Harga Karet Masih Rendah, Petani Tetap Nyadap Demi Hasilkan Rupiah
Menurutnya, produktivitas yang rendah mendorong masyarakat untuk menghasilkan Bahan Olah Karet sehingga berpengaruh pada harga jual karet
Di Kalimantan Barat, petani masih banyak mengandalkan karet sebagai ladang pencaharian.
Meski karet merupakan komoditas unggulan ekspor di Kalimantan Barat, namun harga jualnya masih saja tak menguntungkan bagi petani.
Satu di antara petani karet di Sambas, Juniarti menyebutkan bahwa saat ini harga karet kering di tingkat petani di kisaran Rp8.000 - Rp10.000 per kilogram
"Bahkan juga pernah sempat baru - baru ini harga karet mencapai Rp11.000 per kilogram," ungkapnya.
• Tabrak Rumah Warga, Polisi Sebut Sopir Hilang Kesadaran Akibat Pengaruh Alkohol
• Kabur Bersama Pekerja Saat Digerebek, Polisi Kantongi Identitas Pemilik PETI di Sungai Melawi
Namun untuk harga tersebut, lanjut Juniarti sangat jarang. Petani masih mengharapkan harga karet kembali naik.
"Harga karet relatif stabil tidak ada kenaikan yang signifikan. Tentu harga yang ada masih tidak sesuai harapan petani," jelas dia.
Meski demikian, karena usaha nyadap pohon karet merupakan mata pencahariannya sehari-hari, mau tak mau Juniarti beserta petani yang lain tetap menjalankan aktifitasnya menyadap karet.
Kepala Dinas Perkebunan (Disbun) Kalimantan Barat, Heronimus Hero menyebutkan bahwa persoalan produktivitas dan kualitas masih menjadi kendala dan mempengaruhi harga karet di Kalbar.
Menurutnya, produktivitas yang rendah mendorong masyarakat untuk menghasilkan Bahan Olah Karet (Bokar) yang berkualitas rendah.
"Caranya dengan mencampur material lain. Sehingga menghasilkan berat tambahan," kata Heronimus.
Mutu Bokar yang rendah menyebabkan harga di tingkat petani juga rendah.
Ia menjelaskan terkait harga juga tidak terlepas dari rantai pasar yang panjang. Sehingga banyak nilai tambah yang muncul justru dinikmati pengumpul.
"Untuk itu selain fasilitasi benih bermutu, pembentukan Unit Pengolah dan Pemasar Bokar (UPPB) sangat diperlukan guna memangkas rantai pasar," jelasnya.
Jadi hanya ada pekebun produser - UPPB - pabrikan.
"Pekebun dapat harga yang wajar, UPPB mendapat margin, dan pabrikan dapat Bokar bermutu," jelas dia.