Bagi Masyarakat Berladang Jadi Kearifan lokal, Andel Minta 6 Peladang di Sintang Bebas dari Tuntutan

Keenam peladang yang telah menyandang status terdakwa ini ialah Dugles, Boanergis, Dedi Kurniawan, Agustinus, Antonius, dan Magan.

Penulis: Destriadi Yunas Jumasani | Editor: Madrosid
TRIBUN PONTIANAK/DESTRIADI YUNAS JUMASANI
Pengacara enam peladang tradisional Sintang yang menjadi terdakwa atas kasus Karhutla, menunjukan berkas Pledoi enam terdakwa, di Kantor Advokat dan Konsultan Hukum Andel & Associates, Jalan Trunojoyo, Pontianak, Kalimantan Barat, Rabu (26/2/2020) siang. Andel menyebutkan enam peladang tidak terbukti bersalah, selain itu bentuk pembakaran ladang oleh enam masyarakat tersebut merupakan kearifan lokal masyarakat Dayak. 

PONTIANAK - Enam orang peladang di Kabupaten Sintang terpaksa harus menjalani proses hukum karena ditangkap oleh anggota kepolisian karena kedapatan membuka ladang dengan cara membakar.

Keenam peladang yang telah menyandang status terdakwa ini ialah Dugles, Boanergis, Dedi Kurniawan, Agustinus, Antonius, dan Magan.

Saat ini proses persidangan keenamnya telah memasuki tahap Replik, dan pihaknya akan menyampaikan Duplik, setelah sebelumnya sidang yang Beragendakan Pledoi telah selesai dilaksanakan.

Penasehat hukum keenam terdakwa, Andel SH, MH saat di temui awak media di kantornya yang terletak di jalan Veteran Pontianak menyampaikan bahwa pihaknya menuntut seluruh peladang di nyatakan bebas tanpa syarat. Rabu (26/2/2020) siang.

Karena yang di lakukan para peladang tersebut merupakan kearifan lokal dan bukanlah sebuah tindakan Pidana.

Andel menerangkan bahwa lahan yang di bakar oleh para terdakwa bahkan tidak sampai 2(dua) hektar seperti yang di perbolehkan di undang - undang nomor 32 tahun 2009 tentang kearifan lokal.

Persatuan Peladang Tradisional Temui Kemenkopolhukam RI Minta Hentikan Kriminalisasi Peladang

"Terhadap tuntutan jaksa penuntut umum tersebut secara nyata jaksa tidak dapat membuktikan kesalahan para terdakwa melanggar pasal 188 dan 187 KUHP, karena JPU dalam dakwaan dan tuntutan hanya membuktikan perbuatan pidana lingkungan hidup, dan kalau pidana lingkungan hidup ini mesti menghadirkan bukti berupa hasil lab laboratorium, kerana tidak ada satupun bukti JPU dalam perkara ini, maka terdakwa harus di bebaskan dari tuntutan dan Dakwaan,"jelas Andel.

Kemudian keenam terdakwa ini juga tidak dapat dipidana, karena ia menegaskan bahwa perbuatan membakar lahan yang di lakukan oleh para terdakwa bertujuan untuk menanam padi.

Ditegaskan Andel, Menanam padi dengan membakar ladang merupakan kearifan lokal, yang telah secara turun temurun dilakukan oleh masyarakat adat dan sudah merupakan budaya tradisional, maka pelaku peladang khususnya keenam terdakwa harus dibebaskan dari dakwaan dan tuntutan Pidana.

"Kalau peladang ini dipidana, maka pertanyaannya mau makan apa mereka, kalau mereka dipidana, kemudian mereka akan keluar saat sekarang ini, lalu kedepannya lagi, setelah gawai, mereka akan bertanam padi, dan pada bulan 8 pada musim kemarau mereka akan membakar, maka mereka pasti juga akan duduk lagi seperti ini,"terang Andel.

Maka dari itu menurut Andel dalam kasus ini harus di berlakukan Lex specialis derogat legi generali.

"Kalau peladang saat ini di pidana, maka kedepan ribuan masyarakat adat Dayak akan masuk penjara, dan tidak ada lagi Gawai Dayak kalau peladang di pidana,"pungkasnya.

Update Informasi Kamu Via Launcher Tribun Pontianak Berikut:

https://play.google.com/store/apps/details?id=com.wTribunPontianak_10091838

Update berita pilihan
tribunpontianak.co.id di WhatsApp
Klik > http://bit.ly/whatsapptribunpontianak

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved