Pasangan EUR/USD Berlanjut Tertekan, Intip Pelemahan Rupiah Pekan Akhir November
Pada kurs tengah Bank Indonesia, rupiah menguat tipis 0,09% ke Rp 14.100 per dollar AS.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, kesepakatan dagang AS dan China akan molor dari jadwal karena China merespons negatif sikap pemerintah AS yang mendukung demonstran di Hong Kong.
• Perang Dagang Dorong Pelemahan Rupiah Siang Ini, Bagaimana dengan Mata Uang Lain di Asia?
Keputusan BI untuk menahan suku bunga acuan pada 5% tak mampu meredam pelemahan rupiah sepekan lalu.
"Pelaku pasar masih khawatir pada kondisi global dan membuat aset safe haven kembali meningkat, akhirnya rupiah cenderung melemah," kata Josua, Jumat (22/11).
Kompak, analis Valbury Asia Futures, Lukman Leong mengatakan suku bunga yang BI pertahankan di level 5% tidak berdampak signifikan pada pergerakan rupiah di pekan lalu.
Penyebabnya, sentimen perang dagang AS dan China lagi-lagi menyita perhatian pelaku pasar.
"Hingga pertemuan AS dan China dua pekan lagi, sentimen perang dagang masih mendominasi," kata Lukman.
Selain dominasi pengaruh perang dagang, Josua mengatakan pelaku pasar juga menanti data pertumbuhan ekonomi AS periode kuartal III-2019.
Pekan depan, rupiah akan kekurangan sentimen domestik karena tidak ada data ekonomi yang akan dirilis.
Lukman menilai rupiah masih akan tertekan di pekan depan.
Apalagi di tengah ketidakpastian kondisi global, biasanya dolar AS akan lebih diuntungkan daripada rupiah.
Tapi secara teknikal, kurs rupiah masih bisa bertahan atau menguat terbatas.
Lukman memproyeksikan rupiah sepekan depan bergerak di rentang Rp 14.050 per dolar AS hingga Rp 14.150 per dolar AS. Kompak, Josua juga memproyeksikan rentang rupiah yang sama.