Keliling Dusun Antar Tugas, Inilah Cerita Para Guru yang Siswanya Belajar dari Rumah

Guru di perbatasan, misalnya, harus keliling antar dusun mengantarkan tugas dari rumah ke rumah siswanya.

Penulis: Agus Pujianto | Editor: Jamadin
TRIBUN PONTIANAK/ANDI
ANTAR TUGAS: Sejak pemerintah “merumahkan” siswa, Andi Selvina lebih banyak berkeliling rumah siswanya. Sebab, belum semua desa di Kecamatan Ketungau Tengah yang berbatasan langsung dengan Malaysia tersebut terjangkau jaringan internet.  

TRIBUNPONTIANAK.CO.ID, SINTANG - Proses belajar mengajar jarak jauh sudah berlangsung hampir dua pekan di Kabupaten Sintang. Ada banyak suka duka yang dirasakan oleh para guru yang tetap masuk meski siswanya dirumahkan.

Kebijakan belajar dari rumah di wilayah yang tak terjangkau jaringan internet, sulit menerapkan belajar mengajar lewat dunia maya.

Guru di perbatasan, misalnya, harus keliling antar dusun mengantarkan tugas dari rumah ke rumah siswanya.

Seperti yang dilakukan oleh Andi Selvina, Guru Garis Depan (GGD) yang bertugas mengajar di SDN 18 Lubuk Kedang, Kecamatan Ketungau Tengah, Kabupaten Sintang, Kalbar.

Sejak pemerintah “merumahkan” siswa, guru kelas seperti Andi lebih banyak berkeliling rumah siswanya. Sebab, belum semua desa di Kecamatan Ketungau Tengah yang berbatasan langsung dengan Malaysia tersebut terjangkau jaringan internet.

“Guru yang jalan ke rumah siswa,” ungkap Andi, kepada Tribun Pontianak, Selasa (31/3/2020).

Warga Masih Abai Social Distance, Ini Pesan Bupati Atbah

Andi mengampu 25 siswa tersebar di 4 dusun. Tidak semua dusun, ada internet. Agar proses belajar mengajar dari jauh bisa maksimal, setiap harinya guru kelas seperti Andi membagikan buku paket kepada siswa yang tidak terjangkau internet yang di dalamnya sudah ada tugasnya. Untuk dusun yang terjangkau internet, Andi membuat grup kelas.

“Kalau untuk siswa yang ada sinyal dan orang tuanya punya Handphone android saya buatkan group kelas. Namun untuk siswa yang didusunnya gak ada sinyal kami datangi ke rumah. Namun tidak terjadwal,” kata Andi.

Tujuan dari kunjungan tak terjadwal ini, untuk memastikan bahwa siswa akan selalu belajar di rumah sambil menunggu guru datang ke rumah mengecek tugas mereka. “Ini yang kami terapkan di sini. Kalau yang ada sinyal, orang tuanya mengirimkan foto kegiatan belajar anak di rumah melalui foto. Tapi, lebih banyak yang gak ada sinyal,” katanya.

Selain membagikan buku paket beserta tugas, guru kelas tidak langsung pulang. Mereka masih mendampingi muridnya belajar, dibantu oleh orangtua mereka. Karena muridnya banyak yang tersebar di beberapa dusun, Andi menjadwalkan kunjungan keliling.

“Karena guru kan gak bisa mendatangi setiap siswa dalam satu hari. Biasanya dalam satu hari 1 dusun. Jadi kalau di dusun itu hanya ada 4 siswa dalam satu hari bisa kami datangi semuanya. Namun kalau di satu dusun ada 10 siswa berarti kami datangi dusun itu 2 hari, dengan pembagian siswa , 5 siswa dalam 1 harinya,” beber Andi.

Jarak tempuh per setiap dusun, cukup jauh. Bahkan ada yang sampai satu kilo dan jika ditempuh dengan berjalan kaki memakan waktu satu jam dengan kontur jalan berbatu, dan licin ketika diguyur hujan.

“Ada juga dusun yang jalannya masih susah diakses. Apalagi kalau habis hujan, jalannya licin. Kalau yang jalannya masih tanah merah berlumpur walau gak begitu jauh, namun karena aksesnya susah tetap aja bisa 25 menitan baru tembus ke pemukiman warganya,” cerita Andi.

Suka duka yang sama juga dirasakan Jatu Rahmawati, Guru SMKN 1 Sungai Tebelian. Penerapan sekolah jarak jauh yang sudah terhubung dengan jaringan internet, juga tak selancar yang diharapkan.

“Inovasi yang ada di luar (Kota lain) itu tidak bisa kita terapkan dengan kondisi yang jaringan internetnya terbatas,” ungkap Jatu.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved