Wabah Virus Corona
Peneliti China Membuat Alat Tes Kit Portabel untuk Deteksi Virus Covid-19, Kit Uji Asam Nukleat Baru
Menggunakan cairan khusus, test kit ini dapat langsung menghancurkan patogen dalam sampel dan melepaskan asam nukleat.
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID - Peneliti China telah mengembangkan kit uji asam nukleat baru untuk virus corona (Covid-19), yang dapat mengonfirmasi kasus positif corona dalam rata-rata 45 menit.
Menurut keterangan Institut Teknik Biomedis dan Teknologi Suzhou, Akademi Ilmu Pengetahuan Tiongkok, selain cepat, test kit ini juga berukuran kecil dan mudah dibawa.
Ini membuat test kit portabel untuk pengujian di tempat secara real-time.
Menggunakan cairan khusus, test kit ini dapat langsung menghancurkan patogen dalam sampel dan melepaskan asam nukleat.
Sehingga dapat mencapai hasil pengujian kualitatif tanpa ekstraksi asam nukleat, pemurnian dan amplifikasi PCR, teknik yang digunakan untuk membuat banyak salinan segmen tertentu dari DNA dengan cepat dan akurat.
• Donald Trump Nyatakan Tak Perlu Tes Massal Covid-19 di Amerika Serikat, Klaim Sudah Tes 2 Juta Orang
Xinhua melaporkan, test kit untuk virus corona tersebut dapat disimpan dan diangkut pada suhu normal, menurut lembaga tersebut.
Alat test corona tersebut telah menyelesaikan uji klinis pada lebih dari 600 sampel dengan tingkat akurasi lebih dari 99% dan telah disetujui oleh Badan Produk Medis Nasional China untuk dijual dan penggunaan klinis.
Berita Ini Sudah Tayang di KONTAN, dengan judul: China buat alat yang bisa mengonfirmasi positif corona dalam 45 menit
Pengembangan Vaksin Covid-19 Lambat ?
Seiring dengan penyebaran virus corona, vaksin menjadi kebutuhan yang semakin dibutuhkan segera.
Seorang ahli vaksin, Sarah Gilbert, bercerita tentang usahanya bergelut memperjuangkan vaksin untuk Covid-19.
Selama berbulan-bulan, ia menghabiskan waktu untuk bekerja tujuh hari dalam seminggu demi mengembangkan vaksin, diberitakan TribunnewsWiki.com dari South China Morning Post, Sabtu (11/4/2020).
Namun, satu lagi kendala yang membayangi mereka semua, yaitu uang.
Gilbert, seorang profesor di Oxford's Jenner Institute & Nuffield Department of Clinical Medicine, memperkirakan timnya membutuhkan hingga £ 100 juta (US $ 123 juta) pada bulan Juni.
Jumlah itu mutlak dibutuhkan demi melakukan pengembangan dengan pembuat obat untuk memproduksinya dalam skala besar pada musim gugur.
Kerangka waktu itu satu tahun lebih pendek daripada yang ditetapkan oleh perusahaan farmasi besar seperti GlaxoSmithKline.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, kini lebih dari 60 tim tersebar di berbagai negara, terlibat dalam 'perlombaan' untuk mengembangkan vaksin coronavirus.
Mereka terdiri atas perusahaan farmasi besar, perusahaan bioteknologi, lembaga yang dikelola pemerintah, dan universitas.
Gilbert mengatakan dia yakin timnya telah membuat kemajuan berarti, dan kemungkinan akan menjadi yang pertama dalam menunjukkan kemanjuran vaksin.
Meskipun demikian, dia hanya "optimis, tetapi tidak percaya diri" uang yang dia butuhkan akan tiba tepat waktu atau mungkin tidak sama sekali.
"Saya kira orang-orang yang punya uang belum benar-benar menyesuaikan diri dengan apa yang dibutuhkan oleh para pengembang vaksin," kata Gilbert.
Dana tersebut disediakan oleh Dewan Riset Teknik dan Ilmu Pengetahuan Fisika yang didanai pemerintah Inggris dan awalnya ditujukan untuk vaksin lain.
“Saya pikir di benak pemerintah dan orang awam, itu untuk nanti. Karena ada permintaan untuk ventilator dan peralatan pelindung pribadi, itulah yang dapat dipikirkan siapa saja sekarang. " Kata Gilbert.

Dalam beberapa minggu terakhir, Gilbert menghabiskan berjam-jam mengisi aplikasi hibah, mencari mitra pendanaan baru, dan mencari persetujuan untuk menggunakan kembali dana penelitian yang mestinya diperuntukkan untuk keperluan lain.
Padahal mestinya dia lebih suka menghabiskan waktu di lab memanfaatkan keahlian ilmiahnya.
"Banyak dana akademik hari ini sangat, sangat terbatas dalam apa yang dapat dihabiskan," kata Gilbert, yang pekerjaannya sejauh ini telah didukung oleh dana universitas dan hibah pemerintah.
“Ada rencana yang sangat tepat dan terperinci. Tidak apa-apa jika rencana itu yang diperlukan. Tetapi ketika Anda membutuhkan rencana baru, ketika sesuatu yang lain telah terjadi, Anda membutuhkan dana yang fleksibel untuk dapat meresponsnya,” katanya.
Rintangan finansial dan birokrasi yang dihadapi tim Oxford menunjukkan ketidakcocokan antara sumber daya dan insentif dalam upaya pengembangan vaksin.
Hal ini dapat menyulitkan upaya global untuk menyelesaikan krisis yang telah memusatkan perhatian dunia ini.
Sederhananya, perusahaan farmasi yang memiliki sarana untuk mendanai vaksin baru yang mahal sering tidak memiliki motivasi.
Di sisi lain, universitas, lembaga yang didanai publik, dan perusahaan biotek yang memiliki kecenderungan dan kemampuan untuk masuk ke ranah ini, seringkali tidak memiliki dana.
Skala krisis yang ditimbulkan oleh Covid-19 telah mendorong perusahaan-perusahaan besar untuk terlibat, tetapi terlambat dan hanya dengan dukungan negara yang besar.

Raksasa farmasi Johnson & Johnson dan Sanofi multinasional Prancis sama-sama mengandalkan pekerjaan yang didanai pembayar pajak oleh Biomedical Advanced Research and Development, sebuah divisi dari Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS, untuk mendukung pekerjaan mereka mengembangkan vaksin.
"Sampai model ini diperbaiki pada tingkat ekonomi, pengembangan perawatan penyakit menular dan vaksin akan terus menghadapi perjuangan yang berat," kata Ooi Eng Oong, wakil direktur Program Penyakit Menular yang Muncul di Duke-NUS Medical School di Singapura.
Bukan tanpa alasan perusahaan besar tampak tidak termotivasi untuk melakukan pengembangan.
SCMP menyebut pengembangan vaksin merupakan proyek yang sangat mahal.
Selain itu, proyek ini merupakan pekerjaan yang berisikio.
Michael Kinch, direktur Pusat Inovasi Penelitian dalam Bioteknologi dan Penemuan Obat-obatan di Universitas Washington di St Louis, mengatakan perusahaan-perusahaan obat besar umumnya memandang pengembangan vaksin sebagai risiko tinggi dan hadiah rendah.
"Teknologi untuk sebagian besar vaksin tidak semaju teknologi lebih seksi dari yang lain, yang dapat mengumpulkan harga (keuntungan) lebih tinggi dan dengan demikian (akan mendongkrak) pendapatan," kata Kinch. (TRIBUNNEWSWIKI.COM/Ahmad Nur Rosikin)
Artikel ini telah tayang di Tribunnewswiki.com dengan judul Pengembangan Vaksin Covid-19 Lambat, Kendala Nonteknis: Uang dan Pertimbangan Keuntungan
(*)