Dr Aswandi: Kendala Utama di Kalbar Dalam Menyikapi Revolusi Industri 4.0
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Tanjungpura menggelar Seminar Pendidikan Nasional tahun 2019
Penulis: Anggita Putri | Editor: Madrosid
Dr Aswandi: Kendala Utama di Kalbar Dalam Menyikapi Revolusi Industri 4.0
PONTIANAK - Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Tanjungpura menggelar Seminar Pendidikan Nasional tahun 2019 yang mengangkat tema "Optimalisasi Kualitas Pembelajaran Abad-21 di Era Revolusi Industri 4.0 Dalam Menghasilakan Pendidikan yang Profrsional".
Kegiatan ini diikuti oleh ratusan peserta dari Dosen dilingkungan Untan, maupun diluar Untan, Guru, dan juga mahasiswa yang diselenggarakan di Gedung Konferensi Untan, Sabtu (19/10/2019).
Wakil Rektor I Untan, Dr Aswandi menanggapi sesuai dengan tema yang dibahas yaitu Optimalisasi Kualitas Pembelajaran Abad-21 di Era Revolusi Industri 4.0 Dalam Menghasilakan Pendidikan yang Profesional.
Baca: Tutup Liga Santri Nusantara, Jarot: Santri Main Bola Bagian dari Revolusi Mental
Baca: PROFIL 10 Pahlawan Revolusi dan Bagaimana Mereka Dibunuh! Nomor 7 Termuda dan Penyelamat AH Nasution
Baca: Pengangkut Jenazah Pahlawan Revolusi Korban G30S/PKI Bernama ALVIS SARACEN Masih Eksis Hingga Kini
Ia mengatakan lebih khusus pembelajaran saat ini harus menyongsong ke abad 21 atau sering disebut abad revolusi industri 4.0.
"Saya kira itu sudah tepat karena ada ungkapan mengatakan kamu bisa sukses bahkan gagal karena belajar . Jadi belajar bisa buat sukses dan belajar juga bisa membuat gagal. Makanya tidak boleh salah dalam mengajar," ujarnya.
Ia mengatakan tidak menutup kemungkinan ketika orang tua mendidik anak justru nanti menjadi sampah jika salah dalam mengajar anak.
"Sekarang sudah revolusi industri 4.0 .Sudah beda dengan masa yang lalu.
Tapi masih ada yang mengajar seperti abad 18 . Padahal sudah hidup di abad 20," ujarnya.
Masalah ini ia anggap serius . Maka di datangkan pakar- pakar dalam seminar pendidikan nasional ini untuk membahas masalah yang ada sekarang.
"Jangan sampai mahasiswa atau masyarakat pada umumnya seakan -akan kalau mengirim anak ke sekolah beranggapan anak akan langsung pintar, hal itu belum tentu. Bisa saja tau- taunya salah. Makanya pembelajaran ini masih sangat penting," ujarnya.
Ia mengatakan Persiapan perguruan tinggi menyambut revolusi 4.0 termasuk di sesuaikan dari sisi kurikulumnya apa yang menjadi persyaratan untuk hidup di era industri harus di penuhi misalnya bahasa asing , kompetensi berfikir kritis dan kreativitas dan itu harus diperbaiki seperti komunikasi dengan menggunakan bahasa asing dan itu harus dimengerti.
"Kemarin sudah disiapkan beasiswa hanya lulus dua orang satu di dalam negeri dan satunya diluar negeri. Padahal ada ratusan beasiswa yang disiapkan banyak yang gagal karena kurangnya penggunaan bahasa Inggris ," ujarnya.
Hal inilah yang menurutnya harus dibenahi dan ia melihat masyarakat masih belum siap menghadapi masalah seperti ini dan akhirnya tergilas jadi sampah.
"Belum siap dalam menerima perubahan ke era revolusi industri 4.0 yaitu satu diantaranya adalah kemampuan berkominikasi buktinya kita tidak berkemampuan dalam berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris Seharusnya kita mengikuti perkembangan tapi tidak mengikuti jangan sampai kita lambat, sekarang tidak boleh hanya ikut- ikutan," ujarnya.
Ia mengatakan yang menjadi kendala utama di Kalbar dalam menyikapi revolusi industri 4.0 yaitu kemampuan SDM yang perlu ditingkatkan .
"Banyak hal yang masih kurang menyangkut ini tak hanya SDM tapi sumber daya lainnya dan Fasilitas kita yang kurang . Berbicara alat pembelajaran yang modern itu kita belum mengarah kesana . Makanya masih banyak yang harus dipikirkan kalau tidak disikapi khawatirnya kita sibuk saja tanpa ada perubahan," ujarnya.
Selain itu, menyikapi kedepan akan ada perubahan ribuan pekerjaan yang akan hilang karena pekerjaan itu di gantikan dengan robot .
Ia mengatakan pendidikan kedepan 3 pilar harus diperkuat dan yang paling utama adalah literasi .
Ia mengatakan mantan perdana menteri Jepang mengatakan Indonesia terlalu lama main internet dalam rentan waktu 4.6 jam perhari. Sementara di Jepang yang sudah sadar IT hanya 1.2 jam artinya IT digunakan sesuai dengan keperluannya .
"Kalau kita menggunakan IT semau-maunya kita seakan keracunan. Peran orang tua juga sangat penting dalam hal ini. Itu menjadi Slsalah satu kritik perdana Mneteri jepang ketika bertemu seluruh rektor di Hirosima satu contohnya orang Indonesia terlalu banyak menggunakan IT tidak sesuai aturan," pungkasnya.