JEJAK Harun Masiku Politisi PDIP Tersangka Penyuap Anggota KPU Wahyu Setiawan! Jadi Buron KPK
Adik almarhum Taufik Kiemas, suami Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri itu, berhasil memperoleh suara tertinggi yang mencapai 145.752 suara.
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi atau disingkat KPK meminta politisi PDI Perjuangan Harun Masiku untuk menyerahkan diri.
Hal itu menyusul ditetapkannya Harun sebagai tersangka kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024 yang juga menjerat Komisioner Komisi Pemilihan Umum atau KPU, Wahyu Setiawan.
"KPK meminta tersangka HAR (Harun Masiku) segera menyerahkan diri ke KPK," kata Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (9/1/2020).
Dilansir dari laman pintarmemilih.id, Harun merupakan caleg PDI-P dari Daerah Pemilihan I Sumatera Selatan dengan nomor urut enam.
Wilayah dapil itu meliputi Kota Palembang, Musi Banyuasin, Banyuasin, Musi Rawas, Musi Rawas Utara, dan Kota Lubuklinggau.
Awalnya, nama Harun tidak tercantum di dalam Daftar Calon Sementara (DCS) yang dipublikasikan melalui laman resmi KPU, yaitu infopemilu. kpu.go.id.
• Daftar Komisioner KPU Tersangka Korupsi Selain Wahyu Setiawan, Pernah Ada yang Jabat Ketua KPU RI
Posisi nomor urut enam saat itu diduduki oleh Astrayuda Bangun. Belakangan, setelah KPU melakukan pemutakhiran data, nama Harun baru terdaftar di dalam Daftar Calon Tetap atau DCT.
Pada Pileg 2019 lalu, Harun harus mengakui keunggulan almarhum Nazarudin Kiemas.
Adik dari almarhum Taufik Kiemas, suami Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri itu, berhasil memperoleh suara tertinggi yang mencapai 145.752 suara.
Dilansir dari Tribunnews.com, Harun harus puas berada di posisi keenam lantaran hanya mengantongi perolehan 5.878 suara.
Sedangkan posisi kedua hingga kelima ditempati Riezky Aprilia (nomor urut 3) dengan 44.402 suara dan Darmadi Jufri (nomor urut 2), dengan 26.103 suara.
Kemudian, Doddy Julianto Siahaan (nomor urut 5) dengan 19.776 suara, dan Diah Okta Sari (nomor urut 4) dengan 13.310 suara.
Meski memperoleh urutan keenam, justru Harun yang dimajukan PDI Perjuangan untuk menggantikan Nazaruddin yang meninggal sebelum pemilihan digelar.
• Hasto Kristiyanto Komentari Cuitan Andi Arief Soal Dua Staf PDIP Terseret Kasus OTT Wahyu Setiawan
Hal itu dibenarkan Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto saat dikonfirmasi, Kamis (9/1/2020).
"Dia (Harun Masiku) sosok yang bersih. Kemudian, di dalam upaya pembinaan hukum selama ini cukup baik ya track record-nya," kata Hasto.
Berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 57 P/HUM/2019, lanjut Hasto, partainya memiliki kewenangan dalam menentukan pengganti anggota legislatif terpilih yang meninggal dunia.
Hasto menegaskan, dalam merekomendasikan nama Harun, PDI Perjuangan pun berpegang pada aturan tersebut.
"Proses penggantian itu kan ada keputusan dari Mahkamah Agung. Ketika seorang caleg meninggal dunia, karena peserta pemilu adalah partai politik, maka putusan MA menyerahkan hal tersebut (pengganti) kepada partai," lanjut dia.
Meski demikian, pada akhirnya KPU menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin untuk duduk di kursi Senayan, karena memperoleh suara terbanyak kedua.
Berikut sosok dan rekam jejaknya sebagaimana dirangkum Tribunnews.com:
1. Biodata
Harun Masiku adalah politisi PDIP dari daerah pemilihan (dapil) Sumatera Selatan I.
Dalam Pileg 2019, pria kelahiran 21 Maret 1971 ini mendapatkan nomor urut 6.
Saat hasil Pileg 2019 dirilis, Harun Masiku mendapatkan 5.878 suara dan berada di urutan ke-5.
Suara yang didapat Harun Masiku sangat jauh di bawah alm Nazarudin Kiemas (145.752 suara) dan Riezky Aprilia (44.402 suara), dan Darmadi Jufri (26.103 suara).
Kemudian Doddy Julianto Siahaan (19.776 suara) dan Diah Okta Sari (13.310 suara).
2. Awal mula kasus
Kasus dugaan suap yang melibatkan komisioner KPU, Wahyu Setiawan terkait penetapan pengganti antar waktu (PAW) DPR 2019-2024.
Kasus ini bermula saat DPP PDI-Perjuangan mengajukan Harun Masiku sebagai penganti Nazarudin Kiemas sebagai anggota DPR RI, yang meninggal pada Maret 2019.
Namun, pada 31 Agustus 2019, KPU menggelar rapat pleno dan menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin Kiemas.
Wahyu Setiawan kemudian menyanggupi untuk membantu Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR terpilih melalui mekanisme PAW.
"WSE (Wahyu) menyanggupi membantu dengan membalas: 'Siap mainkan!'," ujar Lili.
3. Dekat dengan petinggi PDIP
Seorang sumber PDIP di Sumsel mengungkapkan, Harun Masiku adalah orang Jakarta yang mencalonkan diri melalui Dapil Sumsel I.
Diungkapkannya, sosok Harun belum banyak diketahui.
Namun di kalangan pengurus DPP, Harun cukup dikenal, khususnya hubungan tertentu dengan petinggi PDIP.
"Jadi dia itu (Harun) berkabolarasi dengan petinggi partai untuk mencari kesalahan si Riezky," jelasnya, dikutip Tribunnews.com dari TribunSumsel.com.
Sumber itu juga menjelaskan kejanggalan yang ada terkait PAW.
Seharusnya pergantian tidak diberikan ke Harun, jika Riezky melakukan pelanggaran, melainkan peraih suara selanjutnya di bawah Riezky.
"Infonya sudah lama ingin goyang Riezky, tetapi tidak pernah kita gubris, dan ternyata ada kejadian ini," tuturnya.
4. Nama Harun sempat tak muncul di DCS
Masih dari Tribun Sumsel, nama Harun Masiku sempat tak ada di Daftar Calon Sementara (DCS) jauh sebelum ditetapkan Daftar Calon Tetap (DCT) Pileg 2019.
Yang berada dalam DCS adalah Caleg bernama Astrayuda Bangun di nomor urut 6.
Namun saat DCT dikeluarkan, nomor urut 6 bernama Harun Masiku.
5. Peran Harun dalam kasus suap
Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar mengatakan, Harun Masiku berperan sebagai pemberi suap kepada Komisioner KPU, Wahyu Setiawan serta tersangka lainnya, yaitu Agustiani Tio Fridelina.
Menurut Lili, Wahyu Setiawan bersedia membantu penetapan Harun sebagai anggota DPR melalui PAW dengan meminta dana operasional Rp 900 juta.
Pada pertengahan Desember 2019, satu sumber dana yang masih didalami KPK identitasnya, memberikan Rp 400 juta kepada Wahyu melalui sejumlah perantara.
Mereka adalah Agustiani Tio Fridelina, mantan anggota Bawaslu yang juga orang kepercayaan Wahyu; Saeful yang merupakan pihak swasta, dan seorang pengacara (Don).
Dikutip dari Kompas.com, Wahyu menerima uang dari Agustiani sebesar Rp 200 juta di pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.
Kemudian, pada akhir Desember 2019, Harun Masiku memberikan uang kepada Saeful sebesar Rp 850 juta.
Dari jumlah tersebut, Rp 150 juta diberikan kepada Don.
Sisanya, yaitu Rp 700 juta diberikan kepada Rp 450 juta untuk Agustiani dan Rp 250 juta untuk operasional.
Adapun, dari uang Rp 450 juta yang diterima Agustiani, uang sebesar Rp 400 juta ditujukan untuk Wahyu Setiawan.
Meskipun, uang Rp 450 juta masih ada pada Agustiani.
Sebagai pihak pemberi suap, Harun disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (*)