Konflik Iran Vs Amerika

Hitung-hitungan Iran Bisa Menang Perang Lawan Amerika Jika Adu Rudal Terjadi, Iran Kalah Personel

Penembakan rudal Iran tersebut sebagai balas dendam setelah AS menewaskan Jenderal Qasem Soleimani, Jumat (3/1/2020) pekan lalu.

Editor: Marlen Sitinjak
KOLASE/TRIBUNPONTIANAK.CO.ID
Presiden Iran Hassan Rouhani dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Hitung-hitungan Iran Bisa Menang Perang Lawan Amerika Jika Adu Rudal Terjadi, Iran Kalah Personel. 

IRAN Vs AMERIKA - Konflik antara Amerika Serikat (AS) dan Iran kian meruncing.

Terbaru, pasukan Garda Revolusi Iran menghujani "puluhan rudal" ke markas pasukan AS di Irak.

Serangan itu dilaporkan terjadi, Selasa (7/1/2020) pukul 17.30 waktu AS.

Penembakan rudal Iran tersebut sebagai balas dendam setelah AS menewaskan Jenderal Qasem Soleimani, Jumat (3/1/2020) pekan lalu.

Dilansir Sky News, Rabu (8/1/2020), "puluhan rudal" itu ditembakkan Divisi Luar Angkasa Garda Revolusi Iran, dan dinamai "Martir Soleimani".

Sumber keamanan kepada AFP mengungkapkan, serangan itu terjadi dalam tiga gelombang selepas tengah malam waktu setempat.

Duka Rakyat atas Pembunuhan Jenderal Qassem Soleimani, Iran Rencakan 13 Skenario Balas Dendam ke AS

Apabila berperang, berikut kekuatan militer kedua negara:

1. Jumlah Personel dan Anggaran

Berdasarkan laporan Global Firepower (GFP), Amerika mempunyai anggaran militer berlimpah, yakni sebanyak 716 miliar dollar AS, sementara Iran disebutkan hanya 6,3 miliar dollar AS.

Dari segi personel militer, Iran memiliki 873.000 personel.

Sedangkan total tentara Amerika di angka 2.141.900 personel.

2. Kemampuan Udara

Kendati kalah soal anggaran dan personel, Iran mempunyai peluncur roket lebih banyak dibandingkan dengan AS, yakni 1.900 berbanding 1.056 rudal milik AS. 

Artinya jika Iran memaksimalkan rudal miliknya maka bisa menang.

Sementara untuk pesawat, Amerika Serikat tetap jauh lebih unggul, yakni dengan 13.398 pesawat, baik itu berstatus jet tempur, pembom, angkut, hingga latih.

Iran sendiri diketahui hanya memiliki 509 pesawat, dengan 165 jet tempur.

Jika dibandingkan, helikopter Iran juga hanya dua persen dari helikopter AS.

Yaitu 126 berbanding 5.760 buah.

Kendaraan lapis baja Amerika juga hampir 20 kali lipat lebih banyak. Jumlahnya 39.223 berbanding 2.345 milik Iran.

3. Kekuatan Matra Laut

Meski hampir berimbang, kekuatan laut Amerika diketahui mempunyai lebih banyak armada.

Amerika mempunyai 398 kapal perang, sementara Iran hanya 398 kapal perang.

Jika serangan terjadi di bawah laut, Amerika punya 68 kapal selam, atau dua kali lipat lebih banyak dari Iran yang hanya 34.

4. Kekuatan Darat

Sementara itu,  jika harus berhadapan di darat, untuk urusan tank, AS mempunyai 6.393 unit, di mana mereka mempunyai senjata andalan dalam diri tank tempur utama (MBT) generasi ketigas M1 Abrams.

Kemudian mereka mempunyai 950 uni artileri self propelled melalui M109 Howitzer, serta kendaraan tempur lapis baja yang mencapai 41.760 menurut armedforces.eu.

Di sisi lain, Iran mempunyai 2.531 tank yang rata-rata merupakan produksi Uni Soviet.

Di antaranya T-72S. T-72Z safir atau T-54/55.

Rekam Jejak Qasem Soleimani

Serangan udara Amerika Serikat di Bandara Internasional Baghdad pada Jumat (3/1/2019) dini hari waktu setempat mendapat sorotan dunia.

Pasalnya, target serangan rudal atas arahan langsung dari Presiden AS Donald Trump tersebut adalah jenderal ternama Iran, Qasem Soleimani.

Serangan ini pun banyak mendapat reaksi dunia, tak terkecuali warganet Indonesia.

Untuk menggambarkan ketegangan antara AS-Iran setelah serangan itu, kata " World War 3" dan tagar WWIII menggema di media sosial Twitter.

Hingga saat ini, kata "World War 3" telah diperbincangkan sebanyak 95,5 ribu kali twit dan 442 ribu twit untuk kata tagar WWIII.

Lantas, siapa sebenarnya Jenderal Qasem Soleimani ini?

Dilansir dari Aljazeera, Qasem dilahirkan di Kota Qom pada tahun 1957.

Qasem diketahui dari keluarga petani yang miskin.

Tak memiliki bekal pendidikan tinggi, Qasem bekerja sebagai tukang bangunan untuk membantu kebutuhan keluarganya.

Setelah Revolusi Islam 1979 yang berhasil menjatuhkan rezim Reza Pahlevi, Qasem masuk ke dalam Pasukan Garda Revolusi Iran pada awal 1980.

Perang Teluk I (1980-1988) melawan Irak menjadi debut Qasem di Pasukan Garda Revolusi.

Dalam pertempuran itu, Qasem berperan sebagai salah satu komandan divisi pasukan yang bermarkas di Provinsi Kerman, Iran.

Setelah perang usai, ia mendapat tugas untuk memberantas peredaran narkoba di wilayah perbatasan Iran-Afganistan.

Sukses mengemban tanggung jawab itu, nama Qasem mulai disegani di kalangan pasukan.

Aksi Revolusi Pada 1998, ia ditunjuk menjadi komandan pasukan al-Quds, salah satu divisi di Pasukan Garda Revolusi yang bertanggung jawab untuk operasi ekstrateritorial Iran.

Karena posisi itu, ia banyak terjun dalam urusan intelijen Iran.

Qasem sukses menghentikan pertempuran antara pasukan Irak dan Jaisy al-Mahdi, milisi Syiah yang dibentuk oleh Imam Muqtada al-Sadr pada tahun 2008.

Pada tahun 2011, pamor Qasem semakin kuat di tubuh Pasukan Garda Revolusi Iran hingga diangkat sebagai jenderal.

Berada di belakang Bashar al-Assad, Qasem berperan penting dalam membantunya untuk mencegah aksi revolusi di Suriah semakin meluas.

Ia juga turut serta dalam menghalau para milisi pemberontak di Aleppo dan ISIS pada 2014 hingga akhir 2016.

Peran besar Qasem Solaemani dalam Garda Revolusi Iran menempatkan posisinya sebagai salah satu orang kepercayaan Ayatollah Ali Khamenei.

Bahkan, surat kabar ar-Ra'yu menyebutnya sebagai "James Bond Iran" karena kepiawaiannya dalam meracik strategi militer.

Karier militernya yang dimulai di Irak kini harus berakhir di tempat sama, setelah menjadi target serangan militer AS.

Serangan itu terjadi tiga hari setelah massa pendukung Hashed menyerbu Kedutaan Besar AS di Baghdad.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Melihat Perbandingan Kekuatan Militer Iran dan Amerika"

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved