Ramadhan 2020

MUTIARA RAMADHAN - Menahan Diri dengan Berpuasa di Bulan Ramadhan

Wabah virus corona diketahui bermula di Wuhan-China pada Desember 2019 telah ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menjadi pandemi

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/ ISTIMEWA
Faizal Amin 

Faizal Amin
Dosen IAIN

WABAH virus corona diketahui bermula di Wuhan-China pada Desember 2019 telah ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menjadi pandemi pada 11 Maret 2020.

Karena belum ditemukannya obat untuk dapat menyembuhkan penyakitnya, maka cara terbaik untuk mengatasi pandemi Covid-19 adalah dengan cara memutus rantai penyebarannya dan menjaga kesehatan diri, keluarga, dan masyarakat.

Kebijakan yang ditempuh oleh sejumlah pemerintahan pun berbeda-beda, seperti melakukan karantina wilayah, Pembatasan Berskala Besar (PSBB) atau penutupan wilayah (lockdown).

Kebijakan mengatasi pandemi Covid-19 ini bertepatan dengan bulan suci Ramadhan 1441 H.

Umat Islam yang begitu merindukan kehadiran bulan suci Ramadhan harus dapat menahan diri bentuk-bentuk kegiatan kolektif yang menjadi modus penyebaran Covid-19.

Ramadhan adalah bulan istimewa yang kehadirannya senantiasa dirindukan oleh umat Islam.

Di antara keistimewaan Ramadan terdapat perintah langsung dari Allah SWT yang mewajibkan setiap individu yang beriman untuk menunaikan ibadah puasa dengan tujuan supaya menjadi orang yang bertakwa.

Alquran surat al-Baqarah [2] ayat 183 menyatakan "Wahai orang-orang yang beriman, diwajiban kepada kalian untuk shiyam (puasa) sebagaima telah diwajibkan kepada-orang-orang sebelum kalian supaya kalian menjadi bertaqwa."

Selain ayat tersebut, pembahasan tentang puasa juga terdapat dalam surat al-Baqarah [2]: 187, 196, al-Nisa [4]: 92, al-maidah [5] : 89, dan al-Mujadalah [58]: 4 dan surat al-Maryam [19]: 25.

Keistimewaan Ramadan sebagai bulan puasa tidak lepas dari keistimewaan puasa yang merupakan salah satu rukun Islam diantara empat rukun yang lain, yaitu syahadat, salat, zakat, dan haji.

Distingsi puasa sebagai ibadah atau ritual keagamaan terletak pada kemampuan menahan (imsak) atau tidak melakukan semua hal yang membatalkannya.

Dibandingkan dengan pelaksanaan syahadat, salat, zakat, dan haji yang harus melibatkan orang lain, pelaksanaan puasa justru tidak mengharuskan adanya keterlibatan orang lain.

Kewajiban berpuasa setiap hari pada bulan Ramadan menjadi begitu istimewa sebab menjadi momentum gerakan menahan diri yang dilakukan secara kolektif oleh orang-orang yang beriman.

Kemampuan menahan diri dalam pelaksanaan ibadah puasa tidak hanya pada dimensi lahiriahnya, tetapi juga pada dimensi batiniahnya.

Secara lahiriah, setiap orang muslim yang berpuasa harus menahan dirinya dari dari aktivitas makan, minum, dan bagi pasangan suami-istri berhubungan seksual pada siang hari.

Aktivitas-aktivitas lahiriah tersebut merupakan bentuk pemenuhan kebutuhan biologis yang vital bagi kehidupan umat manusia.

Ibadah puasa dalam Islam mengharuskan setiap individu untuk menahan diri tidak melakukan aktivitas biologisnya pada siang hari.

Meskipun demikian, Islam tidak menafikan adanya kebutuhan biologis tersebut sebab umat Islam yang berpuasa tetap berkewajiban memenuhi kebutuhan biologisnya pada malam hari di bulan Ramadan.

Selain dimensi lahiriah, ibadah puasa dalam Islam juga memiliki dimensi batiniah.

Setiap orang muslim yang berpuasa harus menahan diri dari aktivitas-aktivitas yang merusak kesehatan mental, seperti berbohong, menipu, memfitnah, menggunjing, mencela, dan perbuatan buruk lainnya.

Aktivitas-aktivitas tersebut merupakan perwujudan dari sifat-sifat tercela seperti iri, dengki, hasud, tamak, rakus, takabur dan sejenisnya.

Dalam hal ini, orang yang berpuasa dianjurkan untuk lebih banyak melakukan aktivitas pengayaan spiritualitas dengan cara menyibukkan diri dengan perbuatan baik seperti jujur, rendah hati, menjaga amanah dan kepercayaan, memperbanyak sedekah, puji-pujian, selawat dan permohonan ampunan kepada Allah SWT, berperilaku sopan santun dan semisalnya.

Kualitas puasa seorang individu berbanding lurus dengan kuantitas aktivitas menahan diri yang dapat diusahakannya.

Bentuk-bentuk aktivitas menahan diri dalam pelaksanan ibadah puasa itu tidak hanya berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan biologis, tetapi juga berkaitan dengan peningkatan spiritualitas individu.

Hal ini sejalan dengan tujuan pelaksanaan ibadah puasa untuk menjadikan orang melakukannya menjadi bertakwa sebagaimana disinggung dalam Alquran surat al-Baqarah [2] 183.

Ketakwaan yang dicapai melalui pelaksanaan ibadah puasa adalah buah dari kemampuan menahan diri tidak hanya secara lahiriah tetapi juga batiniah.

Semakin baik kemampuan menahan diri yang peroleh oleh seorang yang berpuasa, maka semakin tinggi kualitas dirinya sebagai hamba Allah Swt dalam menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Dengan demikian, orang yang bertakwa adalah orang yang terjaga dirinya dari melanggar larangan-larangan agama dan karena kualitas keterjagaan tersebut, maka ia senantiasa taat dalam melaksanakan perintah-perintah agama.

Predikat ketakwaan hanya diberikan kepada orang yang berhasil menahan dirinya secara lahiriah dan batiniah.

Semakin baik kemampuan seseorang dalam "menahan," "berhenti," dan "tidak melakukan" sesuatu yang dilarang oleh agama, maka semakin tinggi kualitas keterjagaan dirinya.

Keterjagaan diri ini tidak hanya karena seseorang yang berpuasa tidak lagi melakukan perbuatan buruk, tetapi juga karena orang yang berpuasa senantiasa menyibukkan dirinya dengan amal perbuatan baik.

Inilah makna takwa dalam arti "terjaga" yang berasal dari dasar kata waqa - yaqi dan ittaqa - yattaqi dalam Bahasa Arab.

Menyadari hal tersebut, kegiatan-kegiatan menghidupkan bulan suci Ramadhan yang kita lakukan di tengah pandemi Covid 19 tidak menggagalkan upaya pemutusan rantai penyebarannya.

Kebijakan pembatasan sosial dan pembatasan kontak fisik antarindividu menjadi pilihan terbaik untuk mengatasi pandemi Covid 19 karena belum ditemukannya vaksin penangkalnya.

Kebijakan ini mengharuskan kita menahan diri untuk tetap di rumah, beribadah di rumah, bekerja dari rumah, dan tidak melakukan akitivitas-aktivitas di luar rumah kecuali dalam keadaan darurat.

Gerakan menahan diri di rumah untuk memutus rantai penyebaran Covid-19 seyogyanya menjadi bagian dari laku ibadah puasa yang juga berfokus pada upaya menahan diri dari hal yang membatalkan puasa secara lahiriah dan batiniah.

Amal ibadah yang dilakukan oleh seorang muslim untuk menghidupkan bulan Ramadan dari rumah tidak bertentangan dengan sunnah yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.

Hal ini tidak hanya sejalan dengan kesahihan ibadah puasa yang bersifat rahasia karena hanya diketahui oleh diri seorang hamba dengan Tuhannya, tetapi juga berkaitan dengan kualitas pelaksanan dalam mengejawantahkan kemampuan menahan diri.

Dengan demikian, kemampuan kita menahan diri secara lahir dan bathin dalam menjalan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan 1441 H ini tidak hanya berbanding lurus dengan kualitas ketakwaan, tetapi juga berkontribusi positif terhadap upaya pemutusan rantai penyebaran Covid-19 untuk mengatasi kondisi pandemik. Wallahu a'lam bi al-sawab. (*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved