Bikin SMP Swasta Terpuruk, Disdik Buka PPDB Gelombang Kedua
Ternyata sistem zonasi yang akan digunakan untuk gelombang kedua ini sudah tidak dibenarkan di dalam Permendikbud
Bikin SMP Swasta Terpuruk, Disdik Buka PPDB Gelombang Kedua
PONTIANAK - Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMP Negeri gelombang kedua dinilai makin menggerus jumlah pendaftar sekolah swasta di Kota Pontianak.
Apalagi dengan sistem zonasi, sekolah swasta dinilai akan kalah bersaing dengan sekolah negeri karena faktor kedekatan rumah dan sekolah.
Hal ini lah yang membuat sejumlah kepala sekolah dan dewan guru SMP swasta di Kota Pontianak menyampaikan keluh kesah ke DPRD Kota Pontianak, Kamis (11/7). Diketahui PPDB gelombang kedua tingkat SMP di Kota Pontianak dibuka pada 15 Juli sampai 16 Juli.
Kepala SMP DDI, Sultan Syarif Abdurachman, Nurhasnah Samad bersama para kepala SMP swasta di Pontianak lainnya menyampaikan PPDB gelombang kedua dengan sistem zonasi dinilai tidak menguntungkan sekolah swasta. Pasalnya, dengan dibukanya PPDB kedua dan model penerimaan zonasi tersebut maka sekolah swasta berpotensi akan kesulitan mendapatkan siswa baru.
Baca: Ansor Sanggau Apresiasi Satgas Yonmek 643/Wns Amankan Rokok dan Peralatan Elektronik Asal Malaysia
Baca: Kapuas Hulu Status Cagar Biosfer, Ini Penjelasan Bupati Nasir
"Kemarin sudah ada 18 calon siswa yang menyerahkan berkas pendaftaran. Tapi sejak Sabtu kemarin, sudah ada 6 siswa yang menarik berkas. Hari ini ada lagi yang menarik berkas dan hanya tertinggal tiga berkas siswa baru," ujar Nurhasanah di hadapan sejumlah anggota DPRD Kota Pontianak.
Ia menjelaskan, para orangtua memilih menarik berkas anaknya dengan alasan karena dibuka kembali PPDB untuk sekolah negeri.
Mereka mencoba peruntungan kembali untuk masuk SMP Negeri dengan jalur PPDB gelombang kedua tersebut.
“Alasannya sama, mendaftar di gelombang kedua PPDB. Kondisi seperti ini sudah sejak tiga tahun terakhir," tukasnya.
Baca: Festival Budaya Dayak ke-1 Kalbar Ditutup, Ini Pesan Yang Disampaikan Ketua Panitia Neneng:
Ia memaparkan seperti tahun lalu, ada 32 pendaftar SMP DDI Sultan Syarif Abdurachman di Jalan Merdeka, Gang Belibis. Penarikan berkas tidak hanya saat tahapan PPDB berjalan. Bahkan ada yang menarik berkas saat proses orientasi dan belajar mengajar sudah berlangsung.
“Siswa tahun lalu itu hanya bertahan empat orang saja. Bahkan ada siswa yang sudah mulai ikut orientasi keagaamaan memilih keluar lantaran telah diterima di salah satu sekolah negeri,” katanya.
Untu itu Ia berharap Pemerintah Kota Pontianak juga memberikan perhatian ke sekolah swasta dengan tidak membuka kembali penerimaan siswa baru gelombang kedua.
Keluhan senada juga disampaikan Kepala SMP Mujahidin, Abdul Karim Lubis yang juga merasa keberatan dengan adanya PPDB gelombang kedua.
“Gelombang pertama saja kami tidak kebagian siswa, apalagi dibuka gelombang kedua. Kemungkinan yang sudah mendaftar di sekolah swasta bakal menarik berkasnya,” ujarnya
Dikatakannya, para siswa yang tadinya sudah daftar ulang di SMP Mujahidin terpaksa juga menarik berkas untuk ikut PPDB gelombang kedua. Ada dua pendaftar sudah menarik berkas karena lolos di sekolah negeri.
“Itu belum dibuka gelombang kedua, jika sudah dibuka kemungkinan akan ada lagi menarik berkasnya dan kami tidak akan dapat siswa,” ujarnya.
Ia memaparkan SMP Mujahidin sendiri menyiapkan dua rombongan belajar. Namun hanya satu yang terpenuhi saat dibukanya PPDB. Pendaftar sebanyak 33 orang, karena dua menarik berkas, tersisa 31 orang.
“Kami harapkan tidak lagi buka PPDB gelombang kedua, karena bisa saja mematikan sekolah swasta,” imbuhnya.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Pontianak akan kembali membuka Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) gelombang kedua untuk tingkat SMP. Secara resmi pembukaan pendaftaran akan dilakukan pada 15 Juli 2019 hingga 16 Juli 2019 mendatang.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Pontianak, Syahdan mengatakan dilakukannya penambahan atau dibukanya PPDB gelombang kedua untuk tingkat SMP karena melihat tingginya antusias masyarakat, sehingga pihaknya mengusulkan penambahan tersebut kepada kepala daerah dan sudah disetujui.
"PPDB tingkat SMP kita buat gelombang kedua. Bagi sekolah yang sudah penuh tidak lagi dilakukan penambahan, kecuali bagi sekolah yang masih ada peluang saja yang dibuka gelombang kedua tersebut," ujarnya.
Ia menjelaskan penambahan tersebut juga tidak merata, seperti ada sekolah yang dilakukan penambahan satu ruangan, bahkan ada yang dua ruangan belajar karena penambahan tersebut melihat animo masyarakat tersebut. "Dari segi fasilitas juga sudah mendukung, meskipun dilakukan penambahan tersebut," ujarnya
Dikatakanya untuk sekolah yang sudah memenuhi kuota sudah dikunci, kemudian untuk prosedur PPDB dilakukan seperti PPDB gelombang pertama sebelumnya. tetapi pilihan sekolah hanya dua sekolah, yakni dua jalur yaitu zonasi menggunakan radius kuotanya sebesar 60 persen, dan jalur prestasi sebesar 40 persen.
Langgar Regulasi
Sejumlah Kepala Sekolah dan perwakilan dewan guru di SMP Swasta di Kota Pontianak menyampaikan keluhan ke anggota DPRD Kota Pontianak terkait kebijakan dari pemerintah Kota Pontianak yang kembali membuka Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tingkat SMP gelombang kedua.
Anggota DPRD Kota Pontianak Herman Hofi menulai dibukanya PPDB online oleh Disdik Kota Pontianak melanggar beberapa ketentuan. Menurutnya, Disdik Kota Pontianak melanggar Permendikbud Nomor 51 Tahun 2018 yang di dalamnya tertera soal aturan penggunaan zonasi.
"Ternyata sistem zonasi yang akan digunakan untuk gelombang kedua ini sudah tidak dibenarkan di dalam Permendikbud," ujarnya.
Selain itu, jumlah siswa dari setiap rombel (rombongan belajar) dari tadinya maksimal berjumal 32 siswa ditambah melebihi dari jumlah tersebut sehingga hal tersebut diindikasi kuat bahwa proses penerimaan siswa baru di kota Pontianak melanggar.
"Ada dua regulasi yang dilanggar. Anehnya lagi beberapa kebijakan yang dibuat itu tidak didasari oleh dasar hukum yang kuat. Mestinya setiap kebijakan yang diambil itu paling tidak membutuhkan Perwa," ujarnya.
Ia juga telah menyerap seluruh informasi yang disampaikan oleh para kepala SMP Swasta terkait penolakan kembali dibukanya PPDB online untuk jalur SMP Negeri. Sehingga hal tersebut menjadi gelombang tsunami bagi para sekolah SMP Swasta lantaran terancam tidak dapat siswa bahkan tutup.
Imbasnya terhadap PPDB Online gelombang kedua menurut para Kepala SMP Swasta mereka berpotensi tidak dapat siswa dan bahkan bisa terancam sekolah ditutup, sehingga dampak selanjutnya akan banyak guru-guru honor yang selama ini bergantung di Sekolah swasta itu akan menganggur.
"Termasuk guru swasta yang selama ini dapat sertifikasi bisa terancam tidak dapat sertifikasi karena tidak dapat siswa Baru," ujarnya.
Langkah selanjutnya, Herman Hofi akan menyampaikan seluruh aspirasi para kepala SMP swasta di Kota Pontianak ini ke Disdik Kota Pontianak untuk meninjau kembali PPDB Online gelombang kedua. Laporan itu juga akan menjadi dasar kami untuk membentuk pansus DPRD terkait penerimaan siswa baru.
"Insya allah tidak lama lagi pansus itu akan berjalan. Informasi yang kita terima hari ini akan menjadi bahan perhatian dari tim pansus juga," ujarnya.
Warga Urus Pindah Domisili
Riuhnya program zonasi saat mendaftar sekolah di jenjang SMP hingga SMA membuat Pelayanan administrasi kependudukan di Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Pontianak meningkat.
Terdapat beberapa penduduk yang mengurus pindah domisili agar masuk dalam zonasi sekolah
Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Pontianak, Suparma menuturkan peningkatan keadministrasian karena warga sengaja memindahkan catatan administrasi terkait dengan pindah domosili agar anaknya bisa masuk dalam PPDB jalur zonasi.
Kendati demikian ia tidak merincikan jumlahnya secara detail. Dirinya hanya menyebutkan jika pelayanan itu terjadi peningkatan dibandingkan hari biasanya.
“Hanya sekian persen saja, Hanya saja yang dilakukan warga itu tidak membuat anaknya bisa lolos dalam penerimaan PPDB jalur zonasi. Sebab Pada PPDB 2019, batas waktu domisili berdasar alamat kartu keluarga diterbitkan minimal setahun sebelumnya," ujarnya.
Ia memaparkan kecendrungannya ternyata tidak bisa karena ada batas waktu KK setelah kepindahan, karena tak diterima mereka mengembalikan lagi ke alamat asal.
"Pengurusan administrasi untuk kepindahan domisili itu mulai meningkat sejak sejak tiga bulan sebelum PPDB dibuka. Kami ikutkan saja dan sekarang kembali lagi ke alamat asalnya karena tidak diterima dalam PPDB,” ujarnya.
Pengajuan pindah domisili itu tidak hanya terjadi saat PPDB jenjang pendidikan SMA, tapi juga SMP. Jika SMA, terjadi pengajuan pindah domisili dari kabupaten ke kota. Sedangkan SMP dari kecamatan ke kecamatan.
“Kalau untuk anak SMP itu, perpindahan itu masuk dalam KK. Dalam satu hari itu kurang lebih 3-40 pengurusan administrasi pindah domisili. Dihari biasa tidak sampai segitu,” ujarnya
Untuk masalah administrasi kependudukan tidak masalah, sepanjang ada tenggat waktunya minimal satu bulan.
"Bahkan pindah hari ini dan mengurus kepindahan hari ini juga bisa. Hanya saja operator yang repot harus memindahkan data itu,” ujarnya
Suparma pun membantah jika pemberlakuan zonasi dalam PPDB membuka peluang munculnya penduduk siluman.
“Tak mungkin penduduk siluman, kecuali membuat KTP atau KK secara ilegal dan meniru. Ada registrasi administrasi dipusat. Akan ketahuan jika data ganda,” pungkasnya.