Malik Saepudin: Klaster Itu Penting untuk Memutus Mata Rantai Covid-19

Padahal OTG lebih rentan menyebarkan virus corona karena tidak menimbulkan gejala apapun

Penulis: Muhammad Rokib | Editor: Jamadin
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/ Muhammad Rokib
Ketua tim kajian Covid-19 sekaligus ahli epidemologi Poltekkes Kemenkes Pontianak, Dr. Malik Saepudin, SKM.,M.Kes. 

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Ketua tim kajian ilmiah covid-19 sekaligus ahli epidemologi Poltekkes Kemenkes Pontianak, Dr. Malik Saepudin, SKM., M.Kes mengatakan bahwa penelusuran jalur kontak pada kasus per kasus (Klaster) atau contact tracing adalah salah satu pilar utama penanganan wabah Covid-19.

"Klaster itu penting untuk mempetakan kasus sebaran covid disuatu wilayah, sehingga dapat dilakukan tindakan penanganan lebih baik sesuai SOP untuk memutus mata rantai penyebaran covid 19 dengan baik," kata Dr. Malik, Rabu (10/6/2020).

Dikatakannya bahwa virus pada dasarnya tidak menyebar dengan sendirinya. Tetapi melalui pergerakan manusia dan melalui droplet (percikan ludah) yang menyebarkan virus kepada orang lain.

"Maka dengan memahami jalur kontak, kita bisa melihat pola penyebaran virus, kemudian berupaya menekan dan mencegah penularan.

Jadi penemuan Klaster baru adalah sangat penting dalan memutus mata rantai penularan covid19. Seperti yang telah dilakukan pemerintah provinsi Kalbar selama ini sudah baik, sesuai dengan Protap/ SOP Percepatan penaganan Covid 19 di Kalimantan Barat?" Jelas Malik Saepiudin.

Meski Terapkan New Normal, Pemkot Pontianak Tetap Fokus Penanganan dan Pencegahan Covid-19

Pemerintah daerah harus terus melakukan tracing dengan baik, lanjutnya, selain menindaklajuti ODP, PDP, suspect sampai tunyas, senagaimana benar- pasien terkonfirmasi Covid-19 dinyatakan sumbuh total.

Namun adanya relaksasi atau pelonggaran yang tak terkendali pada penerpan new normal ini bisa terjadi kotak erat tinggi (KERT), maka tidak dapat dilakukan tracing sehingga harus dilakukan rapid test massal Covid-19.

Sebaiknya pemrintah daerah, terus melakukan sosialisasi dan melakukan pendekatan kepada tokoh masyarakat dan tokoh agama.

Agar kegiatan Rapid test dapat dilakukn degan baik, tanpa penolakan di maayarakat.

Sebagaimana terjadi dibeberapa daerah, seperti di wilayah Sulawesi selatan, masyarakat menolak dan bahkan meminta paksa Jenazah yang terkonfirmasi Covid-19 dibawa pulang.

Akhirnya pemerintah daerah bekerja lebih keras untuk melakukan rapid test, karena trancing tidak bisa dilakukan akibat terjadinya KERT.

"Maka tidak bisa dilakukan tracing sehingga harus dilakukan rapid test masal Covid 19, namun ironisnya teejadi penolakan warga. Inilah yg sangat dikawatirakan ahli epidemiologi, timbulnya bahaya dan penyebaran baru yaitu meningkatkan kasus Covid-19 yang lebih masif disuatu wilayah," tandasnya.

Belum lagin kondisi terakhir perkembangan Covid-19, adanya mutasi genetik, sesuai hasil penelitian Epidemiologi dinyatakan 80 persen pasien yang melalui tes merupakan orang tanpa gejala (OTG)," lanjutnya.

Diakatakan OTG sangat rawan menularkan jika tidak ada aturan yang mengatur kegiatan di ruang publik, pada saat ini pemerintah provinsi dan Kabupaten atau Kota hanya mengumumkan jumlah PDP dan ODP kasus Covid-19.

Sedangkan untuk perkembangan OTG tak diketahui pasti di suatu wilayah. Akan tetapi data terakhir di Kalimantan Barat, kata Dr. Malik sudah terlihat mencantumkan data OTG. Hal itu menurutnya dapat dilihat pada laman dinkes.kalbarprov.go.id/covid-19/.

"Padahal OTG lebih rentan menyebarkan virus corona karena tidak menimbulkan gejala apapun, sehingga menganggap dirinya sehat dan kemudian melakukan aktivitas di luar rumah," katanya. 

Update berita pilihan
tribunpontianak.co.id di WhatsApp
Klik > http://bit.ly/whatsapptribunpontianak

Update Informasi Kamu Via Launcher Tribun Pontianak Berikut:

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved