Kumpul Satu Rumah Tanpa Ikatan dengan Seorang Wanita, GM Perusahaan di Landak Kena Hukum Adat
General Manager (GM) PT di Landak dapat hukum adat dari empat Timanggong lima Binua di wilayah kerja
Penulis: Alfon Pardosi | Editor: Madrosid
Kumpul Satu Rumah Tanpa Ikatan dengan Seorang Wanita, GM Perusahaan di Landak Kena Hukum Adat
LANDAK - General Manager (GM) satu di antara perusahaan di Landak, Kalbar, inisial HD dihukum adat dari empat Timanggong lima Binua di wilayah kerja PT tersebut pada, Kamis (8/8/2019) sore.
Putusan hukuman sanksi adat tersebut diputuskan oleh para Timanggong, dalam proses sidang adat yang dipimpin dan berlangsung di kediaman Timanggong Binua Nahaya Salim Aseng di Desa Tebedak, Kecamatan Ngabang.
Timanggong yang hadir seperti Timanggong Binua Sapiu Raya Asip, Timanggong Binua Marabaya Romen, Timanggong Binua Sampas Marianus.
Sedangkan Timanggong Binua Safari sedang non aktif.
Dari pantauan Tribun, sidang adat yang dilaksanakan yakni untuk menyelesaikan permasalahan dugaan adanya pelanggaran adat yakni perzinahan yang dilakukan oleh HD.
Dimana dari laporan masyarakat tersebut, GM PT tersebut satu rumah dengan wanita yang diduga bukan istrinya.
Sehingga membuat resah masyarakat sekitar, karena sudah melanggar adat istiadat setempat.
Baca: Bupati Martin: TMMD Berikan Nilai Positif Bagi Pembangunan di Kabupaten Ketapang
Baca: Rumor Roy Kiyoshi Pacaran dengan Evelin Nada Anjani, Begini Reaksi Mantan Istri Komedian Aming
Baca: Bupati Martin Rantan: Pelaksanaan TMMD Berikan Nilai Positif Bagi Pembangunan di Ketapang
Laporan masyarakat tersebut pun diterima oleh Salim Aseng pada Minggu (14/7/2019) lalu.
Kemudian memanggil beberapa saksi-saksi untuk dimintai keterangannya pada tanggal 18 dan 20 Juli.
Sidang penyelesaian dihadiri langsung oleh HD.
Saat itu, para Timanggong pun menceritakan permasalahan isu miring yang sudah berkembang.
Dalam kesempatannya, HD pun memberikan tanggapan bahwa perempuan atas nama Ayu yang tinggal serumah denganya itu adalah karyawan perusahaan dari Jakarta.
Selain itu, perempuan tersebut datang ke kebun dalam rangka tugas.
"Kami sudah nikah siri pak, tahun lalu," ujar HD sambil menunjukkan surat nikah siri dan foto-foto.
Sontak, dari pengakuan Hardiko tersebut para Timanggong yang hadir merasa kaget.
Pasalnya sejak kasus mencuat sekitar tiga pekan lalu, tidak ada pernyataan resmi dari HD bahwa sudah nikah siri.
"Dari awal kasus ini kita melihatnya berdasarkan aduan, berdasarkan informasi, berdasarkan wawancara dengan berbagai pihak. Kasus ini nampaknya perzinahan, dan kami menyelidiki itu perzinahan," ujar Salim Aseng kepada Tribun seusai sidang adat.
Lanjutnya lagi, walau dalam proses sidang adat ternyata yang bersangkutan sudah kawin siri dan ada suratnya.
Tapi di dalam budaya adat istiadat setempat, kawin siri belum bisa menyatakan itu sah.
Karena memang perkawinan lebih dari satu dilarang dari budaya menurut adat istiadat.
Kalau pun dilaksanakan, ada adat istiadat dan hukum adatnya.
"Maka proses adatnya yang kita laksanakan perkawinan ngamar dua," jelas Salim Aseng.
Sehingga, meski pun ada surat nikah sirinya.
Tetapi sudah lalai dengan tidak memberitahukan dengan pengurus kampung setempat dan dengan masyarakat, semenjak isu itu sudah berkembang sekitar tiga pekan.
"Jadi sikapnya dengan perempuan ini yang membuat keresahan bagi masyarakat. Jadi artinya dari pengaduan dan laporan masyarakat, kita melakukan penyelidikan dan pemerikasaan terhadap 11 orang saksi-saksi," bebernya.
"Ternyata yang bersangkutan memang tidak bisa memberikan keterangan yang sejelasnya di perusahaan dengan anak buahnya. Jadi kita melihatnya berzinah. Jadi ada adat yang dikenakan," tuturnya.
Disampaikan Salim Aseng, ada enam jenis sangsi adat yang diputuskan untuk GM PT tersebut.
Baca: 176 Warga Binaan Pemasyarakatan Rutan Bengkayang Lakukan Senam Bersama Pegawai Kanwil Kemenkumham
Baca: Pangdam XII/Tanjungpura Resmi Tutup TMMD Ke-105 Ketapang, Ini Amanat yang Disampaikannya
Baca: Musdes Desa Penyaho Dangku, Kapolsek Ngabang Beri Imbauan Terkait Pilkades Serentak
Yakni hukuman adat kawin dua atau ngamar, hukuman untuk lima Timanggong, hukuman adat kampung, hukuman adat pasirah, hukuman mayang madu (karena siperempuan mengawini suami orang), dan hukuman batu rukup (buka acara sidang adat).
"Jadi ada sekitar 20 tail lebih sangsi adat yang diberikan. Kalau dinilai dengan uang, kurang lebih Rp 40an juta, termasuk biaya-biaya pengurus dan segalanya," terang Salim.
Diakui Salim Aseng, saat diproses adat perzinahan, HD mengelak karena punya surat nikah siri.
"Jadi dia menolak perzinahan, lalu kita kenakan adat ngamar (dikawinkan secara adat)," tambahnya.
Meski sebenarnya awal kasus adalah perzinahan, tetapi setelah ada data-data, maka dikenakan adat perkawinan ngamar beristri dua.
"Setelah putusan, hukuman adat harus dijalankan dengan tempo satu minggu. Kalau lebih cepat juga bisa. Karena tempo adat ini satu sampai tujuh hari," tegasnya
Salim Aseng menerangkan, semoga dengan kejadian ini bisa menjadi pelajaran untuk yang lain, dan harus ada perubahan.
Di dalam hukum adat budaya ini, belum ada proses yang seperti ini.
"Orang dianggap berzinah, tau-tau ada surat nikah siri. Kita tidak mengakuinya juga tidak mungkin. Cuma kita belum pernah dalam Musdat itu mengatakan bahwa nikah siri itu bisa diterima," jelasnya lagi.
"Apa lagi dia nikah sirinya ini sembunyi-sebunyi, tidak mau terbuka. Kita luar biasa kecewanya, kenapa tidak ada pemberitahuan dari awal. Jadi tidak menjadi isu yang tidak bagus dimasyarakat dan membuat keresahan," sesalnya.
Ia pun berharap, dengan adanya kejadian ini agar semua pihak-pihak terkait yang melaksanakan kawin siri bisa menyampaikan secara terbuka dengan pengurus kampung atau pengurus adat.
Agar jangan menjadi isu yang tidak bagus.
"Agar jangan membuat kegaduhan dan keresahan kepada masyarakat. Ini benar-benar meresahkan masyarakat, karena kalau sudah begitu masyarakat menjadi risih," pungkasnya.