Panduan Shalat Idul Fitri 2020 di Tengah Pandemi Virus Corona Covid-19

Hal itu apabila pada 1 Syawal nanti Indonesia belum terbebas dari Covid-19 dan belum dinyatakan aman oleh pihak berwenang.

Editor: Rizky Zulham
GRAFIS TRIBUN PONTIANAK/ENRO
Panduan Shalat Idul Fitri 2020 di Tengah Pandemi Virus Corona Covid-19 

Apabila pada 1 Syawal 1441 H nanti Indonesia belum dinyatakan bebas dari pandemi Covid-19 dan aman untuk berkumpul orang banyak, maka shalat Idul Fitri di lapangan sebaiknya ditiadakan atau tidak dilaksanakan.

Hal itu untuk memutus rantai persebaran virus corona dan dalam rangka sadduz-zari'ah (tindakan preventif).

Oleh sebab itu, shalat Idul Fitri bagi yang menghendaki dapat dilakukan di rumah masing-masing bersama anggota keluarga dengan cara yang sama seperti shalat Idul Fitri di lapangan.

Bahkan sebaliknya, tidak ada ancaman agama atas orang yang tidak melaksanakannya, karena shalat Idul Fitri adalah ibadah sunah.

Muhammadiyah menyebutkan, tak ada ancaman bagi seseorang yang tidak melaksanakannya karena shalat Idul Fitri merupakan ibadah sunah.

Dalam hal ini, ibadah sunah adalah suatu amal ibadah yang jika dilakukan akan mendapat pahala, tapi tak ada dosa bagi siapa pun yang meninggalkannya.

Hal itu didasari atas surat Al Baqarah ayat 286 yang menyebut bahwa seorang Muslim tidak dibebani, kecuali sejauh kadar kemampuanya.

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari juga menyebutkan, Idul Fitri merupakan hari raya umat Islam yang dirayakan dengan shalat, sehingga orang yang tidak dapat mengerjakannya sebagaimana mestinya, yaitu di lapangan, dapat mengerjakannya di rumah.

Al Bukhari menyebutkan bahwa sahabat Anas Ibn Malik mempraktikkan seperti ini di mana ia memerintahkan keluarganya untuk ikut bersamanya shalat Idul Fitri di rumah mereka di az-Zawiyah (kampung jauh di luar kota).

Tak selalu hal yang masyruk

Bahwa suatu aktivitas yang tidak diperbuat oleh Nabi SAW tidak selalu merupakan hal yang tidak masyruk (tidak disyariatkan).

Tidak berbuat Nabi SAW itu bisa merupakan sunah, yang oleh karenanya tidak boleh disimpangi, dan bisa pula tidak merupakan sunah sehingga dapat dilakukan.

Misalnya Nabi SAW tidak pernah shalat malam di bulan Ramadhan (tarawih) dan salat malam di luar Ramadan (tahajud) lebih dari 11 rakaat seperti diriwayatkan oleh 'Aisyah sebagaimana dicatat dalam dua kitab sahih.

Di sana ada keperluan untuk melakukan lebih dari 11 rakaat, yaitu meningkatkan dan memperbanyak ibadah, karena Nabi SAW memerintahkan perbanyaklah sujud, yang berarti perbanyak rakaat shalat sunah termasuk shalat tarawih.

Juga tidak ada halangan Nabi untuk mengerjakannya. Namun demikian beliau tidak melakukannya. Maka tidak berbuat Nabi SAW seperti ini merupakan sebuah sunah, yakni sunah tarkiah.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved