Nasib Guru Honorer di Perbatasan, Bertahan dengan Gaji Rp 160 Ribu Per Bulan
Seperti yang dialami oleh Diana Normiati, guru honorer di SDN 18 Lubuk Kedang, Kecamatan Ketungau Tengah, Kabupaten Sintang.
Penulis: Agus Pujianto | Editor: Maudy Asri Gita Utami
SINTANG - Guru honorer sekolah yang mengabdi di wilayah perbatasan masih jauh dari kata sejahtera.
Seperti yang dialami oleh Diana Normiati, guru honorer di SDN 18 Lubuk Kedang, Kecamatan Ketungau Tengah, Kabupaten Sintang.
Belasan tahun menjadi guru honorer, Diana hanya menerima honor Rp 160 ribu setiap bulan. Itu pun, dibayar tiga bulan sekali.
“Honor saya perbulannya hanya Rp 160 ribu rupiah. Rutin. Cuma bayarnya 3 bulan sekali,” ungkap Diana kepada Tribun Pontianak, melalui pesan WhatsApp, Senin (25/11/2019).
• Isa Anshari Desak Pemerintah Provinsi Percepat Proses Pembayaran Gaji Guru Honorer
Diana, masih ingat betul pertama kali menjadi guru honorer.
Tepatnya 16 Juli 2007. Sampai pada saat ini, dia tetap menjadi honorer.
Semula, Diana sama sekali tidak bercita-cita menjadi seorang guru.
Namun, saat itu Kepala Sekolah SDN 18 Lebuk Kedang memintanya untuk membantu mengajar di sekolah.
Pertimbangan Kepsek saat itu, Diana satu-satunya putri daerah setempat yang sudah menyelesaikan sekolah SMA.
Masa itu, sekolah di SDN Nanga Kelapan sangat kekurangan guru. Infrastruktur yang buruk, kata Diana membuat guru dari luar tidak ada yang mau bertugas ke desanya.
“Dulu, SD di Desa Nanga Kelapan sangat kekurangan guru. Hanya beberapa orang saja,” ungkapnya.
Sebagai putri daerah setempat, Diana tergugah melihat kondisi tersebut.
Keprihatinan itu dijadikan alasan kuat Diana menerima tawaran
Kepsek untuk membantu mengajar sebagai tenaga honorer.
“Di sekolah bisa mengajar sampai 2 kelas 1 guru. Sejak itu saya sangat prihatin dengan anak-anak,” ujar Diana.
Diana akhirnya menjadi guru honorer.
Semenjak merasakan menjadi seorang guru, Diana menjadi termotivasi dan mencintai profesi guru.
Kemudian, dia melanjutkan pendidikan SI.
“Dari situ hati saya terpanggil untuk menjadi guru. Meskipun dengan keterbatasan pengetahuan yang saya miliki pada saat itu dengan honor yang seadanya. Saya termotivasi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan saya dengan melanjutkan pendidikan saya ke S1. Semua itu saya lakukan semata untuk memberikan pengetahuan yang lebih banyak lagi kepada peserta didik saya,” cerita Diana.
Selama menjadi honorer, Diana hanya menerima honor Rp 160 ribu rupiah perbulan.
Sangat jauh dari kata layak.
Terlebih, honor itu diberikan setelah tiga bulan sekali.
Tentu honor itu tak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup Diana.
“Kalau dilihat dari jumlahnya ya tidak cukup. Tapi saya kadang dapat 500 ribu, ambil pelajaran tambahan,” katanya.
12 tahun menjadi guru honorer, Diana juga ingin mendapat kesejahteraan yang layak.
Tahun lalu, Diana mencoba peruntungan dengan mendaftarkan diri ikut CPNS.
Sayangnya, dia gagal menjadi abdi negara.
Status Diana, kembali ke guru honorer.
“Dari tahun 2007, sampai sekarang saya masih menjadi guru honorer,” ungkap Diana.
Diana akan tetap bertahan menjadi guru honorer meski gajinya cekak.
Warga Desa Nanga Kelapan ini ingin menjadi bagian dari mencerdaskan anak bangsa.
“Saya akan bertahan. Meski honornya kecil, saya puas karena bisa berbagi ilmu. Tidak ada gunanya kalau punya ilmu hanya untuk diri sendiri. Lebih baik diajarkan,” ujar Diana.
Tahun ini, Diana kembali menjajal mendaftar CPNS untuk kedua kalinya.
Dia mengambil formasi guru kelas di SDN 34 Sungai Enteli.
“Saya berharap ada rezeki dan berharap juga dengan pengabdian saya ini bisa diperhatikan sama pemerintah. Mudah mudahan Tuhan berpihak pada saya untuk lulus CPNS,” doa Diana.
Bantu Insentif 100 Ribu Per Bulan
Mulai tahun 2019, Pemerintah Kabupaten Sintang sudah berupaya membantu kesejahteraan Guru Tidak Tetap (GTT) dengan mengalokasikan dana untuk insentif.
Tidak besar. Dalam satu bulan, guru honorer sekolah dibantu pemerintah per bulanya Rp 100 ribu rupiah.
“Kebijakan daerah untuk menambah penghasilan GTT melalui RKA Disdikbud, para honorer tersebut diberikan insentif, perbulan 100 ribu rupiah,” kata Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sintang, Lindra Azmar kepada Tribun Pontianak.
Menurut Lindra, saat ini pihaknya sudah melakukan validitasi data para guru honorer (GTT) yang mengajar di SDN/SMP yang selama ini di SK kan oleh kepala sekolah masing-masing.
Sekarang kata Lindra, para honor GTT sudah di SK kan langsun goleh Kepala Dinas.
“Gunanya sebagai salah satu persyaratan untuk mengurus NUPTK,” ungkapnya.
Besaran honor guru GTT kata Lindra, bervariasi. Antara Rp 300 ribu sampai dengan Rp 1 juta rupiah.
Tergantung kemampuan biaya oprasional sekolah masing-masing.
“Honornya tetap dibiayai dari dana sekolah. Besaran tergantung kemampuan biaya operasional sekolah masing-masing. Besarnya BOS tergantung jumlah siswa,” sebut Lindra.
Sekretaris Disdikbud Kabupaten Sintang, Yudius menambahkan ada 1000 lebih Guru Tidak Tetap (GTT) di Kabupaten Sintang.
Untuk pemberian insentif tersebut, diberikan kepada guru honorer minimal dua tahun mengajar
“Kalau insentif tentu guru yang sudah dua tahun minimal mengajar. Kebijakan itu sudah berjalan. Hanya belum cair saja,” ungkap Yustinus.
Bupati Sintang, Jarot Winarno mengatakan meski jumlah bantuan kepada GTT tidak besar namun pemerintah sudah berupaya untuk memperhatikan kesejahteraan guru honorer.
“Satu bulan 100 riubu rupiah. Diambil dua kali. Satu tahun 1,2 juta. Tidak besar, tapi ini bentuk upaya pemerintah membantu GTT, meski di tengah keterbatasan keuangan daerah,” kata Jarot.
Minta Data Jumlah Guru
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sintang, Florensius Ronny meminta kepada para kepala sekolah untuk mendata dengan baik kebutuhan guru, termasuk dinas pendidikan.
“Kedepan kepala sekolah mohon data yang baik, tentang kebutuhan guru, dan coba nanti ditingkat kabupaten kita akan mendorong lewat dinas pendidikan,” kata Ronny.
Dari data tersebut, sebaran guru GTT maupun Guru Honor Daerah (Honda) akan terlihat.
Selain itu, dari data sebaran guru tersebut, juga akan diketahui jumlah kekurangan guru atau pun tingkat pemerataan guru.
“Persoalan ini memang harus digenahkan sentral, mulai dari data dulu, setelah itu, berapa sih jumlah guru honor daerah, apakah penyebab kekurangan guru, apakah pemerataan guru yang numpuk di satu daerah, atau memang kekurangan,” jelas Ronny.
Apabila kekurangan guru, DPRD kata Ronny pasti akan membantu mengalokasikan dana untuk kesejahteraan guru honorer, termasuk dengan membuka formasi guru kontrak daerah daerah.
“Kalau memang kekurangan, DPRD pasti akan sepakat untuk bagaiamana mengalokasikan dana untuk kesejahteraan guru, tapi kalau nanti ditemukan ternyata tidak kurang, namun hanya numpuk, maka kita minta dinas memeratakan guru ada,” tukasnya. (*)
Update berita pilihan
tribunpontianak.co.id di WhatsApp
Klik > http://bit.ly/whatsapptribunpontianak