Liputan Khusus
Guru Honorer Belum Merdeka, Gaji Sebulan Cuma Rp 300 Ribu
Ia berharap, agar pemerintah daerah dan pemerintah pusat bisa fokus mencarikan solusi bagi nasib guru honorer.
Guru Honorer Belum Merdeka, Gaji Sebulan Cuma Rp 300 Ribu
PONTIANAK - Hari ini merupakan Peringatan Ulang Tahun ke-74 Republik Indonesia. Sayangnya, meski Republik ini sudah berusia 74 tahun, persoalan kesejahteraan sejumlah guru honor belum juga selesai. Maka sangat wajar, jika di antara mereka merasa masih belum merdeka.
Seorang guru honorer di SMPN Desa Empangau Hilir, Kapuas Hulu, Suhardi, menjelaskan gajinya di sekolah tersebut hanya sebesar Rp 300 ribu perbulan. Pun, gaji tersebut hanya bisa diambil dalam tiga bulan sekali.
"Kalau berbicara masalah gaji guru honorer, jauh dari harapan. Tapi karena panggilan jiwa serta rasa tanggungjawab karena menyandang gelar sarjana pendidikan, maka tetap bertahan. Tujuannya demi mencerdaskan anak bangsa," ujarnya kepada Tribun, via SMS, Jumat (16/8).
Suhardi sudah lima tahun mengajar di tempat tersebut. Selesai kuliah tahun 2013, ia langsung mengajar atau mengabdi di tempat kelahirannya.
Baca: CUMA Cetak 9 Gol, Persis Juara Paruh Musim Wilayah Timur, Sriwijaya Barat, Cek Klasemen Liga 2
Baca: VIDEO: Masyarakat Singkawang Dihebohkan Kemunculan Buaya di Sungai
"Karena Desa Empangau adalah tempat lahir saya. Apapun kondisinya harus saja hadapi demi anak-anak generasi di kampung. Jadi cukup tak cukup gajinya harus cukup," katanya tetap bersemangat.
Suhardi menuturkan, kalau dirinya sudah beberapa kali mengikuti seleksi CPNS dan guru kontrak dari Pemerintah Daerah. Namun, hingga kini belum juga lolos. "Pastinya Allah SWT belum memberikan rezeki ke saya," ungkapnya.
Pengakuan yang sama dikatakan seorang guru honorer yang mengajar di SDN Empangau, Icu Oyo. Ia mengakui kalau masalah gaji guru honorer jauh dari harapan atau kesejahteraan guru honorer tersebut.
"Kita juga tidak bisa ngotot gaji harus sekian, karena kemampuan sekolah sudah seperti itu. Lagi pula mengajar anak bangsa sudah tugas kami sebagai sarjana pendidikan," katanya.
Icu hanya berharap, kepada pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten, lebih serius memperhatikan guru honorer yang bertugas di daerah seperti dirinya dan lain-lain.
"Jujur kalau tidak ada guru honorer, sekolah banyak tidak ada guru, tapi kami terus berupaya memberikan pendidikan kepada anak-anak kampung kami. Tinggal pemerintah sendiri menilai pentingnya seorang guru honorer," ungkapnya.
Profesi guru adalah sebuah pekerjaan yang sangat mulia. Tugas seorang guru adalah mentransfer ilmu pengetahuan, pengalaman, penanaman nilai-nilai budaya, moral dan agama.
Selain itu, seorang guru juga berfungsi sebagai motivator, konseling, dan pemimpin dalam kelas. Kehadiran guru di tengah-tengah masyarakat juga merupakan unsur utama dan penting. Kondisi tenaga guru honorer yang miris juga diungkapkan Bayu, seorang guru honorer di SMAN 3 Teluk Keramat, Kabupaten Sambas.
"Guru honorer merasa belum mendapatkan perhatian oleh pemerintah. Di beberapa daerah, untuk saat ini guru honorer hanya diberi honor ratusan ribu," ujarnya.
Ia mengatakan, awalnya menjadi honorer pertengahan tahun 2015 dengan menerima gaji sebesar Rp 240.000. Saat ini gajinya sebesar Rp 600.000. Ia menjelaskan, dengan gaji yang hanya ratusan ribu, tentu tak cukup untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
"Guru honorer merupakan profesi yang diharapkan profesional, artinya guru honor penyedia jasa tetapi jasa guru honor masih sangat jauh dari harapan bahkan dibawa UMR. Sungguh sangat memprihatinkan dan menyedihkan, apakah mungkin seorang dapat berbuat maksimal tanpa pernah mengetahui kebutuhan hidupnya? Rasanya tidak mungkin di era globalisasi dan di tengah-tengah krisis multi dimensional dimana harga barang melambung tinggi mempengaruhi biaya hidup ikut tinggi," ungkapnya.
Ia mengakui, gajinya tersebut sangatlah tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Berbagai upaya dilakukannya untuk menambah penghasilan. Misalnya pada pemilu lalu, ia juga merangkap sebagai anggota Pengawas Pemilu di tingkat desa.
Baca: BREAKING NEWS: Diduga Lempar Ratusan Butir Ekstasi ke Lapas Kelas II A Pontianak, Dua Pria Diamankan
Baca: Kumpuluan GIF Hari Merdeka COCOK Dibagikan Melalui WA dan Akun Medsos Kamu! Lengkap Kumpulan Ucapan
Alumni IKIP PGRI Pontianak itu menerangkan, saat ini guru honor boleh saja ikhlas mengabdi dalam mengembang tugas mengajar.
Akan tetapi, Guru honor juga manusia yang butuh dan perlu memikirkan penghidupan, ekonomi, kesejahteraan keluarganya dan dirinya sendiri dalam upaya memenuhi kebutuhan keseharianya.
"Kalau kita melihat nasib dan kesejahteraan guru honorer, sungguh memprihatinkan ada saja di antara mereka berprofesi sebagai tukang ojek, mengajar di tempat lain dan kerja serabutan untuk menutupi keperluan ekonomi keluarga," ungkap Bayu.
Ia mengatakan, kondisi ini bisa memberikan dampak psikologis di mata anak didiknya dan masyarakat.
Sehingga lambat-laun dapat menurunkan wibawa dan martabat seorang guru.Ia mengatakan, dalam berbagai kebijakan, Bayu menilai perhatian pemerintah belum sungguh-sungguh dan serius memperhatikan nasib guru honorer.
Dampaknya justru sebaliknya, semakin memperpanjang catatan dan masalah perjalanan nasib guru honor di negeri ini.
Ia berharap, agar pemerintah daerah dan pemerintah pusat bisa fokus mencarikan solusi bagi nasib guru honorer.
"Mungkin ada baiknya pemerintah lebih memfokuskan dan memproritaskan pembinaan organisasi guru honor, peningkatan kompetensi, profesionalisme, peningkatan status dan kesejahteraan guru honor secara bertahap dan merata," katanya.
Setia Profesi
Rury Refianti, ibu dua anak sudah mengajar di Madrasah Aliyah (MA) Mujahidin Sintang sejak tahun 2014. Artinya sudah lima tahun dirinya memilih menjadi guru honorer dan setia dengan profesinya.
Rury sehari-harinya mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Seni Budaya. Dalam satu pekan, dirinya mendapat jatah mengajar selama 17 jam pelajaran. Namun jika dibandingkan dengan gaji yang diterima tentu belum sepadan.
"Kalau untuk gaji, kami guru honorer sangat luar biasa miris karena kami bukan PNS. Kami dibayar hanya mengandalkan dana BOS. Satu jamnya itu kami dibayar Rp 25 ribu, kalau saya mengajar 17 jam," katanya.
Artinya meskipun mengajar 17 jam dalam sepekan, dirinya hanya digaji sebesar Rp 425 ribu perbulan. Selain gaji, Rury mengaku memang ada tambahan tunjangan lain, namun jumlahnya pun tidak begitu besar untuk tambahan.
"Ada tunjangan sebagai wali kelas sebesar Rp 30.000. Lalu alhamdulillah baru tahun ini saya terima dari Kemenag melalui pemberkasan sebesar Rp 250.000 perbulan, dibayar kadang tiga bulan sekali," terangnya.
Jika ditotal jumlahnya, perbulan Rury hanya mendapatkan gaji sebesar Rp 705.000. Dengan gaji yang kecil, memang menjadi pertanyaan dirinya tetap bertahan sebagai seorang guru. Namun dengan lugas Rury memberi alasannya.
"Kalau alasan saya tetap memilih jadi guru honor, karena mungkin ini sudah menjadi pilihan dari awal di dunia pendidikan. Ditambah lagi saya memang mencintai dunia ini, saya suka dengan anak-anak, saya suka mengajar," katanya.
Menurutnya kalau dibandingkan dengan teman-temannya yang bekerja di bidang lain, memang jauh sekali jumlah gaji yang diterima. Namun hal itu tak membuat dirinya patah arang. Dirinya hanya berharap ada perhatian bagi guru honorer.
Ketua Forum Guru Honor Non Kategori (FORGONRI) Kabupaten Sambas, Dewi Murni SPd mengaku sudah 12 tahun menjadi guru honorer. Dewi yang saat ini menjadi guru honorer di SDN 14 Kartiasa. Ia mengaku gaji yang mereka terima jika dibandingkan masih jauh dari upah buruh kasar.
"Yang jelasnya gaji guru honorer atau yang lebih dikenal dengan sebutan honorarium jauh sekali dibanding upah buruh kasar dan karyawan perusahaan. Jauh di bawah UMK," ujarnya.
Ia mengungkapkan, gaji guru honorer bervariasi tergantung dari besaran dana BOS yang diterima tiap sekolah. Hal ini mengacu dan memperhatikan aturan dari pusat yaitu 15 persen dari total penerimaan BOS setiap tahunnya di bagi dengan jumlah honorer di sekolah tersebut. Bahkan yang lebih miris kaya Dewi, ada beberapa sekolah yang mayoritas dari gurunya adalah honorer, hanya kepala sekolah yang bersatus PNS.
Saat ini Dewi dan para guru honor lainnya ada yang juga mengajar di sekolah lain untuk mendapatkan uang tambahan.
"Terkait cukup atau tidaknya penghasilan seorang guru honorer dari honorarium ini relatif. Apabila seorang guru honorer mengajar di sekolah lain atau double/triple sekolah maka honor yang didapat dicukup-cukupkan. Sebaliknya jika honorer hanya mengajar saja di satu sekolah apalagi jika sekolah tersebut didatangi PNS dan CPNS baru maka honornya akan berkurang," jelasnya.
"Kesimpulannya, gaji guru honorer jauh sekali dari UMK. Upah minimum Kabupaten Sambas yang tahun ini berkisar Rp 1,9 juta/bulan sedangkan rata-rata guru honorer hanya Rp 100 ribu sampai dengan Rp 500 ribu/bulan dan itupun di bayarkan tiap 3-4 bulan sekali tergantung pencairan dana BOS," bebernya.