Virus Corona Masuk Kalbar
ALASAN Pontianak Mungkin Diterapkan PSBB Menurut Sutarmidji dan Edi Kamtono, Warga Nilai Tak Efektif
Ada beberapa indikator yang menjadi tolak ukur suatu daerah atau wilayah diberlakukan aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar ( PSBB ).
Penulis: Rizky Zulham | Editor: Rizky Zulham
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, PONTIANAK - Ada beberapa indikator yang menjadi tolak ukur suatu daerah atau wilayah diberlakukan aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar ( PSBB ).
Jika kita melihat aturanya, suatu wilayah dapat menetapkan PSBB dengan aturan sebagai berikut:
1. Jumlah kasus dan/atau jumlah kematian akibat penyakit mengalami peningkatan dan menyebar secara signifikan dan cepat ke beberapa wilayah.
2. Terdapat kaitan epidemiologis dengan kejadian serupa di wilayah atau negara lain.
Bagi wilayah yang ingi menetapkan PSBB, permohonan penetapan aturan PSBB diajukan oleh gubernur/bupati/wali kota dalam lingkup satu provinsi atau kabupaten/kota tertentu.
Kemudian, untuk penetapan PSBB lingkup satu kabupaten/kota, permohonan dapat diajukan oleh bupati/wali kota.
Permohonan PSBB harus dilengkapi dengan data peningkatan jumlah kasus menurut waktu dan kurva epidemiologi, pernyebaran kasus, dan peta penyebaran.
Data lain yang harus diajukan yakni bukti adanya kejadian transmisi lokal dilengkapi hasil penyelidikan epidimiologi yang menyebutkan telah terjadi penularan generasi kedua dan ketiga.
Selanjutnya, kesiapan daerah mengenai kesediaan kebutuhan hidup dasar rakyat, sarana dan prasarana kesehatan, anggaran dan operasionalisasi jaringan pengamanan sosial dan aspek keamanan juga dapat disampaikan.
Selain itu, menurut Permenkes Nomor 9 Tahun 2020, pelaksanaan PSBB akan berlaku selama 14 hari dan dapat diperpanjang sesuai kondisi wabah.
Transmisi Lokal dan Jumlah Kasus
Kota Pontianak yang disebut sudah menjadi transmisi lokal penyebaran Virus Corona Covid-19 dimungkinkan bakal PSBB.
Gubernur Kalbar, Sutarmidji mengungkapkan alasan adanya kemungkinan penerepan PSBB untuk di Kota Pontianak.
Bahkan menurut Midji, Pontianak sangat mungkin untuk dilalukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) seperti di Jakarta dan sekitarnya.
Hal itu berdasarkan karena Pontianak termasuk transmisi lokal penularan Virus Corona.
Artinya untuk penularan di Pontianak disebutnya bukan lagi warga yang keluar daerah.
"Penularan di Pontianak ini sudah transmisi lokal, artinya penularan sudah antar warga," jelas Midji, Rabu (15/4/2020).
Midji menegaskan, untuk Kalbar memang belum ada rencana penerapan PSBB.
"Kalau Kalbar belum tapi untuk Pontianak sangat mungkin, karena sudah transmisi lokal, banyak kasus orang tanpa gejala (OTG)," tegasnya.
Oleh karena itu, ia meminta Wali Kota Pontianak tegas mengatur kota jangan sampai menimbulkan persoalan lebih besar.
"Pak Wali harus tegas, janga tunduk dengan ancaman dari siapapun dalam mengatur kota, yang ngeyel tindak secara hukum," ujarnya.
Ia menjelaskan di Pontianak sekarang kondisinya tidak baik dalam kasus corona.
"Banyak orang tanpa gejala, lebih dari 60 orang yang sekarang kita karantina ketat, karena hasil ravid test nya reaktif," ucapnya.
Midji meminta tetap tutup dulu pusat keramaian kota.
"Yang mau ngancam ini, itu kalau perlu tangkap aja. Syukur-syukur Kota Pontianak belum memberlakukan PSBB," kata Mantan Wali Kota Pontianak dua periode ini.
Ia menuturkan, dalam kondisi sekarang jangan ada yang merasa paling hebat.
"Kalau mau jadi tenaga relawan, di ruang isolasi aja, mau? ya monggo," pungkasnya.
Sementara itu, Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono menilai bahwa pemerintah kota Pontianak bisa saja memberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Kendati demikian, hal tersebut memerlukan persetujuan dari Kementerian Kesehatan.
Pihaknya akan melakukan konsultasi dengan Gubernur Kalbar untuk dapat mengeluarkan kebijakan PSBB.
"Karena untuk mengeluarkan PSBB kita harus siap dengan konsekuensinya, seperti kesiapan personel, bantuan-bantuan sosial kepada masyarakat yang terkena secara langsung dari pemberlakuan PSBB," ujarnya.
Dirinya menerangkan bahwa pemberlakuan PSBB akan memberikan dampak terhadap aktivitas transportasi yang juga ikut dibatasi.
"Nah kita akan lihat secara lebih lanjut dahulu situasi kedepan," ujarnya.
Beberapa daerah di Indonesia yang sudah memberlakukan PSBB untuk memutus penyebaran covid 19 yakni Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Jabar dan beberapa daerah di Provinsi Banten.
Dirinya mengatakan pihaknya akan memantau situasi para pasien yang terkonfirmasi positif covid 19 di Kota Pontianak.
Tren peningkatan jumlah pasien ODP dan PDP juga akan terus dipantau.
Lambannya hasil tes swab keluar juga dinilainya memberikan hambatan terhadap tracking terhadap kasus positif.
Naik Signifikan
Kasus konfirmasi positif corona di Kalbar meningkat signifikan.
Persentase peningkatan tersebut mencapai 61 persen atau ada penambahan delapan kasus baru.
Tidak heran memang, Gubernur Kalbar, Sutarmidji sebelumnya sudah mengingatkan bahwa akan ada peningkatan signkfikan.
Pasalnya, lebih dari 100 orang warga Kalbar dari hasil rapid test dinyatakan reaktif corona.
"Akurasi rapid test memang 60-70 persen, tapi itu cukup menggambarkan bahwa kita harus berhati-hati dan tetap jaga jarak,"ucap Sutarmidji.
Peningkatan delapan kasus terakhir dua di antaranya memang bukan asli warga Kalbar.
Mereka merupakan warga Jakarta dan Makasar, bekerja sebagai anak buah kapal (ABK).
Kemudian, tiga orang lainnya merupakan warga Kota Pontianak.
Satu warga Singkawang dan satu lagi warga Kayong Utara.
Sedangkan untuk riwayat mereka, dua orang tercatat baru pulang dari Sulawesi Selatan dalam beberapa waktu terakhir.
Dan untuk warga Kayong Utara yang positif riwayatnya baru saja kembali dari India.
Selanjutnya, satu warga Pontianak yang dinyatakan positif corona mempunyai riwayat dari Entikong, Kabupaten Sanggau.
Dari total 21 kasus positif di Kalbar, tiga orang lainnya dinyatakan meninggal dunia.
Bahkan mereka meninggal sebelum hasil lab atau tes swab keluar.
Warga Nilai Tak Efektif
Sejumlah masyarakat Kota Pontianak menilai Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Kota Pontianak, Kalimantan Barat tak efektif.
Masyarakat menilai apabila penerapan PSBB dilakukan tentunya akan berdampak sangat besar terhadap kehidupan masyatakat, terutama dibidang perekonomian dan bahkan kondisi sosial lainnya.
"Penerapan PSBB enggak efektif," kata Fathur Rahman (45) yang keseharaiannya bekerja sebagai driver Ojek Online (Ojol), saat di wawancara Wartawan Tribun, Jumat (17/4/2020).
Demikian juga dikatakannya apabila pemerintah ingin menerapkan PSBB tentu semua harus dilakukan secara merata.
"Tutup pelabuhan, bandar udara (spadio) dan batu layang biar tdak ada yang masuk. Lockdown saja semuanya jangan hanya di kota. Tutup saja di batu layang, supadio dan pelabuhan," katanya.
Tak hanya itu, Rahman pun mengungkapkan apabila penerapan PSBB dilakukan, tentunya pemerintah harus mempersiapkan bantuan terhadap masyarakat.
"Intinya pemerintah kalau mau tutup total, distribusikan langsung dulu, bantuan bahan pokok dan penuhi kebutuhan masyarakat. Biar mati disitu makan pun disitu," bebernya.
Ia pun mengatakan agar tak harus mengikuti kondisi yang seperti diluar negeri yang menerapkan PSBB.
Diakuinya semenjak adanya covid-19 kondisi perekonomiannya menurun secara drastis yang diakibatkan oleh covid-19.
"Kondisi ekonomi menurun secara drastis 70 persen semenjak covid-19, karena banyak restoran, cafe dan tempat lainnya ditutup dan ditambah lagi jalan Gajah Mada ditutup, tapi makasih juga ke Dishub karena driver masih bisa masuk," paparnya.
Hal yang senada disampaikan oleh Eko (42), menurutnya boleh saja pemerintah menerapkan PSBB, namun harus dilakukan secara menyeluruh dalam artian tidak hanya di Kota Pontianak saja.
Diakuinya, apabila penerapan PSBB dilakukan tentu akan berdampak terhadap pekerjaan dan perekonomian masyarakat akan menurun secara sangat drastis.
Lebih lanjut, Eko dengan sapaan akrabnya Pakde itu mengungkapkan bahwa transportasi merupakan keutamaan bagi driver ojol dalam mencari rezeki untuk menafkahi dan memenuhi kebutuhan hidup.
"Kami menggantungkan hidup dari ini saja, transportasi jalan utama bagi kami,".
"Jadi kalau misalnya jalan ditutup imbasnya kepada semuanya.
Anak dan istri kami juga, karena kami butuh makan dan kalau jalan ditutup mau dapat dari mana," kata Pakde sapaan akrabnya.
Diakui Pakde sejak adanya wabah covid-19 ini sistem kerja untuk mendapatkan orderan terpaksa harus banting tulang dan banyak bersabar.
Sebab lanjutnya, jam kerja yang dimulai sejak pukul 06:00 pagi hingga 21:00 malam, hanya bisa mendapatkan insentif sebesar Rp 17 ribu.
Pakde pun mengutarakan agar pemerintah maupun konsumen bisa saling memahami terhadap kondisi sosial ekonomi yang dialami oleh masyarakat terkhusus para driver ojol.
"Bukannya enggak mau ikut aturan pemerintah, tapi harus lebih peduli dan kepada konsumen mohon orderannya jangan dicancel pahami kami," kata Pakde.
"Karena biasanya hujan-hujan kami masih di jalan dan bahkan pernah kami jalan kaki ngantar barang karena jalan di gang itu ditutup," pungkasnya.