Warga Dusun Nilas Temui Komisi B DPRD Landak, Adukan 5 Persoalan dengan Perusahaan

Kedatangan masyarakat pun disambut langsung oleh Ketua Komisi B DPRD Landak Evi Yuvenalis

Penulis: Alfon Pardosi | Editor: Madrosid
IST
Komisi B DPRD Landak menerima aduan masyarakat Dusun Nilas, Desa Sebatih, Kecamatan Sengah Temila terkait persoalan dengan PT IGP pada Kamis (6/2/2020). 

LANDAK - Warga dari Dusun Nilas, Desa Sebatih, Kecamatan Sengah Temila yang menyerahkan lahan ke PT Ichtiar Gusti Pudi (IGP) mengadu ke Komisi B DPRD Landak pada Kamis (6/2/2020) pagi.

Kedatangan masyarakat pun disambut langsung oleh Ketua Komisi B DPRD Landak Evi Yuvenalis bersama anggota Robin, Muhidin, Suparda, Romy Ginting, Yohanes, Mina Dinata, Ambrosius Mawardi, dan Agus Sudiono

Ada lima poin yang disampaikan oleh warga Dusun Nilas melalui Kadus Nilas Jainal dan Kades Sebatih Suhanja yakni :

1. Beberapa warga ada yang belum menerima pembayaran GRTT dari PT IGP, namun lahan sudah dikelola.

2. Isu adanya pola penjualan lepas lahan, yang seharusnya pola kemitraan.

3. Pemberhentian kerja tiba-tiba terhadap warga Nilas yang penyerah lahan.

4. Kompensasi karyawan yang di PHK tidak dibayar oleh perusahaan.

5. Masalah hukum, warga tidak gajian lalu mencuri sawit di hukum penjara. Pedahal kesepakatan bersama mengedepankan hukum adat.

Setelah mendengarkan persoalan-persoalan yang disampaikan oleh Kadus dan Kades, Evi Yuvenalis yang memimpin pertemuan mediasi tersebut mempersilahkan pihak perusahaan untuk memberikan jawaban dan klarifikasi.

Ombudsman Kalbar Dorong Instansi Maksimalkan Helpdesk Pengaduan CPNS  

Melalui Manager HRD PT IGP Hendrik menerangkan yang bukan di PHK tapi diberhentikan sementara dari bulan Februari hingga bulan Agustus 2019."Jadi pada bulan Agustus kita panggil lagi untuk mereka sebagai pekerja panen, tapi tidak semua mau," katanya.

Berikutnya pihak perusahaan mengevaluasi mereka yang bekerja panen. Bagi yang sampai target, diangkat jadi karyawan tetap.

Berkaitan dengan masalah hukuman penjara, sebelumnya sudah diingatkan melalui pengurus adat dari lima Temenggung. Jika ada kejadian kriminal kita selesaikan dengan hukum adat dan hukum positif.

"Kita sudah pernah pertemuan dengan Pak Sekda, waktu itu diputuskan tidak ada yang diberhentikan. Untuk laki-laki bekerja sebagai pemanen, untuk yang perempuan bagian perawatan yakni nebas dan mupuk," ceritanya.

Sedangkan terkait dengan kompensasi, dibayarkan sesuai tri partit. Kemudian untuk yang tidak kerja, tidak dibayarkan. "Dari 1300an lahan warga Dusun Nilas yang diserahkan ke PT IGP, ada 134 orang sudah bekerja," bebernya.

Dengan demikian ia menegaskan, pihaknya komitmen tidak ada PHK. "Semua kita pekerjakan seperti biasa. Buktinya dari 10 Dusun yang ada, 9 Dusun sudah bekerja dengan baik," tambahnnya.

Sementara itu Manager Kebun PT IGP Karmin memaparkan, PT IGP terbentuk dari 10 Dusun di lima Desa. Dari 10 Dusun itu, dipekerjakan sesuai kemampuan masing-masing, dan kemampauan managemen.

"Memang untuk Dusun Nilas tidak semua kita pekerjakan, tapi kita selalu memberikan kesempatan sesuai dengan keuangan perusahaan," terang Karmin.

Diakuinya, pada bulan Februari 2019 memang ada mengoffkan pekerja. Tapi bukan dari Nilas saja, tapi dari 10 Dusun yang ada. "Kenapa, karena over pekerja, produksi rendah, kualitas kerja rendah. Sehingga perusahaan tidak mampu menutup cost," tuturnya.

Sehingga pada bulan Februari 2019 itu terjadi lost kontrol, hingga beberapa bulan. Dengan tidak ada panen, otomatis produksi pun terhenti, aktifitas berhenti. Kemudian pada bulan Agustus kembali merektut 330 orang untuk panen, berasal dari 10 Dusun itu.

Dengan mencoba memilih masyarakat penyerah lahan yang tidak bekerja. "Kita tetapkan di dalam pekerja pemanen ini, syarat utama adalah laki-laki dan masih produktif. Untuk Dusun Nilas sudah ada, tapi kami tidak bisa mengakomodir 100 persen," Jelas Karmin.

Sedangkan berkaitan dengan GRTT, diakuinya Karmin juga memang ada penyerah lahan pada tahun 2017 bulan Oktober-Desember dan tahun 2018 belum di bayar. "Ada 300an hektar dengan nilai Rp 3,5 miliar. Tapi ada 60an persen sudah kami dicicil," ungkapnya.

Bahkan untuk mengevisiensi, perusahaan menutup Kantor Pusat yang ada di Jakarta dan memPHK mereka yang di Jakarta. Sehingga saat ini kantor pusat hanya ada di Pontianak.

Berkaitan dengan pola jual lepas, Karmin memaparkan pihaknya mengacu pada kesepakatan. Ada tanda tangan Kadus, Kades, Camat, legalitasnya ada untuk jual lepas. "Ada 3.149 hektar, itu ada di seluruh Dusun, khusus untuk di Dusun Nilas ada 610 hektar," akunya.

Ia juga menegaskan, sampai saat ini tidak ada karyawan yang bekerja yang tidak diupah. "Kalau ada yang sudah bekerja tapi belum dibayarkan, datang ke kantor dengan dasar absensi. Kami tidak bisa serta merta hanya omongan. Ada staf kami yang selalu stanbay," pungkasnya.

Sekretaris Disbun Landak Paulus pada kesempatan itu berharap agar ada laporan kelanjutan untuk pihaknya agar bisa mengawal. "Kalau pun masalah ini belum selesai, masyaralat bisa lapor ke kami. Sudah sampai mana, agar kami dapat mediasi dan bantu menyelesaikan," jelasnya.

Setelah itu, satu persatu anggota Komisi B menyampaikan saran dan pendapat seperti yang disampaikan oleh Muhidin yang menyoroti masalah GRTT yang belum dilunasi dan masalah warga yang sampai di penjara.

"Belum dibayar tapi sudah dikerjakan, kasian masyarakat kita. Saya harap itu segera dilunasi. Untuk yang dihukum penjara, mana fungsi humasnya. Harusnya dibicarakan baik-baik. Kalo kita liat kronologisnya, kan karena gaji tidak dibayarkan sekian bulan," tegas Muhidin selaku politisi PDIP ini.

Sedangkan Romy Ginting yang merupakan Politisi Partai Perindo pun lantang berbicara. "PT IGP Jangan alergilah sama kami, sudah rumit kayak gini baru mau datang ke kami," kesalnya.

Terlebih masyarakat yang hadir kata Ginting adalah warga dari Dapilnya. "Ke depannya harus kita selesaikan baik-baik, jangan berlarut-larut. Investor kucurkan dana triliunan, tentu ingin ada hasil. Begitu juga masyarakat, dengan datangnya investor masyarakat juga ingin bekerja bukan jadi penonton," harapnya.

Ia juga berharap masalah GRTT itu segera diselesaikan segera, karena infonya juga sudah dijadwalkan untuk pembayaran. "Jangan buat susah masyarakat kitalah. Pertemuan berikutnya, jangan sampai kami dengar masalah ini berlarut-larut," pintanya.

Pihaknya juga akan selalu terbuka untuk masyarakat. "Kami juga akan selalu terbuka, kalau ada masalah silahkan surati kami atau datang ke kami," jelasnya.

Sedangkan Robin selaku Politisi Partai Gerindra, menyoroti terkait dengan jual beli putus. Dirinya pun mengakui, sebelum menjadi anggota DPRD pernah bekerja di perusahaan. "Harusnya perusahaan menolak jual beli putus, harus pikirkan ke depannya," terang Robin asal Dapil 5 ini.

Disampaikannya, sedangkan dengan pola kemitraan saja yang 20:80 petani tetap saja hanya dapat sedikit. "Begitu juga dengan ada yang sudah di GRTT tapi belum dibayar, harus segera dibayar," harapnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved