Suka dan Duka Bidan Astatin Chaniago Saat Bertugas di Desa
Selain rasa suka, tentu ada dukanya pula. menurutnya, rasa suka menjadi bidan tidak dapat diceritakan dalam sekali duduk.
Penulis: Muzammilul Abrori | Editor: Maudy Asri Gita Utami
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, KUBU RAYA - Astatin Chaniago yang berprofesi sebagai bidan, sudah ditempuhnya dari tahun 1997.
Kala itu, sebelum menjadi bidan, ia sekolah sebagai perawat.
Saat ditanyai suka duka menjadi bidan, ia menceritakan, rasa sukanya ketika ibu hamil yang dikawal sejak awal kehamilannya, melahirkan dengan sehat dan selamat.
"Saya merasa sangat bahagia, ketika ada warga yang bisa melahirkan dengan selamat, walau bukan tangan saya sendiri yang mengekuarkannya," tuturnya dengan wajah berseri.
• Orchardz Gajah Mada Adakan Layanan Drive Thru Selama Ramadan, Yuk Lihat Promonya
Selain rasa suka, tentu ada dukanya pula. menurutnya, rasa suka menjadi bidan tidak dapat diceritakan dalam sekali duduk.
Contohnya seperti keterbatasan pengetahuan dan keadaan sosial budaya masyarakat sekitar.
Mindset yang terbentuk jika bersalin di puskesmas ialah gawat atau sakal, jadi banyak yang masih percaya kepada dukun beranak dan bersalin di rumah.
Menilik dari sudut pandang seorang bidan yang sangat peduli kemanusiaan, ia sangat antusias memajukan desanya.
Prestasi yang diraihnya kini tak lepas dari peran kader yang mengirimkan cerita tentang dirinya yang dapat memajukan posyandu.
Selain itu, ia juga melakukan pendekatan dengan program Bidan Menyapa.
Tanpa ragu ia langsung turun ke lapangan untuk memberikan motivasi kepada ibu-ibu yang sedang masa nifas, untuk membawa anaknya ke Posyandu sebulan setelah melahirkan.
"Disinikan ada budaya yang bilang, kalau sebelum bayi naik ayun tidak boleh turun rumah dulu sebelumnya."
"Makanya saya motivasi setelah sebulan, untuk bawa anaknya.Kadang saya turun dengan kader dan kadang saya sendiri," Jelas Chaniago.
Ia pun menceritakan saat awal-awal kedatangannya di Desa Pal 9.
Pada saat itu hampir semua ibu-ibu harus ia datangi duluan seperti sistem jemput bola.
Namun seiring berjalannya waktu, masyarakat juga sudah semakin banyak yang sadar dan datang langsung ke Posyandu.
Astatin juga memberikan treatment spesial saat mengimunisasi.
Ia rela membeli plaster khusus untuk kulit agar tidak sakit saat dilepas.
Ini ia lakukan untuk membuat si ibu dan bayi merasa nyaman dan merasa aman apabila disuntik olehnya.
Di Desa Pal 9, Kabupaten Kubu Raya sendiri terdapat total 11 posyandu.
Namun yang dibina olehnya sejak tahun 2016 hingga 2019 terdapat dua posyandu, yakni Posyandu Sejahtera, yang berada di belakang kantor Desa Pal 9, dan Posyandu Permata Borneo.
Dan saat ini dirinya juga tengah mengurus praktek mandirinya sendiri, yang dibuka mulai sore hari. (*)
Update Informasi Kamu Via Launcher Tribun Pontianak Berikut:
https://play.google.com/store/apps/details?id=com.wTribunPontianak_10091838
Update berita pilihan
tribunpontianak.co.id di WhatsApp
Klik > http://bit.ly/whatsapptribunpontianak