Komphar Nilai Informasi BNN Terkait Kratom Tak Utuh dan Timbulkan Kegaduhan
Sebagai contoh, ungkap Yoga, BNN menyebutkan kalau kandungan kratom 13 kali lebih kuat dibandingkan morfin.
Penulis: Chris Hamonangan Pery Pardede | Editor: Maudy Asri Gita Utami
Komphar Nilai Informasi BNN Terkait Kratom Tak Utuh dan Timbulkan Kegaduhan
PONTIANAK - Wakil Ketua Kelompok Pengelola Hasil Alam Borneo (Komphar), Harry Tri Yoga berharap agar BNN menyampaikan informasi tidak setengah-setengah terkait kratom.
Menurutnya, Informasi mengenai kandungan kratom (mitrgyna speciosa) dan digunakan sebagai dasar bagi Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk melarang masyarakat mengkonsumsinya, dinilai tidak utuh dan kurang tepat.
"Sampaikanlah secara utuh dan benar. Sehingga tidak menimbulkan kepanikan atau kegaduhan di tingkat masyarakat," katanya, Jumat (08/11/2019) di Pontianak.
• Manfaat dan Efek Daun Kratom, Tanaman Asal Kalimantan yang Disebut BNN Mengandung Narkotika
• DPRD Kapuas Hulu Sependapat Presiden RI Harus Turun Tangan Selesaikan Polemik Daun Kratom
Sebagai contoh, ungkap Yoga, BNN menyebutkan kalau kandungan kratom 13 kali lebih kuat dibandingkan morfin.
"Statment seperti jelas merugikan, karena tidak disampaikan secara utuh. Sehingga masyarakat, terutama pegiat kratom menjadi bimbang," katanya.
Memang kratom 13 kali lipat dari morfin, kata Yoga, namun terkait analgesiknya atau kandungan anti nyeri.
Bukan tingkat berbahayanya.
Lantaran analgesiknya lebih baik dari morfin, tambah dia, tentunya menjadi angin segar bagi dunia kesehatan, terutama untuk kebutuhan pelaksanaan atau pascaoperasi segala macam.
Menurut Yoga, dengan memakai kratom sebagai obat anti nyeri tentunya lebih baik, karena bersifat alami, bukan sintetik.
"Amerika sudah sangat menggandrungi kratom ini, dan sudah meninggalkan morfin yang termasuk salah satu jenis narkotika," ungkapnya.
Keunggulannya seperti inilah yang membuat kratom mendapat serangan dari berbagai pihak.
"Karena ini menjadi suatu ancaman bagi perusahaan-perusahaan farmasi di luar negeri. Tentunya berimbas pada negara pemasoknya yang dari Asia Tenggara, terutama Indonesia," terangnya.
Selain kandungan kratom yang tidak disampaikan secara utuh tersebut, Yoga juga menilai ada upaya menutup-nutupi terkait informasi bahwa kratom masuk narkotika golongan satu.
Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 (UU 35/2009) tentang Narkotika pada Lampiran Nomor 20 Tahun 2018 memang disebutkan kalau kratom masuk narkotika golongan satu.