Ramadan 2020
Mutiara Ramadan: Terbelunggunya Setan di Bulan Ramadan
Artinya apabila Ramadhan tiba, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, dan setan dibelenggu
Penulis: Muhammad Luthfi | Editor: Madrosid
Sebab selama ini semua kejahatan yang kita lakukan selalu dinisbatkan kepada bisikan setan. Benarkah? Coba kita jujur, dari mana sebenarnya bisikan itu saat kita hendak melakukan kejahatan. Apakah ada suara dari luar yang terdwngar di telinga kita? Ataukah suara itu dari dalam hati kita sendiri? Sesungguhnya bisikan itu tidak datang dari luar diri kita.
Karena sesungguhnya setan itu bukan di luar diri kita dan setan itu bukan subyek melainkan sifat. Yaitu sifat pantang kalah, ada pada sifat ini pada kita oleh karena anasir api yaitu ruh idhafi menjadi darah pada kita, maka adalah/wujudlah sifat pantang kalah.
Sifat ini bersamaan dengan sifat pendampingnya yaitu hawa ialah sifat pantang kelintasan, nafsu ialah sifat pantang kerendahan, dan dunia ialah sifat pantang kekurangan. Menjadi satu kesataun Hawa-Nafsu-Dunia-Setan (HNDS).
Setan atau sifat pantang kalah inilah yang mengimami sifat-sifat lainnya. Artinya karena memakai sifat pantang kalah seseorang mewujudkan sifat pantang kelintasan, pantang kerendahan, dan pantang kekurangan.
Oleh kerena demikian maka semua sifat itu (HNDS) disebut setan. Jika penjelasan ini bisa kita terima, baru kemudian kita bisa menerima bahwa setan yang sangat nyata kita pakai itu bisa dibelenggu.
Kedua, tentu setan itu dibelunggu tidak dengan tali tambang atau tali rapia. Karena setan itu bukan wujud yang material. Maka untuk membelenggunya pun tidak bisa dengan ikhtiar materialistik. Setan itu adalah wujud total penyakit hati.
HNDS itu melahirkan 13 penyakit hati. Penyakit hati itu tidak bisa disembuhkan oleh diri kita sendiri. Allah telah menjatuhkan klaimnya bahwa Tuhanlah yang mencabut penyakit hati di dalam dada kita (Qs. Al-A’râf/7:43, al-Anfâl/8:24).
Oleh karena itu kita harus mematuhi perintah Allah bahwa kita harus memohon pertolongan kepadaNya. Minta tolonglah dengan sabar dan shalat dan sesungguhnya shalat itu berat kecuali bagi orang-orang yang khusyuk (Qs. Al-Baqarah/2:45).
Ketiga, oleh karena setan itu bukan di luar diri kita, dapatlah kita menjawab pertanyaan “jika setan dibelenggu mengapa masih ada orang yang maksiat”. Setan itu wujud yang pasif. Dia aktif karena kita yang mengaktifkan. Maka sepenuhnya terkendali atau tidak setan itu tergantung kita, tergantung keaktifan kita memohon pertolongan kepada Allah.
Jadi bukan bulan ramadhan yang membelenggu setan tapi amaliah kita kepada Allah di bulan ramadhan yang dapat menguatkan kita supaya tidak tergiur oleh setan yaitu sifat yang jika kita pakai kita terjerembab ke lembah mamsiat.
Relevansi ramadhan dangan peluang kuatnya kita menahan setan adalah bahwa setan itu lahir dari jasadiyah. Pelemahan terhadap jasadiyah dengan imsak yaitu tidak makan dan tidak minum memberi peluang kepada kuatnya kita dan lemahnya sifat setan.
Jadi, belenggu setan itu adalah intensitas hati kita menghadap Allah Swt saat kita melakukan ritual ibadah pada bulan ramadhan ini. Jika kita hanya terjebak dengan rutinitas ritualistik bisa jadi kita hanya dapat lapar dan haus seperti yang diingat oleh Rasulullah Saw itu.
Oleh karena itu kita harus kuatkan faham dan ikhtiar untuk masuk dalam esensi ramadhan. Bahwa kita harus memenangi hajat kita kepada hawa nafsu. Kita harus menghalau diri kita sendiri untuk tidak tergiur berprilaku dengan referensi hawa-nafsu.
Tentu kuncinya kita harus mendapat inayah Allah Swt dengan menegakkan qiyam ramadhan yang shalat tarawih-witir menjadi intinya. Dengan media shalat (yang hakikatnya hubungan hati dengan Allah), Allah mengintervensi hati kita, turunlah pertolongannya, dan kita pun menjadi menang. Aamiin yaa Kariim.