Dr Erdi: Jangan Hantui Petani Karena Karhutla
"Kehadiran mereka saya harapkan dapat menjadi guru yang dapat membantu petani dalam menyelesaikan masalah mereka," ujarnya.
Penulis: Anggita Putri | Editor: Ishak
Peran para pihak, seperti perusahaan non pertanian, non perkebunan dan non kehutanan pun menunjukkan kontribusi yang masih sangat kecil.
Baca: Tagana Siap Tanggulangi Karhutla di Kapuas Hulu
Baca: 130 Personel TNI dan Polri Diperbantukan Cegah Karhutla di Ketapang
Bagi petani, membakar dimaksudkan untuk memotong proses produksi agar proses menjadi lebih cepat dan mengurangi biaya. Dengan membakar, petani berharap akan terdapat selisih modal yang kemudian dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan lain dan kesejahteraan mereka yang kini masih terlupakan pemerintah.
"Jadi, membakar adalah bagian dari pilihan cermat petani. Jangan mereka disalahkan karena ego pemerintah atau atas desakan kapitalis," ujarnya.
Menurutnya antara kepentingan petani di satu sisi dengan kepentingan pemerintah, pelaku penerbangan dan pebisnis pada sisi lain, tidak pernah sinergis ketika salah-menyalahkan dan tangkap-menangkap yang dikedepankan.
Ketika penerbangan ditunda (cancelled) karena kabut asap, para pihak pun mengklaim pemerintah bahwa mereka telah merugi dan kecenderungan untuk menyalahkan pemerintah dan petani pun dilakukan kelompok ini.
"Mengapa para pihak itu tidak berpikir membantu pemerintah dalam mengurangi kabut asap? Mengapa dana pencegahan yang sudah teralokasikan itu tidak digunakan untuk menghubungkan kepentingan petani dengan kepentingan para pihak tersebut? ," ujarnyam
Kepentingan petani adalah mengurangi biaya dan proses produksi dan membakar merupakan solusi tercepat bagi petani, sementara pihak lain tidak menghiraukan kepentingan petani.
Baca: 1.512 Satgas Edukasi Warga, Sasar 100 Desa Rawan Karhutla
Baca: 1000 Personel TNI Tergabung Dalam Satgas Karhutla Wilayah Kalbar
" Itulah lingkaran setan yang bertautologi (tidak berujung pangkal) sehingga kebakaran dan kabut asap terus terjadi menjelang dan sepanjang kemarau. Menjadi naib bilamana hanya menyalahkan petani yang tidak respon terhadap larangan membakar karena memang tidak ada dampak yang dapat diperoleh petani jika mereka tidak membakar," tegasnya.
Ia mengatakan alangkah baiknya bila biaya yang telah teralokasi untuk pencegahan dan kesiap-siagaan bencana di Kalbar ini dialokasiukan untuk mencegah timbulnya asap, daripada memfokuskan penggunaan dana itu untuk tanggap darurat dan pemulihan saja.
Bilamana masyarakat terlibat dan berkepentingan untuk tidak membakar, maka akan semakin kecil terjadinya kebakaran hutan dan lahan sehingga pembiayaan tanggap darurat dan pemulihan juga akan semakin kecil.
"Saya berharap, dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan yang selama ini mengharapkan tidak ada kabut, dapat dialokasikan untuk membantu pendanaan dari pemerintah bagi pengurangan mitigasi bencana asap dengan disalurkan kepada petani yang tidak membakar dalam bentuk bantuan bibit, pupuk, pembalian hasil produksi dengan standar harga pemerintah dan lain-lain," harapnya.
Kehadiran Satgas dan Satgab di tengah masyarakat ia harapkan tidak menjadi “hantu” bagi petani.
"Kehadiran mereka saya harapkan dapat menjadi guru yang dapat membantu petani dalam menyelesaikan masalah mereka," ujarnya.
Baca: Sebar 1512 Petugas Gabungan Cegah Karhutla, Ini Tugas Pokoknya Kata Tenga Ahli BNPB
Jangan ada lagi petani yang diproses hukum karena membakar, sebab Perda No 6 tahun 1998 masih memaklumi dan mengijinkan petani untuk membakar menurut kearifan local.
Oleh karena itu, satgas dan satgab mesti mengetahui hal ini sehingga tidak sembarang tangkap.