesenjangan Sosial Tinggi diantara 34 Provinsi lainnya di Tanah Air.
Menurut Maria Goreti, senator senior tiada bosan dan selalu gigih membumikan Pancasila di hampir seluruh lapisan masyarakat.
Ya, kali ini mengambil segmen para aparatur pemerintahan.
Namun peserta juga berkembang berasal dari tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh perempuan, tokoh adat se-Kecamatan Sengah Temila, Kabupaten Landak Kalimantan Barat Senin (7/9/2020) bertempat di aula Kecamatan Sengah Temila, Pahauman.
Dalam pengantarnya, Maria Goreti menyampaikan bahwa dirinya sekadar mengingatkan kembali suatu nila/value yang sudah mendarah daging bagi generasi lampau namun harus didengungkan terus di masa kini.
“Sebenarnya kalau melihat data tadi, semoga tidak berlebihan bila saya katakan bahwa Indonesia dalam kondisi darurat ancaman ideologi Bangsa”.
Bersyukur kepada tugas yang melekat kepada dirinya sebagai anggota DPD RI sekaligus menjadi anggota Badan Sosialisasi MPR RI tugas membumikan Pancasila menjadi mutlak dan tidak bisa ditawar tawar lagi.
Sebagaimana kita ketahui amandemen UUD 1945 tahun 2001, Sistem Ketatanegaraan Indonesia menganut sistem dua kamar.
Yakni DPR RI dan DPD RI yang apabila bersidang bersama atau bila kedua lembaganya digabungkan maka dinamakan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.
MPR inilah yang kini mengemban amanat memasyarakatkan Pancasila di Tanah Air.
“Berdasarkan fungsinya tersebut, MPR RI terus berupaya memperkokoh dan mewujudkan misinya sebagai “Rumah Kebangsaan, pengawal Ideologi Pancasila dan kedaulatan rakyat” lanjut Maria Goreti.
Sisi lain
Di hadapan peserta sosialisasi yang kebanyakan adalah pegawai kecamatan, tokoh perempuan, tokoh pemuda, tokoh masyarakat serta tokoh adat setempat.
Suasana menjadi semakin penuh “emosi” ketika salah seorang pendidik senior, yaitu Suradiwiyana atau masyarakat memanggilnya dengan Pak Suro, mengatakan “Saya dan rekan-rekan guru yang lain sangat merasa bangga, bahagia bahwa ada beberapa anak didik kami yang sekarang menjadi teladan masyarakat,"
"Kami bangga dan merasa berhasil mendampingi dan membentuk kalian putera-puteri kami,"
"Ada yang sudah bertugas di DPR RI juga di DPD RI seperti Maria Goreti di DPD RI,"
"Dan sebagaian besar yang hadir di sini juga pernah belajar di SMP Katolik Berbantuan Pahauman di Kecamatan Sengah Temila," Ujar guru asal Berbah, Yogyakarta ini.
Suradiwiyana juga mengatakan bahwa para mantan muridnya kini sudah menjadi “agen-agen” pembumian praksis hidup nilai-nilai Pancasila.
Bahkan di Pahauman sendiri menjadi sarana “miniatur” keindonesiaan karena di sini masyarakatnya sangat plural, tokoh yang berasal dari guru pendatang menjadi tokoh yang membumi dan membaur di tempat ini dan sungguh menyadari bahwa keanekaragaman adalah anugerah bagi Bangsa Indonesia.
Sosialisasi kali ini juga menghadirkan pembicara lokal Sabinus Matius Melano.
Dalam paparannya, Melano mengatakan kearifan Lokal, local wisdom/ local genius/ local knowledge/ kecerdasan local (agama, kepercayaan dan budaya/adat istiadat) di masyarakat Indonesia di nusantara telah berproses dalam kehidupan turun temurun hingga munculnya nilai-nilai luhur nusantara, dan kemudian diformulasikan menjadi Pancasila.
“Nilai norma itu ada di setiap etnis dan budaya yang beraneka beratus-ratus, beribu-ribu suku, diantaranya yaitu ; gotong royong,musyawarah mufakat, keadilan atas sesama dan seluruh ciptaan (mahluk dan alam), ramah tamah dan kekeluargaan, menghargai perbedaan, dan percaya kepada Sang Pencipta,” kata mantan Presidium PMKRI Cabang Santo Thomas More Pontianak 1986 silam ini.
Memang, Pancasila sebagai Ideologi Bangsa Indonesia telah dapat diterima sebagai filsafat dan dasar Negara oleh seluruh rakyat Indonesia, karena: Pancasila bukan sesuatu nilai, norma atau sesuatu yang baru dari luar diri bangsa Indonesia, ia sudah ada dan tetap tinggal ada dalam jiwa dan pola hidup sehari-hari.
Adanya kesadaran dalam seluruh rakyat Indonesia akan keberadaan diri bangsanya yang dalam satu kesatuan hidup berbangsa dan bernegara, dengan geopolitik yang terpencar pencar antara pulau-pulau, beribu ribu, dengan berbagai suku bangsa, etnis, kepercayaan, yang berbeda-beda.
Adanya rasa persatuan sebangsa dan setanah air ini perlu dipertahankan, bahkan ditingkatkan keyakinan dan penghayatannya.
Adanya rasa bangga dan percaya diri karena memiliki ciri dan sifat kepribadian bangsa, atau identitas keberadaan bangsa yang unik dan membedakannya dari bangsa bangsa lain di dunia.
Kearifan lokal sebagai nilai-nilai luhur yang mempersatukan, yang ada pada seluruh etnis Masyarakat Adat di Nusantara, diyakini, dijalankan dan dilestarikan dan yang sama senilai dalam seluruh kearifan masyarakat Indonesia. (*)