Stasiun GAW Menjadi Referensi Pemanasan Global Dunia

Dari sinilah, ditemukan penurunan konsentrasi ozon dilapisan stratosfer, terutama di wilayah kutub ketika itu.

Penulis: Maudy Asri Gita Utami | Editor: Jamadin
zoom-inlihat foto Stasiun GAW Menjadi Referensi Pemanasan Global Dunia
TRIBUNPONTIANAK.CO.ID/ISTIMEWA
Stasiun Global Atmosphere Watch (GAW) Bukit Kototabang atau dikenal sebagai Stasiun Pemantau Atmosfer Global (SPAG) Bukit Kototabang

Stasiun GAW Menjadi Referensi Pemanasan Global Dunia

PONTIANAK - Stasiun Global Atmosphere Watch (GAW) Bukit Kototabang atau dikenal sebagai Stasiun Pemantau Atmosfer Global (SPAG) Bukit Kototabang adalah salah satu referensi udara bersih dunia, dan merupakan salah satu dari 31 Stasiun Global yang ada di dunia yang termasuk dalam WMO GAW programme.

Stasiun GAW Bukit Kototabang menjadi referensi penting bagi dunia karena yang paling representatif dan merupakan jantung wilayah tropis ekuator. Stasiun GAW yang termasuk dalam Program WMO di wilayah tropis hanya berjumlah 5 lokasi.

Stasiun GAW Bukit Kototabang memiliki tugas pokok dan fungsi melakukan pengamatan, pengumpulan, penyebaran, analisis dan pengolahan, serta pelayanan informasi mengenai komposisi kimia atmosfer, gas rumah kaca dan parameter fisis atmosfer lainnya. 

Baca: DAD Singkawang Juara 1 Lomba Sumpit Perorangan Puteri

Baca: VIDEO: Lomba Sumpit Kategori Perorangan Putera dalam Festival Budaya Dayak ke-1 di Bengkayang

Karena menjadi bagian program GAW WMO, operasional dan data GAW Bukit Kototabang secara rutin mendapatkan audit dan kalibrasi oleh lembaga audit terstandar internasional yang direkomendasi WMO.

Seperti stasiun pengamatan BMKG lainnya, sesuai UU Meteorologi,Klimatologi, dan Geofisika No.31 tahun 2009, Stasiun GAW pun melakukan pengamatan dan penyebaran informasi setiap hari  24 jam 7 hari, 365 hari.

Data dan informasi terkait kualitas udara sangat diperlukan diberbagai sektor seperti lingkungan hidup dan kesehatan untuk mengambil langkah-langkah pengurangan polusi udara yang berdampak pada terhadap kesehatan dan lingkungan hidup, selain data utama berupa konsentrasi gas rumah kaca sebagai dasar kebijakan mitigasi perubahan iklim dunia.

Stasiun GAW Bukit Kototabang melakukan kerjasama dengan beberapa institusi internasional maupun  nasional di antaranya bekerja sama dengan EMPA, PSI (Paul Scherrer Institute), Switzerland dalam program internasional  Capacity Building and  Twinning for Climate Observing Systems (CATCOS), National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) dalam bidang pengukuran gas rumah kaca menggunakan gas-gas standar, Japan Agency for Marine-Earth Science and Technology (JAMSTEC), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT),  Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Pusat Sarana Pengendalian Dampak Lingkungan (PUSARPEDAL), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN),  Intsitut Teknologi Bandung, Universitas Andalas, Universitas Negeri Padang, Universitas Riau dan Universitas Sriwijaya.

Baca: Peringatan Dini Badan Geologi Gerakan Tanah di Jawa Tengah: Solo 4 Kecamatan, Potensi Banjir Bandang

Stasiun GAW Bukit Kototabang telah melakukan berbagai upaya dalam pelayanan dan penyebaran informasi mengenai komposisi kimia atmosfer, gas rumah kaca dan parameter fisis atmosfer, diantaranya memalui website dan beberapa media sosial yang telah terintegrasi dengan beberapa stakeholder. 

Data pengamatan Stasiun GAW Bukit Kototabang menjadi referensi isu pemanasan global dan perubahan iklim yang berkaitan dengan konsentrasi CO2 dan polutan lainnya untuk wilayah Indonesia, sekaligus melengkapi 31 data global lainnya yang mengukur kesehatan udara dunia.

Bagi Indonesia, data pengukuran konsentrasi CO2 dari Stasiun GAW telah berjasa membantah isu yang santer pada tahun 2010 yang menyebutkan Indonesia sebagai emiter gas rumah kaca terbesar ke-3 dunia.

Sejarah GAW dimulai pada tahun 1950, WMO secara resmi berinisiatif memulai program pengamatan yang dapat menghasilkan gambaran komposisi kimia atmosfer dan aspek meteorologi yang berkaitan dengan polusi udara secara global.

WMO memulai langkah awal dengan melakukan koordinasi internasional terkait pengukuran komposisi kimia pada tahun 1957 dan menghasilkan kesepakatan berupa Global Ozone Observing System (GO3OS) / sistem pengamatan lapisan ozon secara global yang bertujuan mengatur standar pengamatan ozon.

Dari sinilah, ditemukan penurunan konsentrasi ozon dilapisan stratosfer, terutama di wilayah kutub ketika itu. 

Pada akhir tahun 1960an WMO mendirikan Background Air Pollution Monitoring Network (BAPMoN) yang fokus pada pengukuran komposisi kimia air hujan, aerosol dan karbon dioksida (CO2). Program BAPMoN menghasilkan informasi yang sangat penting bagi dunia yaitu telah meningkatnya gas rumah kaca (GRK) di atmofer bumi. 

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved