Ribuan Pil Ekstasi Masuk Pontianak, Begini Risiko Hotel yang Jadi Tempat Transaksi Narkoba

BNN mengamankan barang bukti sebanyak 5,3349 kilogram sabu-sabu. 5.015 butir pil ekstasi sebarat 2,0297 kilogram, dan 10.010 butir

Editor: Arief
TRIBUN PONTIANAK/DESTRIADI YUNAS JUMASANI
Ribuan Ekstasi Masuk Pontianak, Begini Risiko Hotel Tempat Transaksi Narkoba 

Ribuan Ekstasi Masuk Pontianak, Begini Risiko Hotel yang Jadi Tempat Transaksi Narkoba

PONTIANAK - BNN Provinsi Kalbar menggelar konferensi pers pengungkapan sekaligus pemusnahan barang bukti narkoba di Kantor BNN Kota Pontianak yang terletak di Jalan Sultan Hamid II, Pontianak Timur, Jumat (7/2/2020).

Pada pengungkapan kasus narkoba kali ini, pihak BNN mengamankan 5 orang tersangka, empat di antaranya adalah narapidana. Rinciannya dua orang merupakan warga binaan Rutan Kelas IIA Pontianak dan dua lainnya warga binaan Lapas Kelas IIA Pontianak.

"Modus operandinya melakukan pengiriman barang untuk diserahkan kepada orang lain, dengan dikendalikan beberapa tersangka lainnya yang berada di rutan dan lapas," ungkap Kepala BNN Provinsi Kalbar Brigjen Pol Suyatmo saat memimpin konferensi pers.

Ia mengungkapkan bahwa tersangka pertama yang diamankan ialah Agus Setiawan pada Sabtu (18/1) lalu. Penangkapan Agus berlangsung di satu kamar hotel yang ada di Kota Pontianak.

Dari tangan tersangka, BNN mengamankan barang bukti sebanyak 5,3349 kilogram sabu-sabu. 5.015 butir pil ekstasi sebarat 2,0297 kilogram, dan 10.010 butir pil happy five.

Selain itu, pihaknya juga mengamankan satu unit sepeda motor dan 6 unit handphone. Khusus barang bukti narkoba, langsung dimusnahkan menggunakan mesin incenerator setelah berlangsungnya konferensi pers.

Sebelum melakukan penangkapan, Suyatmo menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan pengintaian selama 1 pekan. Bahkan sebelum diamankan, tersangka Agus Setiawan sempat membuang narkoba tersebut dan kemudian diambilnya kembali.

Setelah diambil kembali dan Agus Setiawan berada di dalam kamar hotel, barulah petugas BNN melakukan penggrebekan. Saat di lakukan interogasi, Agus Setiawan mengaku ia menerima perintah dari ayahnya sendiri Andi Alpen yang merupakan warga binaan Lapas Pontianak. Andi Alpen adalah terpidana 15 tahun kasus narkotika.

Selanjutnya tim berkoordinasi dengan pihak Lapas Pontianak dan Rutan Pontianak. Berdasarkan hasil interogasi terhadap Agus Setiawan dan Andi Alpen, BNN kembali mengamankan tiga tersangka lainnya.

Ketiganya yaitu Petrus Hunter, warga Binaan Lapas Pontianak, terpidana kasus narkotika dengan hukuman seumur hidup. Kemudian Sugito alias Pak Ucu, warga binaan Rutan Pontianak, terpidana kasus narkotika dengan hukuman 16 tahun penjara. Tersangka terakhir adalah Irawan, warga binaan Rutan Pontianak, terpidana hukuman mati kasus narkotika.

Selain lima orang yang telah diamankan, Jendral Polisi Bintang 1 itu mengatakan BNN masih memburu dua orang lainnya yang terlibat dalam pengiriman narkotika tersebut.

"Pertama berinisial Boi, ini yang rencananya akan menerima barang dari Agus Setiawan, harusnya barang tersebut akan diserahkan kepada Boi. Selanjutnya berinisial Reno, dan Reno inilah yang menyerahkan barang tersebut ke Agus Setiawan," ungkapnya.

Saat ditanyai berapa lama para tersangka telah menjalankan aksinya, Suyatmo menjawab bahwa ia tak bisa menjelaskan hal itu. "Kalau untuk yang bersangkutan sudah berapa lama mengendalikan, itu kami tidak bisa menjawab," katanya.

Ia menjelaskan, informasi yang didapat sementara adalah Agus Setiawan membawa narkotika atas suruhan ayahnya, Andi Alpen. "Kemudian ayahnya juga ternyata disuruh lagi oleh pelaku-pelaku lainnya," ujar Suyatmo.

Meski di antara tersangka adalah warga binaan Lapas Pontianak, Suyatmo menegaskan pihaknya tidak mendapati adanya keterlibatan dari oknum petugas lapas.

Saat konferensi pers, kelima tersangka turut dihadirkan BNN Provinsi Kalbar. Mereka hanya bisa tertunduk lesu selama konfrensi pers berlangsung. Pandangan kelimanya kosong, empat tersangka memilih bungkam seribu bahasa saat diwawancarai.

Hanya Andi Alpen yang bersedia menjawab pertanyaan Tribun. Warga binaan Lapas Pontianak ini mengungkapkan bahwa barang bukti yang diamankan polisi, berasal dari Malaysia yang hendak diedarkan ke Kota Pontianak.

Andi Alpen mengakui, beberapa waktu lalu ia ditawari teman satu selnya yang bernama Petrus Hunter, untuk mencari orang yang mau mengantarkan barang haram tersebut. Karena mengetahui bahwa anaknya, Agus Setiawan, sedang membutuhkan uang, ia pun menghubungi sang anak.

Dengan menggunakan handphone dari dalam lapas, Andi Alpen membujuk anaknya untuk mau menjadi kurir narkoba. Ia mengaku menghubungi sang anak menggunakan handphone saat ada anggota keluarga yang menjenguknya di lapas. "Hubungin anak pakai HP, pinjam untuk hubungi keluarga, pas ada anak jenguk," ujarnya.

Alpen mengungkapkan bahwa barang tersebut diambil putranya dari seseorang di wilayah Balai Karangan, Kabupaten Sanggau. Namun dia tidak menyebutkan identitas orang tersebut.

Sang anak mendapat iming-iming sejumlah uang, jika berhasil membawa narkoba ke Kota Pontianak. "Ada yang nyuruh bawain barang dari Balai Karangan ke Pontianak, cuma saya gak kasih tahu kalau itu narkoba," katanya.

Narkoba yang dibawa Agus memang tidak sampai kepada orang yang akan menerimanya. Agus terlebih dahulu ditangkap aparat BNN Provinsi Kalbar, saat berada di sebuah hotel di Kota Pontianak.

Menanggapi hal ini, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kalimantan Barat mendukung upaya kepolisian untuk senantiasa menberantas kejahatan Narkoba di Kalimantan Barat.

"Kita ikut membantu untuk mempernudah dan tidak pernah menghalangi petugas kepolisian dalam melakukan tugasnya," ujarnya Ketua PHRI Kalbar Yuliardi Qamal kepada Tribun Jumat (7/2/2020).

Bahkan upaya kerja sama juga terjalin antara pihak hotel dan kepolisian, terutama dalam mengidentifikasi pelaku kejahatan narkoba. Dia menjelaskan bahwa perlu dipahami bahwa bisnis perhotelan adalah usaha layanan di bidang jasa akomodasi penginapan.

Jadi siapapun tamunya dari manapun selama mereka sudah memenuhi ketentuan prosedur menginap, maka hotel akan melayani tamu tersebut. "Jadi saat dia mau menginap SOP-nya dia harus memberikan kartu tanda pengenal. Jati diri dia harus kita tahu dengan memberikan tanda pengenal baik KTP atau SIM setelah itu selesai," ujarnya.

Jadi apabila kemudian orang tersebut terindikasi melakukan kejahatan, maka pihak hotel mesti membantu dengan tidak mempersulit kepolisian, apalagi sampai menghalang-halangi.
Ini dikarenakan pihak hotel tidak bisa menelusuri secara rinci setiap orang yang menginap.

"Dan itu adalah wewenang kepolisian. Apalagi dalam kasus ini dia terbukti berarti dia sudah dipantau sedemikian rupa," ujarnya.

Dengan adanya kasus ini sedikit banyak memang berpengaruh terhadap nama baik hotel yang bersangkutan, namun ini adalah bagian dari risiko pengusaha hotel.

"Itu adalah risiko usaha kami. Kalau kita tidak bisa menerima risiko itu berarti kita tidak siap menjadi pengusaha di bidang ini," ujarnya.

Kemudian tindak kejahatan ini tidak memandang klasifikasi hotel, dan bisa terjadi di hotel manapun. "Kalau kita identikan dengan hotel A dia, bisa saja akan pindah ke hotel B, Hotel C," tukasnya.

Sementara Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Kalbar Yudanus Dekiwanto yang juga hadir pada konfrensi pers dan pemusnahan barang bukti narkoba, menganggap bahwa pengawasan di lapas dan rutan yang ada di Kalimantan Barat sudah baik.

"Kami itu setiap saat sering melakukan penggeledahan-penggeledahan, dan sering ditemukan juga handphone dan kemudian dimusnahkan. Dan sering juga ada modus-modus pengunjung yang membawa melalui makanan, diselipkan di celana dalam. Itupun kalau ditemukan akan langsung dimusnahkan, pengawasan juga sudah ketat dan rutin," katanya.

Kendati pengawasan dan sidak sudah rutin dilakukan, menurut Yudanus, saat ini perlu ada sebuah lapas atau rutan khusus menampung narapidana kasus narkotika. Lapas khusus ini diharap bisa mencegah kasus serupa terulang kembali.

"Pertanyaan kan kok bisa dikendalikan di dalam lapas? Memang di wilayah Kalbar belum ada lapas khusus narkotik, kita tidak bisa menolak semua masuk ke lapas atau rutan. Saya selaku kakanwil sedang melakukan pengkajian, ingin mempunyai lapas khusus narkotika," katanya.

Dalam kajian tersebut, kemungkinan akan ada satu lapas di Kalbar yang akan dijadikan lapas khusus narapidana kasus narkoba. "Kemudian kita akan mencoba dalam sistem hukumnya mana yang harus di lapas, mana yang harus di rehab," tuturnya.

Bila belum memungkinkan membuat lapas khusus narapidana kasus narkoba, pihaknya pun akan mengkaji tentang pembuatan lapas supermaksimum di Kalbar.

"Sekarang hanya lapas dan rutan sifatnya umum, jadi kajian ini akan kami tingkatkan bila ada hal seperti ini. Tapi kalau soal pengawasan kami selalu bekerja sama dengan BNN dan kemudian langsung dimusnahkan," jelasnya.

Yudanus menegaskan akan menindak tegas bilamana ada petugas di lingkungan lapas atau rutan yang terlibat penyeludupan barang haram ini.

Penulis: Ferryanto dan Zulkifli

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved