Liputan Khusus

Guru Honorer Belum Merdeka, Gaji Sebulan Cuma Rp 300 Ribu

Ia berharap, agar pemerintah daerah dan pemerintah pusat bisa fokus mencarikan solusi bagi nasib guru honorer.

Editor: Jamadin
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/ANESH VIDUKA
Ribuan guru gelar aksi damai beberapa waktu lalu 

Ia mengakui, gajinya tersebut sangatlah tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup. Berbagai upaya dilakukannya untuk menambah penghasilan. Misalnya pada pemilu lalu, ia juga merangkap sebagai anggota Pengawas Pemilu di tingkat desa.

Baca: BREAKING NEWS: Diduga Lempar Ratusan Butir Ekstasi ke Lapas Kelas II A Pontianak, Dua Pria Diamankan

Baca: Kumpuluan GIF Hari Merdeka COCOK Dibagikan Melalui WA dan Akun Medsos Kamu! Lengkap Kumpulan Ucapan

Alumni IKIP PGRI Pontianak itu menerangkan, saat ini guru honor boleh saja ikhlas mengabdi dalam mengembang tugas mengajar.

Akan tetapi, Guru honor juga manusia yang butuh dan perlu memikirkan penghidupan, ekonomi, kesejahteraan keluarganya dan dirinya sendiri dalam upaya memenuhi kebutuhan keseharianya.

"Kalau kita melihat nasib dan kesejahteraan guru honorer, sungguh memprihatinkan ada saja di antara mereka berprofesi sebagai tukang ojek, mengajar di tempat lain dan kerja serabutan untuk menutupi keperluan ekonomi keluarga," ungkap Bayu.

Ia mengatakan, kondisi ini bisa memberikan dampak psikologis di mata anak didiknya dan masyarakat.

Sehingga lambat-laun dapat menurunkan wibawa dan martabat seorang guru.Ia mengatakan, dalam berbagai kebijakan, Bayu menilai perhatian pemerintah belum sungguh-sungguh dan serius memperhatikan nasib guru honorer.

Dampaknya justru sebaliknya, semakin memperpanjang catatan dan masalah perjalanan nasib guru honor di negeri ini. 

Ia berharap, agar pemerintah daerah dan pemerintah pusat bisa fokus mencarikan solusi bagi nasib guru honorer.

"Mungkin ada baiknya pemerintah lebih memfokuskan dan memproritaskan pembinaan organisasi guru honor, peningkatan kompetensi, profesionalisme, peningkatan status dan kesejahteraan guru honor secara bertahap dan merata," katanya.

Setia Profesi
Rury Refianti, ibu dua anak sudah mengajar di Madrasah Aliyah (MA) Mujahidin Sintang sejak tahun 2014. Artinya sudah lima tahun dirinya memilih menjadi guru honorer dan setia dengan profesinya.

Rury sehari-harinya mengajar mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Seni Budaya. Dalam satu pekan, dirinya mendapat jatah mengajar selama 17 jam pelajaran. Namun jika dibandingkan dengan gaji yang diterima tentu belum sepadan.

"Kalau untuk gaji, kami guru honorer sangat luar biasa miris karena kami bukan PNS. Kami dibayar hanya mengandalkan dana BOS. Satu jamnya itu kami dibayar Rp 25 ribu, kalau saya mengajar 17 jam," katanya.

Artinya meskipun mengajar 17 jam dalam sepekan, dirinya hanya digaji sebesar Rp 425 ribu perbulan. Selain gaji, Rury mengaku memang ada tambahan tunjangan lain, namun jumlahnya pun tidak begitu besar untuk tambahan.

"Ada tunjangan sebagai wali kelas sebesar Rp 30.000. Lalu alhamdulillah baru tahun ini saya terima dari Kemenag melalui pemberkasan sebesar Rp 250.000 perbulan, dibayar kadang tiga bulan sekali," terangnya.

Jika ditotal jumlahnya, perbulan Rury hanya mendapatkan gaji sebesar Rp 705.000. Dengan gaji yang kecil, memang menjadi pertanyaan dirinya tetap bertahan sebagai seorang guru. Namun dengan lugas Rury memberi alasannya.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved